Menulis buku adalah salah satu cara paling bermakna untuk mengabadikan pengalaman hidup. Terlebih bagi para penerbang, profesi yang sarat dengan kisah, tantangan, dan dinamika yang tidak semua orang bisa mengalaminya secara langsung. Di balik ribuan jam terbang, ada cerita-cerita besar yang tidak hanya merekam jejak teknis penerbangan, tetapi juga menggambarkan pergulatan batin, proses pengambilan keputusan yang kritis, serta pelajaran hidup yang sangat personal sifatnya. Oleh sebab itu, ketika para pilot menuliskan kisah mereka ke dalam sebuah buku, sesungguhnya mereka sedang menghadirkan warisan berharga, inspirasi bagi generasi muda yang bercita-cita menjadi penerbang, sekaligus dorongan untuk menulis dan mendokumentasikan pengalaman hidupnya sendiri.
Suasana hangat dan penuh kebanggaan menyelimuti kampus Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug ketika tiga pilot senior kembali ke almamater mereka, bukan untuk mengemudikan pesawat, melainkan untuk meluncurkan buku. Pada Selasa 23 September 2025, STPI Curug menjadi saksi peluncuran tiga karya literasi penerbangan yang lahir dari pengalaman panjang di kokpit. Menjadi lebih istimewa lagi, ketiga buku karya pilot senior ini memilih meluncurkan buku di almamater tempat mereka dulu menimba ilmu yakni Akademi Penerbangan Indonesia yang sekarang telah berubah menjadi Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug. Suasana peluncuran buku di Curug bukan hanya menjadi ajang nostalgia, melainkan juga momen penuh makna untuk memperlihatkan kepada para taruna bahwa para senior mereka telah mengukir jejak tidak hanya di angkasa, tetapi juga di dalam dunia literasi, dunia edukasi. Kehadiran acara ini menjadi simbol bahwa penerbang sejati tidak hanya meninggalkan warisan dalam jam terbang, tetapi juga dalam karya tulis yang akan abadi menginspirasi generasi berikutnya.
Ketiga buku karya pilot senior yang hadir kali ini adalah Menembus Langit Bersama Garuda oleh Capt. Stephanus G. Setitit, Last Flight Pilot oleh Capt. Hanafi Herlim, dan Miracle of Flight oleh Capt. Abdul Rozaq. Ini menjadi bukti nyata bahwa pengalaman di kokpit tidak berhenti pada catatan di logbook semata. Mereka dapat menjelma menjadi kisah-kisah reflektif yang menginspirasi, memperkaya literatur penerbangan nasional, serta membuka mata publik bahwa profesi pilot adalah perpaduan antara keahlian teknis, disiplin, kepemimpinan, dan keteguhan hati.
Capt. Stephanus G. Setitit, Menembus Langit Bersama Garuda
Perjalanan Capt. Stephanus G. Setitit adalah epitome dari dedikasi panjang seorang penerbang Garuda Indonesia. Bermula dari pendidikan di Curug Course 28 tahun 1978, beliau menapaki jenjang karier sebagai copilot DC-9 dan DC-10, hingga dipercaya menjadi kapten di berbagai jenis pesawat antara lain, DC-9, Boeing 737 Classic dan New Generation, Airbus A300, hingga A330. Dengan lebih dari 20.000 jam terbang selama 38 tahun, beliau bukan hanya penerbang berpengalaman, melainkan juga seorang instruktur yang membentuk generasi penerbang berikutnya melalui peran sebagai simulator instructor, route instructor, hingga route check pilot. Dedikasi Capt. Stephanus tidak berhenti di kokpit. Sejak 1998 ia bergabung dengan Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan dipercaya menjadi presidennya sejak 2005, bahkan terlibat aktif dalam organisasi internasional IFALPA. Lewat kiprahnya, beliau mengingatkan pentingnya Majelis Profesi Penerbangan (MPP) sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, yang hingga kini belum juga terbentuk. Suaranya lantang menekankan perlunya perlindungan profesi penerbang dalam kerangka just culture, sebuah pendekatan yang menempatkan faktor manusia secara adil dalam analisis kecelakaan. Buku ini menjadi lebih dari sekadar catatan pengalaman tetapi ia sekaligus adalah manifesto kepedulian, refleksi human factor, serta tanggung jawab seorang penerbang terhadap profesinya.
