Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Kecelakaan pesawat terbang di Karawang dan Dubai
    Article

    Kecelakaan pesawat terbang di Karawang dan Dubai

    Chappy HakimBy Chappy Hakim11/22/2025No Comments6 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Kemarin, Jumat 21 November 2025, dunia penerbangan kembali diuji. Sekitar pukul 14.20 WIB, sebuah pesawat kecil mengalami pendaratan darurat dan jatuh di areal persawahan Dusun Waluya, Desa Kertawaluya, Kecamatan Tirtamulya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, untungnya seluruh awak selamat. Di hari yang hampir bersamaan, sekitar pukul 14.10–14.15 waktu setempat (GMT+4), sebuah pesawat tempur Tejas milik Angkatan Udara India jatuh dan terbakar saat unjuk kebolehan di langit Al Maktoum International Airport, Dubai World Central, Dubai, Uni Emirat Arab, dalam rangka Dubai Airshow 2025, sang pilot gugur di depan ribuan pasang mata.

    Seperti biasa, reaksi publik hampir selalu sama, begitu ada berita “pesawat jatuh”, semua orang ingin secepat mungkin tahu apa penyebabnya. Media berlomba memberitakan, media sosial penuh dengan video amatir, dan dalam hitungan menit muncul berbagai “analisis” dari banyak pihak, mulai dari yang punya latar belakang penerbangan sampai yang hanya bermodalkan potongan video dan keberanian berkomentar. Pada titik inilah kita sebenarnya harus berhati-hati karena hampir semua analisis yang muncul pada 24–48 jam pertama pasti bersifat spekulatif, karena belum bersandar pada fakta, data, dan hasil penyelidikan resmi yang lengkap.

    Dalam dunia keselamatan penerbangan, penyebab kecelakaan yang dapat dipercaya hanya berasal dari hasil investigasi badan resmi, seperti NTSB di Amerika Serikat, AAIB di Inggris, atau KNKT di Indonesia. Badan-badan inilah yang memiliki mandat hukum untuk melakukan penyelidikan, akses penuh ke lokasi, serpihan pesawat, rekaman radar, dokumen operasional, hingga black box (Flight Data Recorder dan Cockpit Voice Recorder). Anggota mereka bukan “komentator dadakan”, melainkan investigator yang terlatih, kompeten, dan bersertifikat, bekerja dengan standar internasional yang ketat.  Mereka bekerja dengan landasan Tim Kerjasama Multi Disiplin yang terorganisir dibawah satu komando.

    Di luar badan resmi, tidak ada pihak yang punya hak dan kemampuan profesional penuh untuk membaca dan menganalisis black box. Bahkan pabrikan pesawat, maskapai, atau militer sekalipun hanya terlibat sebagai participant di bawah koordinasi badan investigasi. Selain ahli struktur pesawat dan mesin, dalam satu tim investigasi biasanya ada pakar human factor, dokter penerbangan, ahli ATC, psikolog, ahli meteorologi, sampai spesialis data digital yang menganalisis rekaman dan parameter terbang. Itulah sebabnya, ketika seseorang di televisi atau media sosial “menyimpulkan” penyebab kecelakaan berdasarkan satu video amatir atau satu foto dan bukan hasil penyelidikan, kita sebenarnya sedang menyaksikan analisis spekulatif, bukan hasil investigasi.

    Seorang investigator senior dari Lockheed yang pernah bertugas di NTSB pernah menyampaikan kepada saya saat kami bekerja bersama menyelidiki kecelakaan Hercules di Condet tahun 1991 lalu. Ia mengatakan, dari pengalamannya puluhan tahun, jika sebuah kecelakaan fatal mengakibatkan pesawat hancur total dan tidak ada yang selamat, maka dalam sekitar 95 persen kasus, penyebab sebenarnya tidak akan pernah diketahui secara tuntas seratus persen. Selalu ada ruang ketidakpastian kecil yang tidak bisa diisi oleh data. Itu sebabnya laporan akhir NTSB dan badan sejenis tidak pernah menulis “the cause was…” seolah-olah kebenaran absolut, melainkan “the most probable cause was…” diikuti serangkaian faktor. Mereka dengan jujur mengakui bahwa yang disajikan adalah penyebab paling mungkin berdasarkan bukti terbaik yang tersedia, bukan kebenaran mutlak seperti rumus matematika.

    Di sini kita sampai pada prinsip penting lainnya, hampir tidak ada kecelakaan pesawat yang disebabkan oleh satu faktor tunggal. Sebuah kecelakaan selalu merupakan rangkaian peristiwa—chain of events—yang saling terkait. Bisa saja ada masalah teknis pada mesin, tetapi masalah itu biasanya bertemu dengan faktor lain misalnya prosedur yang tidak diikuti sempurna, kelelahan pilot, kondisi cuaca yang menantang, kekurangan dalam pelatihan, keterbatasan desain, atau bahkan budaya organisasi yang kurang menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama. Karena itu, dalam final report selalu disebut beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan, bukan satu “biang keladi” yang berdiri sendiri.

