Dalam dunia musik global, jarang sekali muncul figur yang benar-benar mendefinisikan zeitgeist (spirit jaman) suatu dekade. Di awal 2020-an, nama itu adalah Bad Bunny, seorang seniman lelaki asal Puerto Rico dengan nama asli Benito Antonio Martínez Ocasio. Ia bukan sekadar penyanyi atau rapper, melainkan ikon budaya yang melampaui batas genre, bahasa, bahkan geografi. Artikel Kelefa Sanneh di majalah The New Yorker edisi September 2025, menggambarkan bagaimana Bad Bunny bukan hanya menaklukkan dunia lewat musik, tetapi juga bagaimana ia menjaga keterikatan dengan akar lokalnya di Puerto Rico. Kehadiran Bad Bunny tak bisa dilepaskan dari lahir dan berkembangnya Latin trap sebagai sub-genre musik urban. Latin trap berakar dari penggabungan musik trap asal Atlanta dengan beat berat, hi-hat cepat, dan lirik keras dengan budaya serta bahasa Latin. Genre ini mulai mengemuka di Puerto Rico dan Republik Dominika pada pertengahan 2010-an, didorong oleh generasi muda yang menginginkan suara baru di luar reggaeton klasik. Dengan lirik yang berani, tema kehidupan jalanan, serta gaya penyajian yang otentik, Latin trap dengan cepat menembus batas lokal dan memasuki pasar internasional. Dalam konteks inilah, Bad Bunny tampil sebagai wajah baru, ia bukan hanya mengisi ruang Latin trap, tetapi juga memperluas cakupannya hingga meraih status global.
Awal Mula Dari “Diles” ke Latin Trap
Kisah Bad Bunny berawal pada 2016 ketika remix lagu Diles mulai viral di klub malam dan platform streaming. Di antara beberapa penyanyi Puerto Rico yang tampil, suaranya mencuat dengan karakter unik yakni dalam, lugas, dan penuh nuansa elegan. Meski namanya terdengar lucu terinspirasi dari foto masa kecil saat ia memakai kostum kelinci gaya vokalnya justru memberi kesan serius. Liriknya sering nakal, tetapi disampaikan dengan nada yang datar dan khidmat, seolah menghadirkan kontras yang membuatnya semakin memikat. Saat Latin trap baru mulai naik daun di Puerto Rico, Bad Bunny segera menahbiskan diri sebagai pionir genre tersebut.
Transformasi Menjadi Bintang Global
Perjalanan Bad Bunny tidak berhenti di Latin trap. Dalam sembilan tahun, ia merilis enam album solo yang semuanya mendapat sambutan luar biasa. Ia menjelma menjadi bintang lintas genre, bahkan lintas medium. Lagu-lagunya mendominasi Spotify, album Un Verano Sin Ti (2022) tercatat sebagai album paling banyak diputar sepanjang sejarah platform tersebut. Pada 2025, salah satu lagunya bahkan menjadi track pertama tahun itu yang menembus satu miliar streams. Keunikan Bad Bunny justru terletak pada kelenturan peran yang ia mainkan yaitu musisi, pegulat profesional di WrestleMania 37, aktor di film Bullet Train hingga Happy Gilmore 2, hingga sosok fashion icon yang berkolaborasi dengan Adidas dan Calvin Klein. Ia pun tak jauh dari gosip selebritas, termasuk hubungannya dengan Kendall Jenner. Semua itu menegaskan bahwa ia bukan sekadar musisi, melainkan fenomena budaya pop kelas dunia.
Pulang ke Puerto Rico: “No Me Quiero Ir de Aquí”
Meski sudah menaklukkan panggung global, Bad Bunny tetap mengakar di tanah kelahirannya. Musim panas 2025, ia pulang ke Puerto Rico dan menggelar konser residensi bertajuk No Me Quiero Ir de Aquí (“Aku Tak Mau Pergi dari Sini”) di Coliseo de Puerto Rico, arena dengan kapasitas hampir 20 ribu orang. Pertunjukan itu berlangsung megah sekaligus intim. Ia membuka dengan tarian dan musik tradisional Puerto Rico, lalu muncul dengan gaya unik yaitu mengenakan topi bulu yang membuatnya tampak seolah datang dari negeri dingin namun kembali ke rumah dengan hangat. Konser itu bukan hanya pesta musik, melainkan juga perayaan identitas mengingatkan publik bahwa sebesar apa pun Bad Bunny, ia tetap bagian dari komunitas lokal. Sebagai catatan Puerto Rico adalah sebuah wilayah persemakmuran (commonwealth) milik Amerika Serikat yang terletak di kepulauan Karibia, sebelah timur Republik Dominika dan sebelah barat Kepulauan Virgin. Ibu kotanya San Juan.
Dualitas Panggung Global dan Lokal
Kekuatan konser tersebut terletak pada simbolisme panggung. Ada dua setting terdiri dari sebuah panggung utama yang dipenuhi tanaman hijau dan kabut, melambangkan alam Puerto Rico, serta sebuah casita (rumah mungil) merah muda di belakang arena, yang menampilkan suasana pesta rumah. Saat menyanyikan Safaera, Bad Bunny tampil di atap casita, seakan merayakan kekacauan riang khas pesta rakyat. Dualitas itu mencerminkan ciri khas musik Bad Bunny: menggabungkan produksi modern dengan akar tradisional. Album terbarunya, DeBí Tirar Más Fotos (“Aku Harus Mengambil Lebih Banyak Foto”), menyatukan Latin trap dengan salsa dan jíbaro. Saat ia menyanyikan Pitorro de Coco dengan iringan gitar cuatro dan sebotol arak tradisional, ia menunjukkan bagaimana musik global bisa tetap berakar lokal.
Demikianlah, Fenomena Bad Bunny menegaskan bahwa musik bukan hanya hiburan, melainkan jembatan identitas. Ia berhasil mendefinisikan suara era 2020-an, menembus batas bahasa dan genre, sekaligus menjaga hubungan erat dengan Puerto Rico. Di tengah ketenaran global, ia tetap pulang, tetap merayakan akar budaya, dan tetap menjadi “anak kampung” yang bangga dengan asal-usulnya. Perjalanan Bad Bunny juga mencerminkan kebangkitan Latin trap sebagai salah satu ekspor budaya terbesar Amerika Latin ke dunia. Dari awalnya genre jalanan yang hanya bergaung di klub-klub Puerto Rico, Latin trap kini berdiri sejajar dengan hip-hop, reggaeton, dan pop arus utama. Bad Bunny menjadi simbol transisi itu dimana ia membuktikan bahwa bahasa Spanyol tidak lagi menjadi batas, melainkan kekuatan yang memperluas daya tarik global. Dengan demikian, Bad Bunny bukan hanya musisi terbesar era ini, tetapi juga wajah dari sebuah gerakan musik yang mengubah lanskap industri. Ia adalah bukti hidup bahwa dalam dunia yang semakin terhubung, keaslian (authenticity) tetap menjadi kunci kemenangan dan Latin trap, melalui dirinya, telah menancapkan bendera di panggung dunia. Bad Bunny kelahiran Vega Baja, Puerto Rico dan berkelana di Amerika Serikat terutama di New York, Miami dan Los Angeles. “Felicidades y éxitos” Bad Bunny !
Jakarta 21 September 2025
Chappy Hakim
Dikutip dari Majalah New Yorker Sept 22, 2025