Oleh: Chappy Hakim
Dalam panggung sejarah dunia modern, ada satu peristiwa yang kerap menjadi acuan ketika bangsa-bangsa berbicara tentang transformasi yaitu Restorasi Meiji di Jepang. Peristiwa ini tidak sekadar menjadi catatan perubahan kekuasaan, melainkan simbol kebangkitan nasional yang dirancang dengan kesadaran historis, visi jangka panjang, dan keteguhan kepemimpinan. Ia merupakan contoh nyata bagaimana suatu bangsa yang berada dalam ketertinggalan mampu bangkit dan mengejar peradaban global tanpa kehilangan jatidirinya. Dalam konteks Indonesia hari ini, Restorasi Meiji bukan hanya peristiwa sejarah asing, tetapi sebuah cermin yang mengajak kita berkaca, apakah kita memiliki arah yang jelas dalam membangun negeri, ataukah masih terjebak dalam pusaran pragmatisme kekuasaan sesaat?
Restorasi Meiji dimulai pada tahun 1868, ketika Kaisar Meiji mengambil kembali kekuasaan dari tangan para shogun Tokugawa yang telah memerintah Jepang selama lebih dari dua abad. Namun yang penting bukanlah siapa memegang kekuasaan, melainkan apa yang dilakukan dengannya. Dalam waktu singkat, Jepang berubah dari negeri feodal tertutup menjadi negara industri modern dengan sistem pendidikan nasional, birokrasi berbasis kemampuan, militer profesional, dan ekonomi yang mulai menggeliat sejajar dengan bangsa-bangsa Barat. Jepang tidak menjadi Eropa atau Amerika, tetapi menjadi Jepang yang modern, berakar pada tradisi, tetapi bergerak dengan ilmu dan teknologi. Hal ini menjadi pelajaran besar bagi bangsa-bangsa berkembang, termasuk Indonesia.
Keberhasilan Jepang dalam Restorasi Meiji tidak lepas dari keberanian para pemimpinnya untuk melakukan reformasi menyeluruh. Kasta-kasta lama dihapus, kekuasaan dipusatkan, pendidikan dibuka lebar-lebar bagi rakyat, dan sistem pemerintahan diganti dengan yang lebih efisien. Yang luar biasa, semua itu dilakukan dengan semangat kolektif membangun bangsa. Para pemuda Jepang dikirim ke luar negeri, belajar di universitas-universitas Eropa dan Amerika, lalu pulang membawa gagasan baru untuk diolah menjadi kebijakan nasional. Dalam waktu kurang dari empat dekade, Jepang mampu mengalahkan Rusia dalam Perang Tsushima tahun 1905 sebuah kejadian yang membuat dunia terkejut dan mengakui bahwa Asia pun mampu bangkit sejajar.
Kini mari kita lihat ke dalam negeri kita sendiri. Indonesia, negeri yang diberkahi dengan kekayaan alam dan keragaman budaya, justru tampak berjalan tanpa arah yang pasti. Di tengah gemuruh demokrasi elektoral lima tahunan, kita seakan kehilangan pedoman jangka panjang. Tidak ada cetak biru pembangunan nasional yang dijalankan secara konsisten, tak ada kesepakatan bersama tentang ke mana bangsa ini hendak diarahkan dalam 25 atau 50 tahun ke depan. Kita disibukkan oleh wacana politis, oleh pertarungan elite, dan oleh kebisingan media sosial yang sering kali abai terhadap substansi. Dalam situasi seperti inilah, inspirasi dari Restorasi Meiji menjadi relevan dan mendesak untuk direnungkan.
Pelajaran penting yang bisa kita ambil adalah perlunya kepemimpinan nasional yang memiliki keberanian moral untuk menyusun dan menjalankan agenda pembangunan jangka panjang, bukan sekadar meraih kemenangan dalam pemilu berikutnya. Jepang tidak pernah tergiur untuk sekadar menjadi imitasi Barat, melainkan merumuskan identitas modernnya sendiri berdasarkan nilai-nilai yang sudah tertanam dalam kebudayaan mereka. Indonesia pun seharusnya mampu menjadi dirinya sendiri, negara modern yang dibangun di atas fondasi Pancasila, gotong royong, dan pluralisme, bukan menjadi bayang-bayang negara lain atau korban kepentingan asing.
Kita juga harus kembali menyadari bahwa pendidikan adalah kunci utama transformasi bangsa. Jepang tidak memodernisasi dirinya dengan senjata atau propaganda, tetapi dengan membangun sistem pendidikan yang kokoh dan merata. Maka Indonesia pun harus menjadikan pendidikan bukan sebagai komoditas ekonomi atau proyek politik, melainkan sebagai pilar utama pembangunan karakter dan kapasitas bangsa. Kita memerlukan sistem yang memberi ruang meritokrasi sejati, di mana siapa pun bisa tampil memimpin berdasarkan kapabilitas, bukan koneksi.
Lebih dari itu, penting bagi bangsa ini untuk menyusun “buku putih pembangunan nasional” semacam rencana induk jangka panjang yang dirumuskan bersama, disepakati lintas generasi, dan dijalankan oleh siapa pun yang terpilih sebagai pemimpin. Jepang melangkah dengan visi besar fukoku kyōhei, yaitu negara makmur dan militer kuat. Indonesia pun harus punya mimpi kolektif untuk menjadi bangsa yang berdaulat di segala lini, adil terhadap rakyatnya, dan bermartabat di mata dunia. Tanpa visi dan rencana, kekuatan sebesar apa pun akan tercecer dalam kekacauan.
Restorasi Meiji menjadi pengingat bahwa perubahan besar hanya mungkin terjadi jika ada kemauan besar. Ia tidak terjadi karena tekanan asing, tetapi karena kesadaran nasional. Sebaliknya, Indonesia saat ini tampak seakan berjalan tanpa pengarah. Kita memiliki potensi besar, tetapi tanpa kepemimpinan yang jernih, kita hanya akan berputar-putar di tempat. Semoga dalam perjalanan menuju 100 tahun Indonesia merdeka, kita mampu melahirkan Restorasi Indonesia bukan dalam bentuk revolusi berdarah, tetapi dalam bentuk kebangkitan kesadaran kolektif untuk membangun bangsa ini dengan jujur, terencana, dan penuh tanggung jawab.
Kalau Jepang bisa melakukannya pada abad ke-19 dalam kondisi terisolasi dan tanpa sumber daya alam, maka Indonesia pun harusnya bisa, asal kita bersatu dalam satu cita-cita. Restorasi Meiji bukan hanya tentang Jepang. Ia adalah warisan semangat untuk siapa pun yang masih percaya pada masa depan bangsanya. Kita hanya perlu bertanya apakah kita siap? Dan apakah kita punya pemimpin yang berani membawa bangsa ini ke arah sana?
REFERENSI
- Kompas.com. (2022, 5 Agustus). Restorasi Meiji: Lompatan Modernisasi Jepang dalam Sejarah Dunia.
https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/05/190000679/restorasi-meiji-lompatan-modernisasi-jepang-dalam-sejarah-dunia - BBC Indonesia. (2018, 6 Februari). Apa itu Restorasi Meiji yang Mengubah Jepang dalam Waktu Singkat?
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-42944644 - Tirto.id. (2020, 19 Juni). Restorasi Meiji: Modernisasi Jepang dan Akhir Era Samurai.
https://tirto.id/restorasi-meiji-modernisasi-jepang-dan-akhir-era-samurai-fCne - Historia.id. (2021, 12 Maret). Meiji Ishin dan Loncatan Besar Jepang ke Era Modern.
https://historia.id/kultur/articles/meiji-ishin-dan-loncatan-besar-jepang-ke-era-modern-DjMrg - Tempo.co. (2023, 17 Agustus). Indonesia Emas 2045, Mimpi yang Perlu Cetak Biru Nasional.
https://nasional.tempo.co/read/1745996/indonesia-emas-2045-mimpi-yang-perlu-cetak-biru-nasional - The Jakarta Post. (2023, 1 September). Indonesian long-term development: Where is the vision?
https://www.thejakartapost.com/opinion/2023/09/01/indonesian-long-term-development-where-is-the-vision.html - CNN Indonesia. (2024, 15 Februari). Pendidikan Indonesia dan Tantangan Meritokrasi di Tengah Oligarki Politik.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240215100000-32-1027843/pendidikan-indonesia-dan-tantangan-meritokrasi - Harian Kompas. (2024, 17 Agustus). Membangun Indonesia 100 Tahun: Visi Nasional atau Sekadar Retorika? (cetak).
- Jansen, Marius B. (2000). The Making of Modern Japan. Harvard University Press.
- Beasley, W.G. (1972). The Meiji Restoration. Stanford University Press.
Jakarta 6 Agustus 2025
Chappy Hakim