Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Media Coverage»Kegelisahan Seorang Purnawirawan
    Media Coverage

    Kegelisahan Seorang Purnawirawan

    Chappy HakimBy Chappy Hakim06/16/2014Updated:06/18/20144 Comments3 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    JAKARTA, KOMPAS.com — Tokoh militer Indonesia, Chappy Hakim, memiliki kegelisahan tersendiri terhadap perwira angkatan perang negeri saat ini, terutama setelah merebaknya kasus bocornya surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) tentang pemecatan salah satu prajurit, Prabowo Subianto, 16 tahun silam. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara periode 2002-2005 itu menuangkannya dalam sebuah artikel di laman blog pribadinya,www.chappyhakim.com, yang diunggahnya pada Sabtu (14/6/2014).

    Dalam tulisan berjudul “Tangan yang Sudah Mulai Keriput” itu, peraih beberapa penghargaan satyalencana ini membuka tulisan dengan nostalgia mengingat tangan keriput ayahnya yang kini juga ia lihat di punggung tangannya. Keriput, baginya menandakan ketuaan dan berumur.

    “Tidak terasa, sudah lebih kurang 10 tahun saya pensiun setelah berkiprah lebih dari 30 tahun sebagai Perwira Angkatan Perang Negeri ini. Sekarang, terminologi yang digunakan secara umum bagi orang-orang seperti saya , yang sudah pensiun adalah “purnawirawan”. Bijaksana adalah hal yang sangat didambakan dari mereka yang telah berumur. Bijak dalam bertindak dan bijak dalam berbicara sehingga patut diteladani oleh mereka yang jauh lebih muda,” tulisnya pada bagian pembuka.

    Lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Bagian Udara ini menganggap Akabri sebagai lembaga pendidikan Tinggi yang sangat terhormat, yang ia junjung tinggi, membanggakan, dan telah menghasilkan begitu banyak perwira dengan segudang prestasi pengabdiannya kepada negeri tercinta. Satu lembaga pendidikan perwira militer yang cukup disegani, bahkan di pentas global sekalipun.

    Empat tahun ia digembleng di Kawah Candradimuka yang bernama Akabri. Dalam perjalanan karier, ia menjabat sebagai “Komandan Wing” (Resimen) Taruna Akademi Angkatan Udara, Gubernur Akademi Angkatan Udara, dan juga sebagai Komandan Jenderal Akademi TNI.

    “Saya mengenal betul dan sangat mencintai almamater yang sekali lagi ‘sangat terhormat dan membanggakan’ itu,” ungkapnya.

    Kegelisahannya bermula saat di berbagai media, menurut dia, demikian vulgar para lulusannya kini, terutama para purnawirawan, telah saling melemparkan banyak hal negatif dan bahkan membuka data-data yang seyogianya tersimpan rapi di dalam “personal data” masing-masing dan di dalam lemari instansi yang terhormat.

    Menurut Chappy, perebutan kekuasaan telah memporakporandakan “keperwiraan” dan sifat “kesatria” purnawirawan. Membuka aib prajurit baginya akan membuat cemar lembaga pendidikan yang seharusnya dijunjung tinggi kehormatannya.

    “Saya baru menyadari, bahwa ternyata dalam realitanya sifat ‘perwira’ itu mungkin hanya akan terdapat di dalam dongeng-dongeng belaka.”

    “Masih adakah ‘kehormatan’ itu, yang telah porak poranda hanya dalam hiruk pikuknya Pemilihan Presiden Republik Indonesia? Hanya karena ingin jadi presiden? Sebagai pemimpin, tidak harus menjadi presiden! Lalu di mana ‘patriotisme’ para purnawirawan lulusan Akabri itu, di mana rasa hormat kepada almamaternya? Entah di mana pula kesakralannya himne Taruna, yang selalu mendirikan seluruh bulu roma saat dinyanyikan? Di mana Sumpah Prajurit dan Saptamarga?” papar Chappy yang mulai gelisah ini.

    Pada akhir tulisannya, Chappy kembali mengingat sosok sang ayah yang baginya hanya orang biasa tetapi sangat memegang nilai patriotisme. Ayah yang tak pernah mengungkapkan keburukan temannya di hadapan publik. Ayahnya yang tak pernah mengenyam pendidikan di Akabri.

    “Ternyata memang Akademi tidak sanggup memberikan segala-galanya dalam membangun karakter seseorang, di sisi lain seorang ayah terbukti sangat besar pengaruhnya dalam membentuk dan membangun karakter seseorang,” tutup Chappy. Kompas.com

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleTangan yang sudah mulai keriput.
    Next Article Politik Internasional & Ketahanan Nasional.
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Belajar tentang apa itu Demokrasi

    12/23/2024
    Article

    Buku Audiovisutorial

    10/30/2023
    Article

    Selamat Jalan Bello

    11/07/2022
    View 4 Comments

    4 Comments

    1. Junus on 06/17/2014 1:22 am

      hebat

    2. MSA99 on 06/19/2014 5:05 am

      Wah??..dari tulisan ini, bisa “diasumsikan” peristiwa Mei 1998, “jangan-2” atau kira2… perebutan kekuasaan dipihak ABRI kah ??… selanutnya pula, jangan2- atau kira2, peristiwa G30S PKI 1965 juga perebutan kekuasaan di lingkup ABRI ya ??…. maklum analisa rakyat biasa yg org sipil pak.

    3. Hendry on 06/19/2014 8:05 am

      Yth Pak Chappy;

      Saya bukan pendukung Pak Prabowo… Insyaallah Juli nanti saya mau coblos Jokowi-JK. Tapi saya juga merasakan kegelisahan yg sama walau mugkin tak sampai seperti bpk karena saya memang asli warga negara biasa. Saya ini mau ijin share Pak, siapa tahu nasehat bapak yg jernih ini masih bisa diresapkan oleh orang-orang yg masih cinta republik ini.

      Terimakasih sebelumnya atas kemurahannya.

      Salam
      Hendry

    4. Muriadi Manoto on 06/22/2014 9:31 am

      Two thumbs. Up
      Bravo

    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.