counter create hit
Flight

Cessna T-41D Mescalero

Cessna T-41 Mescalero
Cessna T-41 Mescalero

Setelah saya selesai menempuh fase primary training dengan menggunakan pesawat capung, Piper Cub L-4j program berikutnya adalah memasuki tahapan basic training.   Dalam basic training ini para siswa penerbang akan menjalankan pelatihan  menggunakan dua jenis pesawat,  yaitu masing-masing pesawat Cessna T-41 D dan pesawat T-34 A Mentor.

Pesawat Cessna T-41 dengan nama populernya Mescalero adalah versi militer dari pesawat Cessna  172, yang banyak digunakan  untuk  melatih para calon penerbang di Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) dan juga Angkatan Daratnya.

Mescalero adalah  merupakan  “Pilot Training Aircraft” dari USAF dan US Army.    Pesawat buatan pabrik pesawat terbang Cessna ini adalah memang di disain sejak awal sebagai “Primary Pilot Trainer”, diproduksi pertama kali tahun 1964.   Pesawat yang merupakan pengembangan dari bentuk asalnya Cessna 172  tersebut, juga digunakan oleh Thailand untuk melatih para penerbang Angkatan Udara dan Angkatan Darat.

Mescalero, sejarahnya bermula dari  saat  USAF, membutuhkan sebuah pesawat terbang latih  yang dapat dengan efisien menyaring para calon Pilot  yang akan memasuki sekolah penerbang di jajaran Angkatan Udara.   Saat itu, berkait dengan perang dingin antara kubu Amerika dengan Uni Sovyet, masing-masing berusaha untuk mengembangkan Angkatan Perangnya di segala lini.   Di era itu USAF segera akan merekrut banyak Pilot,  yaitu seiring dengan peningkatan produksi pesawat terbang tempur, pembom, transport dan juga Helikopter.    Diawalnya USAF, memesan sebanyak 237 buah pesawat T-41 A untuk keperluan tersebut.

Berikutnya, Angkatan Darat Amerika memesan untuk keperluan yang sama namun dari seri yang berbeda yaitu T-41 B masih dengan mesin yang sejenis yaitu Continental IO-360 yang bertenaga 210 hp atau 160 kW constant speed propeller.   Di  tahun 1968, USAF memerlukan tambahan 52 pesawat lagi, maka dipesanlah pesawat T-41 dari seri C yang diperuntukkan bagi USAF Academy di Colorado Spring.   Pesawat Cessna T-41, dari berbagai seri ini cukup banyak diproduksi dan digunakan, selain oleh Amerika, Thailand dan Indonesia, juga digunakan pada  lebih dari 20 negara di seluruh dunia.Berbeda dengan pesawat L-4 j, maka Cessna T-41 D, memiliki seat yang “side by side” atau berdampingan.   Posisi ini memang sangat memudahkan Instruktur dalam memberikan instruksi, namun menjadi agak kurang nyaman bagi sang siswa penerbang.   Interior kokpit Mescalero terhitung sangat mewah untuk ukuran di masa itu, lebih-lebih bila dibandingkan dengan kokpit Piper Cub dan juga kokpit T-34A Mentor.   Suara mesin Continental yang relatif halus dan juga dilengkapi dengan Starter Motor dan  starter switch di panel kokpit membuat pesawat ini seperti layaknya sebuah mobil mewah.   Pintu di kiri dan kanan kokpit yang dilengkapi dengan jendela yang cantik, sangat memudahkan bagi Pilot untuk naik dan turun pesawat.

Selain itu, karena Mescalero ini adalah pesawat dengan “nose wheel”, maka tongkrongannya di darat menjadi sangat comfortable, yaitu datar, tidak dalam posisi mendongak seperti Piper Cub.   Perbedaan lainnya adalah flight control dari T-41 D, tidak sama dengan Piper Cub yang berbentuk stick  namun berbentuk “wheel coulomb” atau steering wheel seperti layaknya yang ada di pesawat-pesawat transport.   Lay out instrument yang tersaji di panel sudah mewakili panel instrument dari pesawat modern.   Beberapa indicator yang menyajikan area-area berbahaya sudah tersaji dengan warna-warna cerah, seperti kuning dan merah.   Demikian pula dengan alat komunikasi yang terpasang, sudah memberikan pilihan, apakah akan menggunakan  “head set”, atau cukup  dengan menggunakan speaker di kabin dengan suara yang sangat jelas.

Khusus untuk beberapa sistem dipesawat, terutama mesin, meski masih sederhana akan tetapi sudah mulai agak menjelimet.   Walau masih belum jauh berbeda dengan mesin di Piper Cub, akan tetapi sudah mulai berubah menuju disain engine yang menggunakan spesifikasi khusus bagi keperluan sebuah pesawat terbang modern.   Penataan kursi dengan konstruksi berdampingan, membuat pengaturan posisi kursi untuk naik turun dan mundur maju menjadi sangat lapang.   Ditambah lagi, walaupun pesawat ini adalah merupakan pesawat latih, tetapi didalamnya tersedia 4 buah kursi.   Dua kursi depan untuk Pilot serta student pilot dan dibelakang masih ada dua buah lagi seat untuk penumpang.   Letak sayap yang berada di atas badan pesawat  atau disebut high wing, membuat para  pilot dan penumpang memperoleh sudut pandang yang cukup luas untuk melihat kesekeliling.   Begitu juga dengan penempatan Throttle, Mixture  dan Prop control  yang berada ditengah-tengah sangat membantu Pilot dalam melakukan tugasnya.

