Dalam dinamika politik negara berkembang, proses pengambilan keputusan tidak pernah berlangsung dalam ruang hampa. Ia selalu dipengaruhi oleh berbagai kekuatan ekonomi, sosial, dan institusional. Para ilmuwan sosial dan politik telah merumuskan sejumlah pendekatan teoritis untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa keputusan diambil dalam konteks negara-negara Dunia Ketiga. Tiga pendekatan utama yang relevan dalam kajian ini adalah: pendekatan ketergantungan (dependency approach), pendekatan institusional negara (state-centric approach), dan pendekatan pelaksanaan kebijakan (policy implementation approach). Ketiganya memberikan kerangka analisis yang berbeda namun saling melengkapi untuk memahami relasi antara aktor, struktur, dan dinamika kekuasaan dalam pengambilan keputusan.
Pendekatan Ketergantungan: Negara yang Terjerat Struktur Global
Pendekatan ketergantungan lahir sebagai kritik terhadap teori modernisasi yang menilai pembangunan sebagai proses linier menuju model Barat. Tokoh utama seperti Fernando Henrique Cardoso dan Enzo Faletto (1979), Peter Evans (1979), Richard Robison (1982), serta Arief Budiman dan Sasono (1980) menolak pandangan ahistoris tersebut dan menegaskan bahwa negara berkembang terjebak dalam struktur ekonomi-politik global yang timpang.
Dalam pandangan ini, proses pengambilan keputusan di negara berkembang tidak dapat dilepaskan dari hubungan ekonomi-politik internasional yang bersifat subordinatif. Negara Dunia Ketiga menjadi periferi dari sistem kapitalisme global, di mana kebijakan nasional sering kali merupakan hasil tekanan atau penyesuaian terhadap kehendak lembaga keuangan internasional, perusahaan multinasional, atau negara-negara industri. Kasus-kasus seperti kebijakan stabilisasi makroekonomi di bawah Structural Adjustment Program (SAP) atau restrukturisasi utang luar negeri sering menggambarkan bagaimana negara berkembang harus mengadopsi kebijakan yang sebenarnya bertentangan dengan prioritas domestik mereka.
Lebih lanjut, pendekatan ini mengasumsikan bahwa elite domestik di negara berkembang sering kali bertindak sebagai komprador, yakni perpanjangan tangan dari kepentingan luar. Koalisi antara elite politik lokal dan kapital global menciptakan distorsi dalam kebijakan publik yang berorientasi pada ekspor, eksploitasi sumber daya alam, dan liberalisasi ekonomi secara cepat tanpa kesiapan struktural. Ini menjelaskan mengapa banyak negara berkembang mengalami pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan sosial yang berarti.
Pendekatan Negara: Peran Lembaga dan Kapasitas Institusional
Berbeda dari pendekatan ketergantungan yang menekankan struktur global, pendekatan negara melihat institusi sebagai aktor yang relatif otonom dan memiliki peran sentral dalam membentuk proses pengambilan keputusan. Tokoh-tokoh seperti Alfred Stepan (1978), Philippe Schmitter (1974), Robert Jackson (1978), Perry Anderson (1983), dan Harold Crouch (1979) menyatakan bahwa negara bukan hanya arena kontestasi, melainkan pelaku strategis dengan kapasitas untuk mengarahkan proses pembangunan.
Menurut pendekatan ini, efektivitas dan orientasi kebijakan publik ditentukan oleh konfigurasi kelembagaan, stabilitas politik, dan kekuatan birokrasi negara. Negara dengan kapasitas tinggi dapat melindungi diri dari tekanan luar dan menjalankan agenda pembangunan yang mandiri, sementara negara dengan kapasitas lemah cenderung menjadi instrumen elite atau terombang-ambing oleh tekanan eksternal. Di Indonesia, keberhasilan dan kegagalan dalam reformasi agraria, industrialisasi, maupun desentralisasi banyak ditentukan oleh dinamika hubungan antar lembaga negara dan kemampuan mereka mengelola konflik elite serta tekanan publik.
Dalam banyak studi, negara-negara seperti Korea Selatan dan Taiwan kerap dijadikan contoh positif dari bagaimana kekuatan institusional negara memainkan peran utama dalam pembangunan. Dengan birokrasi yang disiplin, teknokrasi yang kuat, dan perlindungan terhadap sektor domestik, kedua negara mampu menghindari jebakan ketergantungan dan mengambil keputusan yang berpihak pada kepentingan jangka panjang. Hal ini menunjukkan pentingnya membangun kapasitas institusional sebagai prasyarat utama bagi pengambilan keputusan yang strategis dan berkelanjutan.
