Dari Isolationism ke Global Hegemony
Oleh: Chappy Hakim
Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia
Sejarah kebijakan keamanan nasional Amerika Serikat merupakan refleksi dari dinamika strategis global, perubahan ancaman, serta transformasi peran Amerika di panggung dunia. Dari sebuah bangsa yang dulu memegang prinsip isolasionisme, Amerika Serikat menjelma menjadi kekuatan global dengan jangkauan militer, ekonomi, dan ideologis yang hampir tak tertandingi. Doktrin keamanan nasionalnya pun berevolusi dari waktu ke waktu, mengikuti denyut geopolitik dan teknologi militer yang terus berkembang.
Akar Isolasionisme dan Monroe Doctrine (Abad ke-19)
Pada abad ke-19, Amerika Serikat berpegang teguh pada prinsip isolasionisme, yaitu menahan diri dari campur tangan dalam urusan Eropa. Doktrin Monroe tahun 1823 yang dideklarasikan oleh Presiden James Monroe menandai fondasi awal kebijakan luar negeri AS: menolak campur tangan kekuatan Eropa di kawasan Amerika (Western Hemisphere). Ini adalah bentuk perlindungan wilayah sendiri, bukan ekspansi ke luar. Namun sesungguhnya, meskipun tampak defensif, Doktrin Monroe adalah bentuk awal dari “pengaruh kawasan” Amerika, suatu bentuk dominasi halus yang akan menjadi benih dari ekspansionisme di masa mendatang.
Perang Dunia dan Bangkitnya Intervensionisme (1917–1945)
Titik balik terjadi saat Amerika memasuki Perang Dunia I pada 1917. Meskipun awalnya enggan, AS menyadari bahwa kepentingannya tidak bisa dilindungi hanya dari dalam negeri. Ketika Perang Dunia II meletus, terutama setelah serangan mendadak Jepang ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941, kebijakan isolasionis benar-benar terkubur. Presiden Franklin D. Roosevelt pun merumuskan pendekatan baru, yakni bahwa “keamanan nasional Amerika dimulai jauh dari pantainya sendiri.” Konsep pertahanan ke depan (forward defense) lahir. Dunia bukan lagi tempat yang jauh, tapi medan yang harus dikendalikan agar ancaman tak pernah sampai ke rumah sendiri.
Era Perang Dingin dan Doktrin Kontainmen (1947–1991)
Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat tidak sekadar bangkit sebagai pemenang, tetapi sebagai superpower global. Dengan terbentuknya Dewan Keamanan Nasional (National Security Council) pada 1947 dan dokumen strategis NSC-68, lahirlah doktrin kontainmen untuk membendung penyebaran komunisme Uni Soviet. Presiden Harry Truman merumuskan Truman Doctrine (1947), yakni membantu negara mana pun yang terancam oleh komunisme. Inilah titik di mana keamanan nasional AS menjadi identik dengan stabilitas global. Perang Korea, Perang Vietnam, krisis misil Kuba, semuanya adalah bagian dari usaha mempertahankan “world order” versi Amerika. Dalam periode ini, keamanan nasional bukan sekadar pertahanan, tetapi juga mencakup penyebaran ideologi, dominasi ekonomi, dan pengaruh budaya.
Pasca Perang Dingin: “Peace Dividend” dan Multipolaritas Baru (1991–2001)
Runtuhnya Uni Soviet pada 1991 menandai kemenangan Amerika dalam Perang Dingin. Namun, kemenangan itu juga menimbulkan euforia dan “kelengahan strategis.” Presiden George H. W. Bush menyebut akan tercipta “New World Order”, namun kenyataannya dunia menjadi lebih kompleks. Muncul konflik regional, negara gagal, dan ancaman non-negara seperti terorisme, narkoba, dan migrasi ilegal. Militer Amerika tetap unggul, tetapi doktrinnya mulai disesuaikan: dari perang antar-negara menjadi operasi militer non-perang (military operations other than war/MOOTW), termasuk humanitarian intervention seperti di Somalia dan Kosovo.
Pasca-9/11: Doktrin Preventif dan Perang Global Melawan Teror (2001–2020)
Serangan teroris ke World Trade Center pada 11 September 2001 adalah momen redefinisi paling tajam dalam sejarah keamanan nasional Amerika Serikat. Presiden George W. Bush merumuskan Doktrin Bush, yakni hak Amerika untuk melakukan preemptive strike terhadap ancaman, bahkan sebelum ancaman itu konkret. Invasi ke Afghanistan (2001) dan Irak (2003) bukan sekadar tindakan militer, tapi transformasi paradigma musuh bukan lagi negara besar, tetapi aktor non-negara, seperti Al-Qaeda yang menggunakan teknologi dan informasi secara asimetris. Konsep homeland security menjadi sangat sentral. Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dibentuk, dan dunia intelijen diperkuat dengan sistem pengawasan global (NSA). Konsep perang pun berubah bukan lagi tank dan artileri, tetapi siber, drone, dan intelijen.
Era Kontemporer: Kompetisi Strategis dan Perang Sistemik (2020–sekarang)
Di bawah pemerintahan Trump dan dilanjutkan oleh Biden, doktrin keamanan nasional Amerika mulai mengalihkan fokus kembali pada persaingan antar-negara besar terutama dengan Tiongkok dan Rusia. National Security Strategy (NSS) tahun 2022 dengan tegas menyebut bahwa tantangan terbesar bukan terorisme, melainkan “kompetitor strategis” seperti Beijing dan Moskow. AS kini tidak hanya berbicara tentang kekuatan militer, tetapi juga perang teknologi, kecerdasan buatan (AI), ruang angkasa, dan pengaruh ekonomi global. Indo-Pasifik menjadi fokus utama, dengan dibentuknya AUKUS, penguatan Quad, dan konfrontasi teknologi terhadap Huawei, TikTok, serta dominasi chip semikonduktor. Konsep “keamanan nasional” kini mencakup spektrum yang sangat luas siber, iklim, rantai pasok, energi, bahkan opini publik global.
Demikianlah, Evolusi doktrin keamanan nasional Amerika Serikat menunjukkan satu hal utama bahwa doktrin selalu berubah mengikuti zaman dan ancaman. Dari pertahanan wilayah menjadi dominasi global, dari perang konvensional menjadi konflik hibrida, dari strategi militer ke pengaruh digital. Bagi Indonesia, pelajaran terpenting adalah jangan statis. Keamanan nasional bukan sekadar urusan militer, tetapi juga kebijakan luar negeri, pembangunan teknologi, dan kedaulatan informasi. Kita harus terus membaca zaman dan menyesuaikan doktrin nasional agar tak tertinggal oleh lompatan zaman, seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat selama lebih dari dua abad.
Referensi:
- National Security Strategy of the United States (2022), White House.
- Gaddis, J. L. (2005). Strategies of Containment. Oxford University Press.
- Nye, J. S. (2004). Soft Power: The Means to Success in World Politics. PublicAffairs.
- Rumsfeld, D. (2002). Transformation Planning Guidance, U.S. Department of Defense.
- Chomsky, N. (2003). Hegemony or Survival: America’s Quest for Global Dominance. Metropolitan Books.
- US National Security Act of 1947.
Jakarta 1 Juli 2025
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia