TEPATKAH jika jaringan sistem transportasi udara lebih banyak dikuasai oleh pihak swasta? Apa potensi ancamannya?
Sebagai sebuah negara kepulauan yang besar dan luas, kebutuhan Indonesia akan transportasi udara adalah “conditio sine quanon”, mutlak. Tidak bisa dihindari.
Saat ini wilayah udara sudah dikategorikan sebagai sumber daya alam (SDA) yang sangat penting bagi sebuah negara.
Meski bentuknya tidak sama seperti halnya aneka tambang dan mineral, wilayah udara adalah sumber daya alam yang tak habis-habisnya diolah.
Oleh karena itu, sebagai sumber daya alam, wilayah udara Indonesia harus dikuasai oleh negara demi sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat.
Namun, benarkah wilayah udara nasional Indonesia sudah sepenuhnya dikuasai oleh negara? Sekadar catatan samping, hingga kini masih ada wilayah udara nasional yang “belum” dikuasai negara.
Sistem angkutan udara
Salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya udara adalah membangun sistem angkutan udara yang bertujuan memberi manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan sistem angkutan udara sebagai jawaban dari kebutuhan yang sangat mendesak pada penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Penyelenggaraan angkutan udara nasional harus ditata sebagai bagian yang utuh dari sebuah proses pembangunan nasional.
Maskapai penerbangan harus diselenggarakan oleh pemerintah sebagai salah satu agen pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Itu sebabnya sejak dulu kita mengenal kehadiran maskapai penerbangan Garuda Indonesia, sang duta bangsa milik pemerintah yang berperan sebagai pembawa bendera yang bertugas menghubungkan kota-kota besar di Indonesia, juga di kawasan regional dan dunia.
Selain Garuda, pemerintah juga pernah mendirikan Merpati Nusantara Airlines (MNA). Tugasnya berbeda dengan Garuda. MNA melayani rute penerbangan perintis menghubungkan kota-kota kecil dan terisolasi di segenap pelosok wilayah Nusantara. Sayang, MNA kalah bersaing dan bangkrut.
Menyelenggarakan sistem angkutan udara nasional memang kewajiban pemerintah sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Setelah itu, barulah pihak swasta diberi kesempatan terlibat.
Keterlibatan swasta sepenuhnya pasti bisnis. Luasnya wilayah Indonesia adalah potensi bisnis yang menggiurkan bagi penyelenggaraan angkutan udara.
Dikuasai swasta
Saat ini, adalah kenyataan bahwa penyelenggaraan angkutan udara antar pulau dan kota-kota di seluruh nusantara, termasuk di wilayah-wilayah terpencil, dikuasai oleh maskapai penerbangan swasta.
Bahkan, satu maskapai penerbangan tercatat sebagai maskapai yang memiliki jalur penerbangan terbanyak di Indonesia. Pesawatnya banyak. Tiketnya pun murah. Belum terhitung pesawat-pesawat pesanan yang belum datang.
Tidak ada yang salah dengan itu. Namun, catatan yang perlu diperhatikan adalah, pemerintah mestinya mengambil sikap atas rentetan komplain konsumen yang kerap ditujukan kepada maskapai penerbangan.
Sebab, pemerintah memiliki kewajiban dalam menyelenggarakan sistem angkutan udara yang baik dan aman.
Sekali lagi sistem angkutan udara nasional adalah tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dalam mengelolanya. Pihak swasta yang terlibat dalam penyelenggaraan ini sesungguhnya adalah pelengkap dari sebuah sistem besar yang dimiliki dan diselenggarakan oleh negara.
Namun yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. Yang menguasai jaringan transportasi udara adalah pihak swasta. Bahaya yang mengancam adalah politik dan kebijakan di tingkat strategis dalam penyelenggaraan angkutan udara tidak berada lagi dalam genggaman tangan pemerintah.
Bisa saja situasi ini digunakan oleh pihak tertentu untuk menekan pemerintah demi mengikuti kepentingan segelintir orang atau kelompok. Bila ini terjadi, tentu saja berbahaya bagi eksistensi NKRI dan mengancam kehormatan serta martabat bangsa.
Ke depan, kita memang sudah harus mulai memahami tidak hanya mengenai geo politik dan geo strategi tetapi juga aero politik dan aero strategi.