Pengalaman terbang dengan pesawat T-41 D, tentu saja sangat berbeda bila dibandingkan dengan  saat terbang menggunakan Piper Cub.   Namun dengan status student pilot yang duduk berdampingan dengan Instruktur, tidak lah mungkin dapat merasakan kemewahan terbang dengan pesaat ini.   Exercise dalam masalah-masalah latihan terbang begitu menyita waktu dan konsentrasi untuk dapat menikmati pesawat baru ini.

Catatan, pesawat yang digunakan oleh para siswa penerbang dari Sekbang angkatan 18 adalah pesawat T-41 D yang “brand new” yang digunakan oleh Angkatan Udara.   Pelajaran dan latihan untuk fase Basic Training menggunakan pesawat T-41 D, tidaklah begitu berat, namun tetap saja , seperti di Pesawat Piper Cub, saya menghadapi sedikit kesulitan dalam mengerjakan manuver-manuver tertentu.    Beberapa kali Instruktur sempat putus asa mengajar saya, terutama dalam sesi untuk bisa dilepas terbang solo,   terbang sendirian tanpa Instruktur.   Masalahnya adalah bila tidak berhasil terbang solo, para siswa tidak bisa melanjutkan pada  sesi berikutnya.   Ada batasan jam terbang dan kesempatan berapa sorti penerbangan yang tidak boleh dilampaui,  yang dapat mengakibatkan seseorang sudah harus selesai pada setiap tahapannya.   Demikianlah, mulai dari Piper Cub  di fase Primary sampai dengan terbang menggunakan T-41 D,di basic training , sudah cukup banyak perwira siswa yang berguguran.   Batasan sorti dan atau jam terbang dalam satu sesi yang tidak boleh dilampaui, risikonya adalah dikeluarkan atau di “grounded” .

Ditahun-tahun itu rata-rata kelulusan  setiap angkatan dari perwira siswa di sekolah penerbang adalah hanya 40 % saja.    Tentu  sebagian besar akan berguguran dalam  fase Primary dan Basic  Training.   Saya berusaha mati-matian untuk dapat berhasil menjadi penerbang.   Setiap saya menghadapi kesulitan dalam melakukan manuver-manuver tertentu, bayang-bayang akan di grounded selalu saja membayang dikepala saya.   Pada saat yang bersamaan, saya teringat pada wajah ibu dan ayah saya yang sangat penuh harapan agar anaknya berhasil bisa menjadi penerbang.   Terkadang timbul juga  rasa putus asa, sekali gus muncul pula motivasi, bila mengingat keinginan yang kuat seiring dengan menghadapi kenyataan.   Hal ini terutama sekali disebabkan dengan sikap para Instruktur terhadap siswanya.   Ada yang cocok dengan Instrukturnya, ada pula yang sama sekali tidak cocok.

Di Fase basic terbang dengan T-41 D ini saya pernah agak nekat mengajukan permintaan ganti Instruktur, karena saya merasa bisa , namun Instruktur yang terlalu keras dapat menyebabkan saya tidak tenang dalam melakukan  sesi pelatihan terbang terutama selama di udara.   Saya tahu, Instruktur saya saat itu sangat berharap saya untuk dapat cepat bisa terbang solo, namun disisi lain saya sering terganggu konsentrasi oleh ulah sang Instruktur yang terlalu memaksa dan keras.   Secara tidak langsung, memang sebenarnya para Instruktur menginginkan dapat “cepat-cepat” me-rilis siswa nya untuk dapat segera terbang solo dengan jam terbang yang minimum.

Saya sendiri sebenarnya juga ingin dapat cepat berhasil terbang solo, akan tetapi dua keinginan dari dua orang, instruktur dan siswa, terkadang sulit untuk dapat berjalan dengan seirama.   Akan tetapi, alhamdullillah, walau tidak masuk dalam jajaran siswa-siswa yang lapis pertama terbang solo, saya berhasil juga untuk dapat segera terbang solo dengan tidak berada dalam barisan belakang.    Perjuangan dimana saja pastilah akan berhadapan dengan tantangan-tantangan yang harus bisa kita atasi dengan baik.   Bayang-bayang harapan besar dari orang tua,  saudara-saudara dan juga teman-teman dekat untuk melihat saya jadi penerbang adalah merupakan salah satu spirit yang mendorong saya untuk tidak mudah putus asa.   Sampai dengan exercise terakhir dari silabus penerbangan  latihan terbang T-41 D di fase basic ini, pada akhirnya berhasil saya lewati dengan baik.    Tidak ada waktu untuk merayakannya dengan bersenang-senang , karena latihan berikutnya yang masih dalam tahapan basic training menggunakan pesawat Mentor T-34 A sudah menanti di depan mata.

Jakarta 11 Januari 2011
Chappy Hakim

Related Articles

3 Comments

  1. senang membaca tulisan bapak, saya berharap bapak tetap sehat dan tetap terus menulis berbagi pengalaman terbang dan operasi militer,
    salam oedara,..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button