counter create hit
ArticleEducationFlightFlight Commercial

Tanggapan terhadap Hasil KNKT tentang Sukhoi .

Bogor Area

Beberapa hari yang lalu, KNKT telah mengumumkan hasil penyelidikannya tentang kecelakaan Sukhoi di gunung Salak. Seperti biasa maka bermunculanlah berbagai komentar yang juga datang dari berbagai pihak. Pada umumnya, komentar yang merespon hasil penyelidikan tersebut bernada kurang puas dan bahkan cenderung bernada negatif. Negatif dalam arti, kebanyakan orang berpendapat bahwa hasil yang diumumkan KNKT kelihatan sekali bertujuan untuk menyelamatkan proses produksi dan tentu saja penjualan pesawat Sukhoi Super Jet 100/SSJ-100 tersebut. Penilaian itu terutama merujuk kepada proses pengumuman yang konon dihadiri pula oleh pihak Rusia dan juga kepada hasil yang sama sekali tidak menyentuh “kualitas” dari pesawat terbang produksi terbaru Rusia SSJ-100 .

Mengenai tanggapan yang sinis dari hasil KNKT, terdiri, mulai dari yang berkata bahwa “sudah diatur” dengan pihak pabrik dan atau penjual SSJ-100 sampai dengan yang bernada ekstrim, mengatakan bahwa “memang cara yang paling mudah adalah menyalahkan Sang Pilot Rusia” yang tidak mungkin hadir untuk membela diri.
Respon semacam itu sebenarnya biasa-biasa saja, karena dalam banyak tulisan sebelum ini, saya pernah mengatakan bahwa pengumuman dari hasil penyelidikan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang, tidak akan pernah memberikan kepuasan kepada semua pihak.

Penyebab utamanya adalah, karena memang sulit untuk bisa menerangkan hal yang bersifat teknis penerbangan kepada masyarakat awam. Ditambah lagi saya juga pernah memberikan catatan bahwa Aviation adalah bisnis miliaran dolar yang melibatkan banyak sekali pihak yang berkepentingan dan sangat kuat posisinya. Walaupun sebenarnya, proses penyelidikan dari penyebab kecelakaan pesawat terbang telah diatur sedemikian rupa dalam satu regulasi dan ketentuan yang bersifat dan berstandar internasional, dengan satu sasaran yang mengarah kepada “obyektifitas”. Hal ini terutama sekali adalah karena memang proses penyelidikan dari penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang hanya bertujuan agar kejadian serupa tidak akan terulang kembali. Bukankah seorang Filosof terkenal George Santayana pernah mengatakan bahwa bagi mereka yang tidak mampu mengingat masa lalu, akan dikutuk untuk mengulanginya kembali.


Dari sekian banyak pertanyaan, terutama yang menanyakan bagaimana tanggapan saya terhadap hasil penyelidikan yang telah diumumkan itu, belum atau tidak pernah saya jawab dengan serius. Pertama adalah, karena saya sudah merasa, dan untuk itu saya harus menghargai bahwa KNKT telah bekerja keras dan sangat serius dalam proses penyelidikan tersebut. Yang kedua adalah, karena memang saya belum membaca secara lengkap hasil dari penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat SSJ-100 itu. Setelah banyak media yang memuat sebagian besar dari hasil penyelidikan KNKT serta tanggapan-tanggapan yang bermunculan, maka saya pikir dan memandang perlu untuk juga memberikan sedikit komentar dengan tujuan “berbagi” dalam menyikapi hasil KNKT yang sudah diumumkan tersebut.

Komentar sinis yang muncul sebenarnya dapat disimpulkan sebagai dua hal saja yaitu ketidak percayaan mereka tentang bagaimana seorang Pilot Jagoan (Fingter Pilot dan juga Test Pilot sebuah Pabrik Pesawat) yang sedang dalam proses menjual pesawat barunya (konon sangat canggih peralatannya) bisa begitu ceroboh untuk kemudian menabrak gunung? Masak iya ada Pilot yang sangat berpengalaman terbang dikawasan pegunungan sambil ngobrol sehingga pesawatnya nabrak gunung? Yang kedua adalah dicurigai adanya upaya untuk tidak menyalahkan sama sekali pihak pihak lain terutama ATC dengan peralatan komunikasi dan radar serta sdm yang seharusnya memiliki kemampuan dapat mencegah, atau minimal memberi peringatan saat pesawat berada dalam situasi yang berbahaya.

Untuk hal yang pertama, saya tidak memiliki data yang cukup untuk bisa membahasnya disini. Akan tetapi, dari banyak pengalaman dan juga dari melihat hasil penyelidikan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang yang pernah terjadi, kerap ditemukan satu kesimpulan yang “unbelievable”, yang sulit untuk dapat dipercaya. Kenyataan dari bagaimana mungkin seorang Pilot senior dan bahkan Instruktur bisa mengalami kecelakaan fatal dalam melaksanakan tugasnya. Khusus untuk kasus ini, sekali lagi, saya tidak mungkin memberikan komentar terhadap hasil penyelidikan KNKT, karena selain tidak memiliki data yang cukup saya sendiri tidak ikut serta dalam proses penyelidikan yang pasti tidak mudah.

