DALAM hidup ini, kadang-kadang perlu juga kita merenungkan sejenak apa-apa yang pernah kita alami. Merenung, kadang juga cukup berguna untuk menarik pelajaran dari pengalaman. Pengalaman kita sendiri atau juga, mungkin dari pengalaman orang lain. Katanya sih :
“Experience is the best teacher”.
Pada satu kesempatan, saya agak kaget, pada waktu dikenalkan dengan isteri seorang teman saya, orang bule yang bernama Walter. Terbiasa dengan teman-teman lainnya lalu saya menegurnya dengan Mrs Walter. Eh, kontan aja dia mengelak dengan mengatakan, sorry, nama saya “Joice”, jadi tolong panggil saya dengan “joice”, bukan Mrs Walter !Kaget, namun tetap saja dalam hati saya nggak tega memanggilnya dengan hanya “Joice”.
Memang rada aneh juga, setelah saya merenung sejenak. Orang Indonesia, pasti akan tersinggung bila dipanggil hanya dengan namanya saja. Saya harus katakan “aneh”, karena memang, bukankah kita memberi nama kepada sesuatu dengan tujuan untuk mudah memanggilnya. Seorang anak, diberi nama dengan tujuan untuk memanggil anak itu. Jadi seseorang diberi nama, untuk digunakan memanggilnya. Tetapi apa yang terjadi?
Pada umumnya orang Indonesia akan marah sekali kalau hanya dipanggil dengan nama nya. Si Badu, kalau dipanggil, Du ! atau Badu !, pasti dia akan marah atau tersinggung. Dia akan merasa sangat nyaman kalo dipanggil Pak Badu, atau bapak Badu, paling tidak ya “Bung Badu atau “Mas Badu”. Belum lagi kalau dia sudah menduduki jabatan tertentu seperti anggota DPR gitu, maka dia harus dipanggil dengan “Yang terhormat Bapak Badu”. Jangan coba-coba memanggilnya dengan hanya “Bapak Badu”, sudah bisa dipastikan, pengajuan anggaran akan segera ditolak. He he…
Terlebih lagi, bila Suminem, isteri bapak Badu itu, dipanggil dengan hanya “nem , nem !” atau “minem”, wah bisa habis didamprat. Dia pastilah akan sangat merasa nyaman bila dipanggil “Ibu Badu” atau “mbak Badu”, padahal, jelas-jelas dia namanya ya “Suminem” bukan “ibu Badu”. Aneh, nama dikasih kan untuk panggilan ,dipanggil namanya koq marah. Begitu juga anak nya, harus dipanggil dengan “mbak” atau “dik”. Begitu juga dengan pembantunya, harus dipanggil dengan “mbak” atau “mbok”, atau “kang” dan lain-lain yang bukan namanya. Akhirnya, ya tidak ada orang Indonesia yang dipanggil dengan namanya. Hampir seluruh nya , dipanggil Bung, Pak atau Mas, Bu, Mbak, Dik dan lain-lain.Aneh juga ya, tapi ya nggak usah dipikirin, namanya juga kita kan sedang merenung, dari pada ngelamun. Geto Loh.
Tentang nama ini, ada anekdot yang menarik beberapa waktu yang lalu, pada saat media masa mengabarkan tentang retaknya hubungan antara Presiden SBY dengan JK. Terkadang memang pemberitaan banyak yang mengulas dengan hanya menafsirkan sesuai dengan persepsi nya masing-masing. Teman saya menceritakan, bahwa ternyata keretakan antara SBY dan JK sudah sulit untuk didamaikan kembali, karena kemarin, JK dipanggil SBY sudah tidak merespon sama sekali. Lho, telah separah itu? Ya nggak juga, tapi kan masak JK dipanggil SBY mau ? Namanya kan JK bukan SBY. ***