Keberlangsungan hidup manusia sangat bergantung pada stabilitas iklim bumi. Tanpa iklim yang seimbang, sistem pangan, kesehatan, dan ekosistem tidak dapat berjalan dengan baik. Pemanasan global yang terus meningkat telah menyebabkan gelombang panas, banjir, kekeringan, dan bencana alam lain yang semakin sering terjadi. Fenomena ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kualitas hidup, memperlebar kesenjangan sosial, serta mengganggu stabilitas ekonomi dan politik global.
Dampak perubahan iklim telah nyata dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Di banyak negara, gelombang panas ekstrem meningkatkan angka kematian akibat penyakit jantung dan pernapasan. Di wilayah pesisir, naiknya permukaan laut mengancam pemukiman, infrastruktur, dan jutaan mata pencaharian. Dalam konteks Indonesia, kekeringan panjang mengganggu produksi pangan, sementara banjir rob merendam kota-kota pesisir seperti Jakarta dan Semarang. Selain itu, meningkatnya suhu laut memengaruhi hasil tangkapan ikan, yang berarti mengancam ketahanan pangan sekaligus pendapatan nelayan. Semua contoh ini menunjukkan bahwa perubahan iklim adalah ancaman multidimensional terhadap kesehatan, ekonomi, dan keamanan manusia.
Karena itu, upaya menuju net zero menjadi krusial. Net zero bukan sekadar target teknis, melainkan strategi global untuk memastikan bahwa generasi mendatang tetap dapat hidup di bumi yang layak huni, dengan udara bersih, air yang cukup, pangan yang terjamin, dan ekosistem yang terjaga.
Apa itu Net Zero?
Istilah net zero merujuk pada kondisi ketika jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer seimbang dengan jumlah yang diserap kembali melalui mekanisme alami maupun teknologi. Dengan kata lain, emisi yang dikeluarkan harus diimbangi dengan penyerapan kembali melalui reforestasi, pengelolaan lahan berkelanjutan, atau teknologi penangkap karbon (carbon capture). Tujuan utama net zero bukan sekadar mengurangi emisi, melainkan memastikan bahwa total emisi global tidak menambah pemanasan bumi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menargetkan dunia mencapai net zero emisi pada tahun 2050 untuk menjaga kenaikan suhu global tetap di bawah 1,5°C sesuai Kesepakatan Paris 2015. Jika target ini gagal dicapai, risiko bencana iklim akan semakin besar dan sulit dikendalikan.
COP dan Peranannya
Conference of the Parties (COP) adalah forum tahunan negara-negara anggota United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Pertemuan ini pertama kali digelar tahun 1995 di Berlin, dan sejak saat itu menjadi arena utama diplomasi internasional dalam mencari solusi atas krisis iklim. Melalui COP, lahir berbagai tonggak penting. Protokol Kyoto 1997 adalah perjanjian internasional pertama yang mewajibkan negara-negara maju menurunkan emisi. Kemudian, Paris Agreement 2015 menjadi terobosan besar karena menyatukan komitmen seluruh negara untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C, bahkan berusaha menahannya hingga 1,5°C. Setiap COP berikutnya membahas perkembangan komitmen, skema pembiayaan iklim, serta langkah-langkah konkret menuju net zero. COP bukan sekadar forum politik, melainkan ruang negosiasi yang menentukan arah kebijakan global. Di dalamnya, terjadi tarik menarik kepentingan antara negara maju dan negara berkembang, antara ambisi lingkungan dan kebutuhan pembangunan ekonomi. Meski sering diwarnai perdebatan, COP tetap menjadi simbol harapan bahwa dunia mampu bekerja sama menghadapi krisis iklim.
Tantangan Menuju Net Zero
Meski konsepnya jelas, jalan menuju net zero penuh tantangan. Kesenjangan Utara–Selatan, Negara maju telah lama menjadi penyumbang emisi terbesar, sementara negara berkembang menuntut keadilan iklim serta dukungan finansial untuk transisi energi. Ketergantungan pada Energi Fosil, banyak negara masih bergantung pada batu bara, minyak, dan gas untuk pertumbuhan ekonomi. Transisi ke energi terbarukan memerlukan investasi besar dan infrastruktur baru. Teknologi Penangkap Karbon, Inovasi teknis seperti Carbon Capture and Storage (CCS) atau Direct Air Capture (DAC) masih mahal dan belum tersedia secara luas. Kepentingan Politik dan Ekonomi, Negosiasi di COP sering terhambat tarik menarik antara kepentingan jangka pendek ekonomi nasional dan kepentingan jangka panjang penyelamatan bumi.
Net Zero dan Indonesia
Sebagai negara kepulauan dengan hutan tropis terluas ketiga di dunia, Indonesia memegang peranan strategis dalam pencapaian target net zero global. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, dengan strategi transisi energi, penghentian pembangunan PLTU batu bara baru, serta program rehabilitasi hutan mangrove. Namun, implementasinya menghadapi tantangan serius. Ketergantungan tinggi pada energi fosil membuat transisi energi tidak mudah. Selain itu, kebutuhan pendanaan yang sangat besar menuntut dukungan internasional, sementara tata kelola lingkungan dalam negeri masih sering lemah. Meski begitu, Indonesia memiliki potensi besar melalui energi terbarukan seperti panas bumi, surya, dan angin, serta melalui peran hutan tropis sebagai penyerap karbon alami. Dengan posisi geografis dan sumber daya alam yang unik, Indonesia dapat menjadi contoh negara berkembang yang berhasil menjalankan pembangunan berkelanjutan sekaligus mendukung agenda global net zero.
Kesimpulan
Net zero bukan sekadar jargon, melainkan sebuah keharusan untuk menyelamatkan bumi dari krisis iklim yang semakin nyata. COP hadir sebagai wadah global yang mempertemukan negara-negara dalam merumuskan solusi kolektif. Namun, pencapaiannya memerlukan komitmen politik, dukungan teknologi, pendanaan, serta kesadaran kolektif seluruh umat manusia. Bagi Indonesia sendiri, net zero bukan hanya tentang memenuhi komitmen internasional, tetapi juga tentang menjaga masa depan rakyatnya, menjamin ketersediaan pangan, air, udara bersih, dan lingkungan hidup yang sehat. Dengan demikian, net zero adalah agenda penyelamatan peradaban manusia, yang harus diwujudkan melalui langkah berani, konsisten, dan kolaboratif. Tanpa itu, target net zero 2050 hanya akan menjadi janji tanpa makna belaka.
Jakarta 25 September 2025
Chappy Hakim
Disusun, dirangkum dari berbagai sumber dan AI