Pagi hari Sabtu tanggal 16 Agustus 2025, sehari sebelum Indonesia akan merayakan hari kemerdekaannya, sahabat saya penulis senior di PBK (Penerbit Buku Kompas) meluncurkan buku barunya. Oma Threes, demikian panggilan teman temannya, memang baru menyelesaikan buku berjudul Menangislah Ketika Kekasihmu Pergi. Buku yang kesekian puluh dihasilkannya kali ini ditulis bersama Anselmo dan hanya memerlukan waktu yang sangat singkat yaitu dalam 2 bulan saja. Pagi itu sebenarnya saya sudah ada acara sendiri, tetapi kedekatan saya dengan Oma Threes dan warga PBK, membuat saya tidak mungkin absen untuk menghadirinya. Beberapa menit sebelum pukul 10 pagi sesuai undangan, saya tiba di pintu masuk PBK dan berjumpa dengan Pak Ninok Leksono dan dr Handrawan Nadesul penulis kawakan warga PBK, kami segera masuk lift bersama menuju lantai 3 lokasi peluncuruan buku, Kompas Institute. Senang bertemu lagi dengan teman teman di PBK antara lain pak Bambang Wiwoho, Amanda Setiorini, Iwan Ong, Novka Kuaranita, mbak Nies dan lainnya.
Buku Menangislah Ketika Kekasihmu Pergi, adalah sebuah karya tulis Oma Threes yang tidak hanya menyuguhkan kisah cinta, melainkan juga perjalanan batin menghadapi kehilangan. Judulnya saja sudah seperti sebuah kalimat ”perintah” yang penuh kelembutan yakni menangislah. Di balik kata itu tersimpan makna bahwa air mata bukan sekadar luapan kesedihan, tetapi juga sebuah penghormatan kepada cinta yang pernah singgah dalam hidup kita semua.
Dalam buku ini, Threes Emir dan Anselmo mengajak pembaca untuk berdamai dengan perpisahan. Mereka menulis dengan kesadaran penuh bahwa kehilangan adalah pengalaman yang universal. Dalam salah satu bagiannya, Oma Threes menegaskan, “Tidak ada perpisahan yang benar-benar mudah. Setiap yang pergi selalu meninggalkan ruang kosong. Dan ruang kosong itulah yang membuat manusia belajar tentang arti keberadaan.” Kalimat sederhana ini mengingatkan pembaca bahwa luka yang kita rasakan sejatinya adalah cermin dari betapa berharganya sesuatu yang hilang. Bahasa yang digunakan terasa sekali puitis dan reflektif. Setiap kata dirangkai untuk menyentuh hati, bukan sekadar menyampaikan pesan. Ada pula kalimat yang berbunyi, “Menangislah, karena air mata adalah bahasa cinta yang terakhir kali bisa kau persembahkan untuknya.” Kutipan ini menegaskan bahwa kesedihan tidak boleh dianggap sebagai sebuah kelemahan. Justru di dalam tangisan, tersimpan kekuatan besar untuk mengakui cinta dan kepergian sekaligus. Pak Ninok yang duduk disebelah saya berkomentar wah kita semua terbawa melo alias melankolik, sesaat baru saja diskusi buku dimulai dengan moderator Amanda Setiorini.
Jangan salah persepsi, buku ini tidak memberikan resep instan untuk melupakan atau menghapus rasa sakit. Sebaliknya, ia justru merangkul perasaan itu agar bisa dihayati sepenuhnya. Salah satu bagian lain tertulis, “Jangan buru-buru menghapus air matamu. Biarkan ia jatuh, sebab dari situlah engkau akan menemukan dirimu kembali.” Pesan semacam itu menjadikan buku ini sangat berbeda dengan resep motivasi populer yang sering terlontar dari para motivator kondang. Ia tidak tergesa-gesa, melainkan menghargai proses penyembuhan yang sering kali berjalan lambat penuh liku dan ternyata setiap orang memiliki cara sendiri sendiri dalam menghadapinya. Meskipun demikian, pasti ada pembaca yang mungkin merasa narasi dalam buku ini terlalu melankolis. Tidak semua orang nyaman berlama-lama berada dalam ruang kesedihan. Akan tetapi, justru di situlah letak kekuatan karya ini. Sekali lagi Oma Threes memberi ruang yang jarang diberikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kesempatan untuk benar-benar duduk bersama luka dan membiarkannya berbicara.
Demikianlah buku berjudul Menangislah Ketika Kekasihmu Pergi menyampaikan pesan bahwa kehilangan bukanlah akhir dari segalanya. Menangis adalah sebuah penghormatan pada cinta yang telah hidup di dalam hati kita. Seperti yang ditulis Oma Threes, “Ketika kau berani menangis, kau sedang berani menerima bahwa hidup memang selalu bergerak. Dan dalam gerak itu, ada yang datang, ada pula yang pergi.” Inilah pesan paling mendasar yang membuat buku ini bukan hanya layak dibaca, tetapi sekaligus juga layak direnungkan. Terimakasih, selamat dan sukses selalu Oma Threes dan Anselmo yang sudah berbagi. Untuk semua pencinta buku, Selamat Membaca !
Jakarta 16 Agustus 2025
Chappy Hakim