Pendekatan Pelaksanaan Kebijakan: Dari Meja Keputusan ke Lapangan
Pendekatan pelaksanaan kebijakan memberikan fokus pada tahap implementasi sebagai bagian integral dari proses pengambilan keputusan. Pemikir seperti Merilee S. Grindle (1980), Albert Hirschman (1981), Liedle (1985), dan Donald Emmerson (1983) menyatakan bahwa kualitas kebijakan tidak hanya ditentukan oleh isi kebijakan itu sendiri, tetapi juga oleh bagaimana ia dilaksanakan di lapangan.
Kebijakan yang dirancang dengan baik secara teoritis dapat gagal ketika masuk ke fase implementasi karena berbagai faktor: kurangnya kapasitas birokrasi, resistensi aktor lokal, tumpang tindih kewenangan, atau bahkan sabotase politik. Dalam konteks negara berkembang, implementasi sering kali dipengaruhi oleh patronase politik, relasi informal, dan ketimpangan sumber daya antar wilayah. Misalnya, reformasi desentralisasi di berbagai negara Asia dan Afrika gagal karena tidak disertai dengan pembangunan kapasitas institusional yang memadai di tingkat lokal.
Lebih jauh, Grindle menekankan pentingnya “politik pelaksanaan” (politics of implementation), di mana proses pelaksanaan sering kali menjadi ajang negosiasi ulang kepentingan antar aktor lokal, pusat, dan eksternal. Implementasi bukan hanya soal teknis administrasi, tetapi juga medan pertarungan kepentingan yang bisa mengubah arah dan hasil kebijakan. Studi Hirschman bahkan menunjukkan bahwa proyek-proyek pembangunan sering kali menghasilkan hasil-hasil tak terduga karena aktor lokal melakukan adaptasi atau bahkan perlawanan terhadap kebijakan pusat.
Demikianlah , ketiga pendekatan — ketergantungan, institusional negara, dan pelaksanaan kebijakan — memberikan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi dalam memahami dinamika pengambilan keputusan di negara berkembang. Pendekatan ketergantungan menekankan struktur global dan posisi subordinatif negara-negara berkembang, sementara pendekatan negara menyoroti kapasitas institusional dan otonomi birokratis. Di sisi lain, pendekatan pelaksanaan kebijakan mengingatkan bahwa keputusan tidak selesai di atas meja perumus, melainkan baru diuji ketika dihadapkan pada realitas sosial-politik lokal. Pemahaman komprehensif terhadap ketiga pendekatan ini menjadi penting bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil yang ingin mendorong pengambilan keputusan yang lebih adil, efektif, dan demokratis di Dunia Ketiga.
Daftar Referensi
- Antlöv, H., & Wetterberg, A. (2011). “Citizen Engagement, Deliberative Spaces and the Consolidation of a Post-Authoritarian Democracy”. Public Administration and Development, 31(2).
- Anderson, P. (1983). Lineages of the Absolutist State.
- Budiman, A., & Sasono, A. (1980). Perkembangan Kapitalisme dan Ketimpangan Sosial di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
- Cardoso, F.H., & Faletto, E. (1979). Dependency and Development in Latin America. University of California Press.
- Crouch, H. (1979). Military Politics in Indonesia. Cornell University Press.
- Emmerson, D.K. (1983). “Understanding the New Order: Bureaucratic Pluralism in Indonesia.” Asian Survey, 23(11).
- Evans, P. (1979). Dependent Development: The Alliance of Multinational, State and Local Capital in Brazil. Princeton University Press.
- Frank, A.G. (1969). Capitalism and Underdevelopment in Latin America. Monthly Review Press.
- Grindle, M. (1980). Politics and Policy Implementation in the Third World. Princeton University Press.
- Hadiz, V.R. (2004). Indonesian Local Politics: A Preliminary Analysis.
- Hirschman, A.O. (1970). Exit, Voice, and Loyalty. Harvard University Press.
- Hirschman, A.O. (1981). Essays in Trespassing. Cambridge University Press.
- Jackson, R. (1978). Personal Rule in Black Africa.
- Liedle, D. (1985). [judul dan penerbit tidak tersedia].
- Robison, R. (1982). Capitalism and the State in Indonesia.
- Schmitter, P. (1974). “Still the Century of Corporatism?” The Review of Politics.
- Stepan, A. (1978). The State and Society: Peru in Comparative Perspective.
- Woo-Cumings, M. (1999). The Developmental State. Cornell University Press.
Jakarta 7 Mei 2025
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia