AUKUS dapat dipandang sebagai Langkah Terselubung
Strategi Pertahanan Australia Pasca-Trauma Trikora

Di tengah hingar-bingar wacana Indo-Pasifik, kehadiran AUKUS—pakta pertahanan trilateral antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat—bukan sekadar kabar hangat geopolitik, melainkan bagian dari rencana strategis jangka panjang Australia. Bagi Indonesia, AUKUS tak bisa dibaca hanya dalam kerangka kontemporer. Ia mesti dilihat sebagai kelanjutan dari rasa trauma mendalam Australia terhadap kekuatan militer Indonesia pada masa lalu, terutama sejak Operasi Trikora diluncurkan di awal 1960-an.
Trauma Strategis Pasca-Trikora
Ketika Indonesia melancarkan Operasi Trikora (1961–1962) untuk merebut Irian Barat dari Belanda, Australia merasakan ancaman eksistensial yang nyata. Sebagai sekutu dekat Belanda dan negara persemakmuran Inggris, Australia khawatir bahwa kampanye militer Indonesia dapat meluas ke wilayah utara mereka yang kosong secara demografis. Kekhawatiran itu makin besar ketika Indonesia memasuki era Dwikora (konfrontasi dengan Malaysia) dan kemudian melakukan intervensi ke Timor Timur tahun 1975.
Dari kaca mata Australia, Indonesia terlihat sebagai kekuatan militer regional dengan kecenderungan ekspansionis, dan mereka meyakini perlu ada kebijakan pertahanan yang sistematis untuk mengantisipasi skenario konflik di utara. Maka lahirlah Doktrin Pertahanan Australia (Defence of Australia Doctrine), yang menekankan pentingnya pengawasan dini, kendali wilayah utara, dan kemampuan menghalau ancaman dari jauh. Salah satu implementasi rasa khawatir ini terlihat dalam disain penyusunan Buku Putih Australia yang intinya adalah Defense White Paper dikenal sebagai Dibb White paper yang mengklaim antisipasi ancaman akan datang dari utara yaitu negara fiktif dengan nama sandi Kamaria. Dibb White Paper ini telah dilatihkan pada Tingkat strategis dengan simulasi perang bertajuk Kangaroo 89 pada tahun 1989. Sebuah refleksi rasa khawatir secara nasional yang harus disiapkan dengan Latihan yang dijuluki The biggest ever National Security Exersice.
JORN: Pengintai Senyap ke Utara
Dalam kerangka strategi itu, Australia membangun Jindalee Operational Radar Network (JORN)—sistem radar canggih over-the-horizon (OTHR) yang mampu mendeteksi pergerakan udara dan maritim sejauh 3.000 km dari daratan utara Australia. Sistem ini mulai dikembangkan sejak akhir 1980-an dan dioperasikan penuh pada awal 2000-an.
Secara teknis, cakupan JORN meliputi wilayah Indonesia, Laut Arafura, Timor Leste, hingga Laut Natuna Utara. Meski secara resmi dikatakan untuk “keamanan dan stabilitas kawasan,” sistem radar ini juga memiliki fungsi militer strategis yang kuat: memberikan air cover dan early warning untuk menghadang potensi ancaman dari utara.
Sumber resmi dari Defence Science and Technology Group Australia menyatakan bahwa JORN:
“provides surveillance of Australia’s northern approaches to support the Australian Defence Force’s air and maritime operations.”
(DSTG Annual Report, 2005)
AUKUS: Platform Baru dengan Kapal Selam Nuklir
Ketika AUKUS diumumkan pada 2021, perhatian global tertuju pada keputusan Australia untuk membeli dan mengoperasikan kapal selam bertenaga nuklir dari AS dan Inggris. Kapal selam jenis ini memiliki jangkauan tempur jauh lebih luas, bisa beroperasi berbulan-bulan tanpa terdeteksi, dan mampu menjadi alat proyeksi kekuatan tempur di kawasan.
Dengan kombinasi kapal selam nuklir dan perlindungan radar JORN, Australia kini memiliki kemampuan militer untuk memproyeksikan kekuatan hingga jauh ke utara, termasuk mengamati dan mengintervensi kawasan strategis seperti Natuna Utara, yang berbatasan langsung dengan klaim overlapping di Laut Tiongkok Selatan.
AUKUS, dalam hal ini, tidak sekadar membangun “kemitraan strategis,” tetapi menghidupkan kembali sistem pertahanan regional Australia yang sebelumnya bersifat defensif menjadi lebih ofensif dan proaktif, menyentuh ruang strategis yang selama ini dianggap sensitif oleh Indonesia. Titik ini baru terkuak pasca AUKUS terbentuk yang didalamnya termasuk pengadaan kapal selam nuklir Angkatan Laut Australia.
Strategi Terselubung: Dari Ketakutan Menjadi Daya Gentar

Dari perspektif historis, dengan mudah terbaca bahwasanya AUKUS adalah kelanjutan dari strategi panjang Australia untuk menghindari kerentanan di wilayah utara, suatu ketakutan laten yang dipicu oleh kekuatan Indonesia di era Presiden Soekarno. Jika dulu strategi pertahanan Australia bersifat diam-diam melalui sistem seperti JORN, kini mereka terlihat sekali secara terbuka memperkuat postur militernya melalui aliansi besar yang melibatkan dua kekuatan nuklir global.
Bagi sebagian analis, AUKUS bukan hanya ditujukan untuk membendung Tiongkok, tetapi juga atau lebih lebih untuk membatasi ruang gerak strategis negara-negara seperti Indonesia yang dianggap memiliki potensi kekuatan tak terprediksi, baik secara politik maupun militer. Australia, dalam hal ini, bertindak sebagai “perpanjangan tangan” kepentingan Barat di bagian selatan Indo-Pasifik.
Penutup: Warisan Ketidakpercayaan yang Membeku
Dinamika ini menjelaskan mengapa hubungan Indonesia dan Australia hingga kini sulit benar-benar terbuka dan jujur. Di permukaan, kerja sama terus dijalin, namun di bawahnya masih tersimpan kecurigaan historis yang mendalam dari kedua belah pihak. Bagi Indonesia, Australia kerap dianggap terlalu dekat dengan kekuatan Barat dan tidak netral dalam urusan kawasan. Sementara bagi Australia, Indonesia masih dilihat dengan hati-hati, terutama ketika kekuatan militer dan retorika nasionalismenya menguat. Indonesia terlihat oleh Australia sebagai sebuah negara yang tidak bisa di duga dalam perjalanan ditengah dinamika politk global terutama manajemen konklik dalam negeri yang sulit dan bahkan tidak bisa di baca arahnya.
Pada sisi lain AUKUS dan JORN adalah simbol dari ketidakpercayaan strategis itu, yang diwariskan sejak masa Trikora dan tidak pernah benar-benar selesai. Maka dari itu, membangun hubungan yang sehat dan saling menghormati di antara dua negara tetangga ini memerlukan upaya rekonsiliasi sejarah dan kesediaan untuk lebih transparan dalam agenda keamanan. Tanpa itu, hubungan RI–Australia akan terus berjalan dalam diam-diam, penuh perhitungan, dan rentan retak dalam momen krisis. Sebuah hubungan yang sangat layak diberi judul “Benci tapi Rindu”. Last but not least kiranya RI dan Australia sebagai dua negara besar berstatus tetangga dekat, tidak memiliki pilihan lain kecuali bershabat. Persahabatan yang membutuhkan mutual respect sekaligus mutual understanding. Dirgahatyu Hubungan RI Australia.
Referensi
- DSTG Annual Report (Australia) – Overview of JORN Capabilities, 2005–2010.
- ASPI (Australian Strategic Policy Institute) – AUKUS and Australia’s Strategic Reach, 2022.
- BBC News – AUKUS: Australia’s Submarine Deal Sparks Global Reactions. 16 September 2021. https://www.bbc.com/news/world-58564837
- Green, Michael et al. Strategic Hedging in the Indo-Pacific: Australia’s Defence Planning and Indonesia’s Role. CSIS Report, 2023.
- Brown University – Costs of War Project – Total U.S. Defense Spending Post-9/11. https://watson.brown.edu/costsofwar
- Hugh White, The Defence of Australia, Allen & Unwin, 1987.