Namun saya percaya KNKT, dipastikan tidak akan mempertaruhkan reputasinya dalam mengumumkan hasil kesimpulan dari penyelidikan kecelakaan pesawat SSJ-100 itu. Pada setiap kalimat yang mengatakan tentang hal tersebut, sang Investigator pasti memiliki alasan dan dukungan data yang cukup kuat untuk mengutarakannya. Mustahil mereka ber–ilusi atau ngarang ! Saya hanya bisa menganjurkan bagi mereka yang masih penasaran, untuk dapat mempelajari lebih jauh dan lebih mendalam materi hasil penyelidikan KNKT.

Untuk hal yang kedua, saya bisa membantu (dalam membahas lebih jauh) bagi mereka yang mengatakan tidak puas karena hasil KNKT dipandang sama sekali tidak mengoreksi tentang faktor lain selain Pilot terutama mengenai peran ATC dengan peralatan komunikasi, radar dan bahkan mengenai sdm nya. Sebenarnya bila diamati dengan teliti uraian hasil penyelidikan KNKT tentang peran dan atau kontribusi ATC dalam kejadian kecelakaan ini sudah sangat cukup jelas. Namun harus diakui bahwa khusus dalam bahasan mengenai peran ATC tidak atau kurang terlihat “exposure” nya, dibanding dengan penggunaan istilah “human factor” yang terlihat hanya menjurus semata kepada sang Pilot saja.

Paling tidak, bila kita sempat menyimak dengan cermat, maka dalam uraian hasil KNKT disebutkan tentang bagaimana briefing yang seharusnya diberikan dalam proses perencanaan penerbangan tidak dilakukan dengan lengkap dan proporsional. Disitu disebutkan sebagai : “The incomplete briefing and inadequate information on the flight plan suggested that the Pilot would not have been aware of the “Bogor Area” including the area boundaries and altitude limitation”.

Dibagian lain juga diuraikan tentang bagaimana sang Pengawas Lalulintas Udara di Jakarta Approach mengira bahwa yang sedang terbang tersebut adalah pesawat Sukhoi dari jenis pesawat tempur, bukan pesawat penumpang. Hal ini tertera sebagai : “The Jakarta Approach Controller checked the FDED and found that the flight was a SU-30 Sukhoi military aircraft. After checking the information, the controllers understanding of the aircraft type was that it was a Sukhoi military aircraft and that it was flying to the “Bogor Area” for a test flight.

Kemudian disebutkan juga, karena menduga bahwa pesawat tersebut adalah pesawat militer Angkatan Udara yang pasti sudah biasa terbang di atas Bogor Area, maka mereka tidak ragu sedikitpun dalam memberi ijin untuk turun ke 6000 ft.

Tercantum dalam hasil penyelidikan sebagai :”The Jakarta Approach Controller was not concerned about the limits of the Atang Sanjaya (Bogor Area) wich are from ground level up to 6000 ft. The Jakarta Approach Controller assumed that a military aircraft was eligible to fly in this area. As a result Jakarta Approach Controller approved the aircraft to descend to 6000 ft. Uraian selanjutnya juga menerangkan tentang bagaimana kewalahannya sang Controller yang saat itu hanya bertugas sendirian, tanpa ditemani asisten dan supervisor yang mengakibatkan dia baru menyadari bahwa SSJ-100 menghilang dari layar radarnya, 24 menit setelah kejadian.

Dan Terakhir, disebutkan pula tentang bagaimana runyamnya seseorang yang harus mengawasi sekaligus dalam satu kurun waktu mampu mengawasi 14 buah pesawat sekaligus ! Aslinya tertera sebagai :”During that period the Controller was handling 13 other aircraft. This situation was one of the factors that may have contributed to the Jakarta Approach Controller not noticing that the Sukhoi aircraft had disappeared from the radar screen for a period of about 24 minutes.

Nah, dalam pembahasan ini, tanpa bermaksud menyudutkan siapapun, maka kiranya, memang sudah seharusnya kita mulai mengerjakan sesuai skala prioritas pembenahan ATC kita secara mendasar. Undang-undang sebenarnya telah mengamanatkan lebih dari dua tahun yang lalu agar ATC kita di kelola dalam satu wadah single provider, agar pelayanan penerbangan nasional dapat segera memenuhi standar minimum keselamatan terbang Internasional sebagaimana yang tercantum dalam regulasi ICAO (International Civil Aviation Organization). Mudah-mudahan !

Jakarta 27 December 2012
Chappy Hakim
Pencinta Penerbangan

Related Articles

3 Comments

  1. How can the Controller assume the civil aircraft as a military one, pak?

  2. Setuju pak. mnrt sy Pilot tdk mengenal betul daerah, gn salak atau atang s (apakh pilot tdk baca buku panduan peta) dan sibuk nya seorang atc sampai harus mengontrol 15 pswt bersamaan, pastinya fokus ke sukhoi berkurang, di tambah atc menganggap sjet100 adalah pswt tempur F16 yg dpt ringan untuk climb.(CMIIW)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Check Also
Close
Back to top button