Selesai tahap latihan terbang dengan Cessna T-41 D, fase basic training dilanjutkan dengan menggunakan pesawat terbang T – 34 Mentor. Pesawat latih bermesin tunggal, masih dari jenis piston engine. Pesawat ini adalah merupakan produksi dari pabrik Beechcraft, Amerika Serikat yang sedari awal merupakan “military trainer aircraft” yang bentuk asli nya dikenal sebagai “Beechcraft 35 model Bonanza”. Pesawat yang diproduksi pada akhir tahun 1940 ini, ternyata dapat bertahan karena sangat banyak digunakan diberbagai negara, selama lebih dari 50 tahun. Diterbangkan pertamakali pada tanggal 2 Desember 1948, dan diperkirakan telah diproduksi sebanyak 2300 pesawat. Yang pertama kali menggunakan pesawat ini sebagai pesawat latih adalah Angkatan Udara, Laut dan Darat Amerika Serikat. Termasuk yang merupakan pengguna pertama kali di luar Amerika, adalah Jepang dan Philipina. Mentor, merupakan juga pesawat latih yang sangat, berhasil , karena sangat mudah diterbangkan. Tercatat lebih dari dua puluh lima negara di dunia yang menggunakan pesawat T-34 Mentor.
Masa latihan terbang dengan Mentor, jauh lebih banyak dari alokasi jam terbang latihan pada pesawat Piper Cub dan T-41 D. Dimasa Primary, seseorang calon penerbang lebih diutamakan pada perkenalan, familirazation serta mengenal basic dari “teory of flight”. Itu sebabnya maka pada silabus terbang di Mentor ini jauh lebih lengkap excersice nya. Pesawat latih mentor, susunan tempat duduknya adalah “tandem” alias depan – belakang. Siswa penerbang duduk di depan dan sang Instruktur duduk dibelakang. Kecuali untuk fase terbang instrument, maka siswa akan duduk dibelakang dengan penutup kokpit, sehingga memang harus melakukan penerbangan hanya dengan mengandalkan instrument saja. Selain berlatih terbang yang mendasar sifatnya, seperti take off dan landing, maka beberapa jenis latihan terbang diberikan di sini. Dengan Mentor, siswa penerbang harus melalui latihan terbang formasi sampai dengan empat pesawat, dilanjutkan dengan terbang instrument dan berikutnya adalah Aerobatic. Posisi penerbang siswa yang di depan, dengan bentuk Canopy yang luas pandangannya, membuat latihan terbang dengan Mentor menjadi sangat “menggairahkan”, sangat exiciting !
Terbang latihan dengan Mentor, terus terang dapat menambah semangat dan motivasi para siswa, karena duduk di kokpit pesawat Mentor, terasa gagah sekali. Pesawat bermesin tunggal dengan tempat duduk yang agak nangkring/tinggi, serta Sliding Canopy yang tidak mengganggu pandangan mata keluar, membuat seolah-olah penerbangnya terbang seperti sang Gatotkaca di udara. Lebih-lebih lagi, inilah pesawat terbang pertama yang para siswa nya menggunakan helmet, lengkap dengan visor nya. Selain itu, sebelum naik ke kokpit, penerbang harus memanggul terlebih dahulu parasut yang kemudian diduduki di kokpit, yang akan digunakan untuk keluar pesawat, bila terjadi keadaan darurat di udara. Sejak start engine, Canopy harus dalam keadaan terbuka, demikian pula saat taxi, take off, climbing sampai dengan ketinggian 3000 ft. Nah, pada ketinggian 3000 ft ini pada saat menanjak ke ketinggian tertentu ada satu prosedur yang harus dilaksanakan yaitu menutup Canopy.
Sebaliknya bila pada saat pesawat turun/descending, waktu melewati ketinggian 3000 ft, prosedurnya adalah membuka Canopy. Seperti juga pada setiap sekuel penerbangan yang memerlukan check list yang harus dikerjakan, bila lupa akan diganjar dengan hukuman, demikian pula, atau khusus nya tahapan prosedur tutup dan buka Canopy ini, memakan banyak korban. Masalahnya, baru di pesawat Mentor inilah para siswa menjumpai prosedur buka tutup Canopy yang harus dikerjakan pada ketinggian 3000 ft. Di-awal awal nya, banyak sekali, atau hampir semua siswa , lupa mengerjakannya. Selesai terbang, maka pemandangan yang selalu dapat disaksikan adalah, para siswa yang dihukum dekat Flight Line, berjalan atau berlari sambil mengendong parasut yang lumayan beratnya.
Yang baru lainnya adalah tahapan belajar terbang formasi. Terbang formasi ini, bukanlah hal yang mudah, karena harus mengikuti pesawat Leader pada jarak yang selalu tetap. Analoginya adalah, kita bisa membayangkan bila pada saat menyetir mobil, kita coba mengikuti mobil yang didepan kita, pada jarak tertentu dengan konstan, pasti tidak akan mudah kan? Nah, itu baru mobil, yang jarak yang harus diikuti hanya dalam dua dimensi saja yaitu maju dan mundur, sedangkan di pesawat selain maju mundur ada satu dimensi lagi yaitu naik dan turun. Dengan waktu yang cukup untuk mencoba maka orang akan bisa melakukannya. Contoh, supir taxy biasanya jago sekali menyetir dengan kecepatan tinggi menempel dengan jarak dekat pada mobil didepannya. Itulah sekedar membayangkan bagaimana terbang formasi. Sekali lagi, bila sudah bisa melakukannya, maka tentu saja terbang formasi menjadi sesuatu yang sangat mengasyikkan. Terbang formasi menjadi lebih merangsang gairah para penerbang, bila dilakukan dengan lebih dari dua pesawat, tiga atau empat atau bahkan sembilan pesawat seperti yang sering dilakukan oleh banyak para pilot tim aerobatik di dunia.
Selain terbang formasi, manuver yang baru dikenal dalam latihan terbang tahapan basic training ini adalah terbang aerobatik. Bahasa mudahnya adalah, berjungkir balik di Udara dengan pesawat. Jauh dari perkiraan saya semula, bahwa melakukan aerobatik itu dapat dilakukan dengan sembarangan saja, ternyata ada ilmu nya yang harus dipelajari terlebih dahulu. Demikian pula gerakan-gerakan jungkir balik yang sesekali saya saksikan ternyata, setiap macam gerakan ada namanya, dan yang lebih penting lagi adalah ada aturan yang harus dipatuhi agar gerakan manuver itu menjadi bagus atau indah dilihat dan sekaligus aman ! Agak berbeda antusiasme yang terbangun dalam terbang formasi, dibandingkan dengan terbang aerobatik. Saya masih ingat, pelajaran teori dari teknik melakukan aerobatik, diberikan terlebih dahulu sebelum waktu latihan terbang aerobatik akan dilakukan. Yang harus dikerjakan oleh para siswa penerbang adalah menghafal prosedur pelaksanaan setiap manuver, sambil menghayalkan atau simulasi didarat, seolah-olah sedang terbang.
Masalahnya, adalah prosedur itu tidak hanya harus hafal mati, akan tetapi harus dibayangkan bagaimana melakukannya. Satu saat, persis satu exercise sebelum latihan terbang aerobatik, selesai latihan terbang di area latihan, sambil pulang kembali ke Lanud Adisutjipto, Instruktur mengambil alih kemudi, dan mengerjakan beberapa gerakan aerobatik, tanpa memberi tahu terlebih dahulu kepada saya sebagi siswa. Langsung saja saya kelabakan, tidak tahu apa-apa, karena tiba-tiba saja pesawat jungkir balik nggak keruan, berputar berguling-guling, dengan suara mesin yang sebentar tancap gas dan sebentar lagi lepas gas. Saya was-was, ada apa ini? apakah karena ada yang rusak, ataukah tadi saya melakukan banyak kesalahan sehingga pesawat diputar-putar tidak keruan oleh Instruktur. Saya mencoba untuk mengikuti gerakan-gerakan aneh itu, namun tetap saja membingungkan.
Sekali saya lihat langit berada dibawah saya dan sebentar kemudian saya lihat diatas saya adalah daratan, berputar lagi, sekelebatan saya lihat gunung Merapi, kemudian terasa berguling lagi entah kearah mana. Untungnya saya tidak merasa pusing, dan sebentar kemudian pesawat sudah tenang lagi dengan posisi yang sudah siap untuk mendarat. Terdengar kemudian Instruktur memerintahkan saya untuk mendarat. Karena kaget yang belum hilang, maka pendaratan pun tidak dapat berhasil saya lakukan dengan baik. Berikutnya, dalam briefing setelah terbang, sang Instruktur dengan tenang, menanyakan kepada saya tentang jenis-jenis manuver yang telah “katanya” didemokan kepada saya tadi. Saya baru sadar, kalau itu ternyata demo yang diberikan kepada saya oleh Instruktur sebagai bekal latihan terbang esok hari mengenai Aerobatik.
Dengan jujur saya katakan bahwa saya nggak tau apa-apa. Tidak ayal lagi, langsung saja, disiang yang terik itu saya harus menjalani hukuman membuat gerakan-gerakan aerobatik, sambil menyebutkan seluruh jenis kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan simulasi yang harus saya kerjakan seolah-olah sedang terbang. Belakangan saya baru tahu manfaat dari demo dan hukuman itu, esok harinya, karena ternyata saya banyak terbantu setelah mengalami pendadakan manuver yang diberikan oleh Instruktur kemarin.
Terbang dengan Mentor, terutama exercise terbang formasi dan aerobatik, sungguh merupakan pengalaman yang sangat menakjubkan dalam hidup saya. Tidak pernah saya membayangkan dapat melakukan sendiri, menerbangkan pesawat dalam satu formasi, menerbangkan sendiri pesawat terbang dengan melakukan aerobatik, sungguh luar biasa dan sangat membanggakan. Sangat sulit untuk dapat berbagi cerita dengan orang awam, bagaimana rasanya terbang formasi dan lebih-lebih terbang aerobatik. Seumur hidup tidak akan pernah bisa terlupakan, pengalaman luar biasa , terbang dengan Mentor ! Tidak habis saya bersukur dengan kebesaran illahi dengan kesempatan yang saya peroleh dalam hidup ini. Tidak semua orang dapat melakukan terbang formasi dan terbang aerobatik ! Alhamdullillah.
Jakarta 12 Januari 2011
Chappy Hakim
1 Comment
terimakasih Pak Chappy atas ceritany yg sangat menarik..meskipun sy bukan penerbang(padahal cita2 saja jadi pilot) saya dpt membayangkan pengalaman bapak…bahkan melebihi isi majalah dirgantara yg tiap bulan saya beli 🙂
Thank You Sir..