Capt. Hanafi Herlim , Last Flight Pilot
Buku Last Flight Pilot yang terbit pada 2024 merekam perjalanan seorang penerbang yang menempuh jalan penuh warna yakni dari Curug hingga Merpati, dari CityLink hingga misi penerbangan di kawasan konflik Nigeria dan Afghanistan. Capt. Hanafi Herlim menuturkan pengalamannya terbang dalam kondisi tanpa aturan baku, sebuah realitas keras yang dihadapi oleh sebagian penerbang di medan berbahaya. Catatan ini bukan sekadar memoir, melainkan juga peringatan tentang arti keberanian, keteguhan, dan disiplin seorang pilot. Lebih jauh lagi, kisahnya menjadi bahan refleksi bagi para taruna Curug dan calon-calon penerbang muda. Melalui buku ini, Capt. Hanafi menghadirkan perspektif seorang pilot senior yang ingin menularkan semangat, keteguhan hati, serta kesadaran bahwa profesi penerbang tidak hanya tentang keterampilan teknis, tetapi juga tentang kesiapan mental menghadapi tantangan ekstrem. Ia menuliskan kisah bukan untuk mengagungkan diri, melainkan sebagai bekal dan pelajaran bagi generasi penerus.
Capt. Abdul Rozaq , Miracle of Flight.
Karya Capt. Abdul Rozaq, Miracle of Flight (2009), menghadirkan salah satu kisah paling dramatis dalam sejarah penerbangan nasional. Ia menuturkan kronologi penerbangan GA-241 bersama copilot Hariyadi Gunawan, yang kala itu harus menghadapi situasi kritis yang memaksa mereka mendaratkan pesawat darurat di Bengawan Solo. Kisah ini menggambarkan dengan gamblang bahwa di balik semua teknologi, regulasi, dan keahlian teknis, ada faktor ilahi yang menentukan garis hidup manusia yakni hidup dan mati pada akhirnya berada di tangan Tuhan. Kisah tersebut tidak hanya mendebarkan, tetapi juga penuh makna. Ia menunjukkan bahwa seorang pilot harus siap menghadapi momen yang menempatkan nyawa banyak orang dalam keseimbangan yang rapuh. Buku ini menjadi bukti keberanian, profesionalisme, dan kerendahan hati Capt. Abdul Rozaq, sekaligus menghadirkan renungan filosofis tentang arti kehidupan, tanggung jawab, dan sekaligus kadar dari iman seorang penerbang.
Demikianlah, ketiga buku ini adalah sumbangan berharga bagi dunia literasi Indonesia, khususnya dalam bidang kedirgantaraan. Capt. Stephanus G. Setitit, Capt. Hanafi Herlim, dan Capt. Abdul Rozaq bukan hanya pilot yang telah menembus langit, tetapi juga penulis yang berhasil membumikan kisah, hikmah, dan nilai-nilai luhur dari pengalaman hidup mereka. Bagi generasi muda, karya-karya ini adalah inspirasi untuk terus bermimpi, berani menembus batas, dan menuliskan jejak langkahnya sendiri. Bagi dunia penerbangan, ketiga buku ini adalah pengingat bahwa profesi pilot bukan hanya soal terbang, tetapi juga soal Airmanship, Tanggung jawab, Kepemimpinan, dan Urusan Nilai Etika Kepribadian yang patut diwariskan. Patut di apresiasi untuk Pilot yang menulis Buku.
Selamat Membaca dan secara khusus, Selamat dan Sukses Selalu Untuk Pilot penulis buku, Capt Stephanus, Capt Hanafi dan Capt Rozaq !
Nenek Moyangku Orang Pelaut, Anak Cucuku Insan Dirgantara.
Jakarta 26 September 2025
Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia

