Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Mengapa Banyak Maskapai Menunda Penggunaan Boeing 777X
    Article

    Mengapa Banyak Maskapai Menunda Penggunaan Boeing 777X

    Chappy HakimBy Chappy Hakim07/18/2025No Comments5 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Oleh: Chappy Hakim

    Di dunia penerbangan sipil, Boeing 777 merupakan legenda. Sejak pertama kali mengudara pada pertengahan dekade 1990-an, pesawat wide-body ini menjadi tulang punggung banyak maskapai kelas dunia dari Emirates yang mengoperasikan ratusan unit, hingga Singapore Airlines yang dikenal dengan armada terbarunya. Tak berlebihan bila B777 disebut sebagai “si raksasa langit” yang merevolusi penerbangan jarak jauh. Maka ketika Boeing mengumumkan pengembangan generasi terbarunya, B777X, harapan pun melambung tinggi. Namun hingga kini, pesawat tersebut justru belum menyentuh landasan operasional. Apa yang membuat banyak maskapai menunda penggunaannya?

    Burung Besi yang Terlambat Lahir

    B777X dijanjikan sebagai pesawat paling canggih di kelasnya: kapasitas hingga 426 penumpang, rentang terbang lebih dari 16.000 km, sayap komposit dengan folding wingtips, dan efisiensi bahan bakar 10% lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya. Namun rencana tinggal rencana. Pesawat yang sedianya mulai dikirim tahun 2020, kini baru diperkirakan akan mulai mengudara secara komersial paling cepat tahun 2025 bahkan bisa lebih lama.  Sumber utama keterlambatan ini adalah proses sertifikasi yang tertunda karena pengawasan ekstra ketat dari FAA (Federal Aviation Administration) Amerika Serikat. Hal ini tidak terlepas dari luka lama yang ditinggalkan tragedi Boeing 737 MAX, di mana dua kecelakaan fatal memaksa FAA mengkaji ulang prosedur sertifikasi semua produk Boeing. Dunia penerbangan kini jauh lebih berhati-hati, dan setiap fitur baru termasuk desain sayap yang bisa dilipat di ujungnya, harus melewati uji kelayakan yang luar biasa ketat. Bagi maskapai, ketidakpastian ini sangat mahal. Jadwal pengiriman yang berubah-ubah berdampak pada perencanaan armada, rute, hingga investasi pelatihan pilot dan teknisi. Mereka pun memilih berhitung ulang.

    Pukulan Pandemi dan Peta Ulang Strategi

    Datangnya pandemi COVID-19 menjadi hantaman kedua. Selama dua tahun lebih, langit nyaris sepi. Rute-rute long-haul seperti New York–Dubai atau London–Singapore, yang selama ini menjadi habitat utama B777, ditutup atau sangat dibatasi. Maskapai terpaksa melakukan efisiensi brutal, meng-grounded pesawat berbadan lebar, memangkas rute, dan menunda pembelian pesawat baru.  Dalam situasi demikian, membeli pesawat jumbo seperti B777X terasa seperti keputusan yang terlalu berisiko. Maskapai kini cenderung beralih ke pesawat yang lebih ringan dan fleksibel, seperti Boeing 787 Dreamliner atau Airbus A350, yang mampu melayani rute panjang namun dengan kapasitas lebih ramping dan biaya operasional lebih rendah.  Bahkan Emirates, operator terbesar B777 di dunia ikut menyesuaikan diri. Dalam pernyataannya, President Emirates Sir Tim Clark mengakui bahwa penundaan pengiriman B777X telah membuat perusahaannya berpikir ulang soal peremajaan armada dan memperpanjang usia pesawat lama.

    Masalah Produksi dan Reputasi Boeing

    Tak dapat disangkal, Boeing sendiri sedang berada dalam fase sulit. Selain masalah teknis pada B777X, perusahaan ini menghadapi tantangan internal mulai dari krisis manajemen, gangguan rantai pasok, hingga masalah kualitas produksi di berbagai lini termasuk pada pesawat 787 dan 737.  Di tengah sorotan publik dan tekanan regulator, Boeing tidak bisa lagi “main cepat.” Mereka harus memastikan bahwa setiap baut, kabel, hingga perangkat lunak benar-benar lolos uji. Ini menyebabkan backlog produksi yang panjang, yang pada gilirannya membuat maskapai merasa tidak yakin kapan mereka benar-benar akan menerima pesanan mereka.  Beberapa kasus bahkan menyoroti cacat desain seperti door plug pada 737 MAX 9 yang lepas saat mengudara. Isu ini, meski bukan terjadi pada B777, tetap saja mempengaruhi persepsi maskapai terhadap keseluruhan integritas Boeing.

    Tantangan Lingkungan dan Tren Industri

    Di masa lalu, ukuran besar dianggap prestisius. Namun hari ini, efisiensi dan emisi karbon menjadi pertimbangan utama. Uni Eropa, misalnya, sudah mulai menyiapkan pajak karbon untuk maskapai yang mengoperasikan pesawat boros bahan bakar. Dunia sedang bergerak menuju net zero aviation.  Maskapai yang sadar akan tren ini mulai menghindari pesawat besar dengan mesin kembar berdiameter besar seperti B777X. Mereka memilih pesawat twin-engine yang lebih ringan, atau bahkan mulai menguji pesawat berbahan bakar ramah lingkungan. Bahkan untuk rute trans-Pasifik atau trans-Atlantik, kini pesawat ukuran menengah bisa terbang langsung berkat kemajuan teknologi mesin dan juga aerodinamika.

    Antara Menunggu dan Menyiasati

    Maskapai saat ini berada pada titik  persimpangan jalan. Mereka tentu menyadari bahwa B777X adalah pesawat luar biasa dari sisi teknologi. Namun dalam realitas bisnis yang terus berubah, membeli pesawat bukan soal kecanggihan semata, melainkan juga soal kepastian, efisiensi, dan fleksibilitas. Daripada terburu-buru mengadopsi armada besar yang masih belum tersedia, mereka memilih untuk menunggu. Dalam dunia bisnis yang berbasis data, keputusan menunggu bisa jadi lebih rasional ketimbang investasi mahal yang penuh risiko.  Di sisi lain, bola kini berada di tangan Boeing. Mampukah mereka memenuhi harapan maskapai, menyelesaikan seluruh proses sertifikasi dengan transparan dan tepat waktu, serta meyakinkan dunia bahwa raksasa barunya bukan hanya besar, tapi juga bisa diandalkan? Sampai saat itu tiba, B777X tetap akan menjadi pesawat impian yang masih tertahan di hanggar. Indah dalam spesifikasi, tetapi belum berdaya guna dalam realita.

    Referensi:

    • Reuters. (2023). Boeing 777X Program Faces More Delays.
    • The Wall Street Journal. (2024). FAA Steps Up Oversight of Boeing.
    • Simple Flying. (2024). Why Airlines Are Delaying Boeing 777X Orders.
    • McKinsey & Company. (2021). Post-COVID Long-Haul Travel Trends.
    • Emirates Group Annual Report. (2024).
    • IATA. (2023). Airline Industry Outlook.
    • Jakarta 18 Juli 2025
    • Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia
    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleKenapa dan Bagaimana Stres
    Next Article Refleksi dari Battle of Britain
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Kapten AI171 dan Psikologi di Balik Kecelakaan Udara

    07/18/2025
    Article

    Refleksi dari Battle of Britain

    07/18/2025
    Article

    Kenapa dan Bagaimana Stres

    07/15/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.