    Yang sering dilupakan publik adalah bahwa tujuan utama investigasi kecelakaan bukanlah mencari siapa yang harus dihukum, tetapi bagaimana mencegah kecelakaan serupa terjadi kembali. Badan investigasi bukan pengadilan. Mereka bekerja untuk keselamatan, bukan untuk memburu “kambing hitam”. Itulah sebabnya, setelah laporan final diterbitkan, isinya didistribusikan kepada pihak-pihak terkait, maskapai penerbangan, pabrik pesawat dan mesin, otoritas penerbangan sipil, penyelenggara navigasi penerbangan, hingga organisasi profesi seperti asosiasi pilot dan teknisi. Di sana ada rekomendasi tentang perubahan prosedur operasi, modifikasi komponen, perbaikan kurikulum pelatihan, penyempurnaan regulasi, atau peningkatan standar pemeliharaan.

    Dalam jangka panjang, kemajuan keselamatan penerbangan dunia justru lahir dari rangkaian laporan investigasi semacam ini. Setiap kecelakaan, sedahsyat apa pun, dijadikan bahan pembelajaran untuk memperkuat sistem. Kursi, sabuk pengaman, struktur kabin, jalur evakuasi, perbaikan standar approach, bahkan cara pilot berkomunikasi dengan ATC, semuanya pernah “dibayar” dengan darah dan air mata dari kecelakaan-kecelakaan sebelumnya. Karena itu, sikap paling tepat ketika terjadi kecelakaan adalah menundukkan kepala sejenak, mendoakan korban, sekaligus memberi ruang kepada investigator untuk bekerja secara profesional.  Harapannya adalah agar mereka dapat bekerja dengan tenang tanpa tekanan opini publik.

    Kecenderungan zaman sekarang justru berkebalikan. Begitu ada insiden, dalam hitungan menit linimasa media sosial sudah penuh dengan teori, ada yang menyalahkan pilot, menuduh sabotase, menyimpulkan desain pesawat berbahaya, pesawat sudah tua atau mengaitkan dengan isu politik. Potongan video atau foto diangkat sebagai “bukti”, padahal tanpa konteks data teknis dan investigasi, semua itu hanya materi spekulasi.  Karena itu, ada beberapa sikap sederhana yang sebaiknya kita pegang setiap kali mendengar berita kecelakaan pesawat. Pertama, bedakan dengan jelas antara informasi awal dan kesimpulan akhir. Pernyataan seperti “diduga mengalami gangguan mesin” atau “indikasi awal cuaca buruk” barulah hipotesis, bukan vonis final. Kedua, jangan mudah menyebarkan narasi yang menyalahkan pihak tertentu sebelum ada laporan resmi, selain tidak adil, hal itu menyakiti keluarga korban dan bisa mengganggu proses penyelidikan. Ketiga, biasakan menunggu laporan akhir badan investigasi dan membaca inti rekomendasinya, di situlah letak manfaat terbesar bagi publik dan dunia penerbangan. Penyelidikan yang dilakukan badan resmi tidak semata-mata bertujuan mencari “siapa yang salah”, tetapi justru berfokus pada “apa yang harus diperbaiki”. Logika utamanya adalah pencegahan tentang bagaimana caranya agar kecelakaan dengan pola penyebab yang sama tidak berulang. Karena itulah final report selalu diakhiri dengan safety recommendations yang mengikat dan menjadi rujukan bagi seluruh pemangku kepentingan: maskapai, pabrikan, regulator, dan komunitas profesional.

    Kecelakaan di Karawang dan tragedi di Dubai Airshow mengingatkan kita bahwa penerbangan, betapapun aman secara statistik, tetap memiliki risiko. Cara terbaik menghormati para korban dan insan penerbangan yang bertaruh nyawa di udara bukanlah dengan memperbanyak spekulasi, melainkan dengan mendukung budaya keselamatan yang bertumpu pada fakta, data, dan profesionalisme. Biarkan badan investigasi bekerja, dan ketika laporan final keluar, jadikan itu bahan belajar bersama, bagi regulator, operator, awak pesawat, dan juga kita sebagai penumpang dan warga negara. Dari sanalah keselamatan penerbangan dibangun, pelan tapi pasti, dari setiap kepingan kecelakaan yang diurai secara ilmiah, bukan dari opini yang lahir tergesa-gesa.

    Jakarta 22 November 2025

    Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleSebuah Renungan Suci
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Sebuah Renungan Suci

    11/21/2025
    Article

    US China Trade War

    11/21/2025
    Article

    Pilot Penulis dan Pilot Konduktor

    11/21/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.