Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Membaca Globalisasi Antara Peluang, Ancaman, dan Ilusi Akhir Sejarah
    Article

    Membaca Globalisasi Antara Peluang, Ancaman, dan Ilusi Akhir Sejarah

    Chappy HakimBy Chappy Hakim06/29/2025No Comments5 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Belakangan ini kita kerap sekali mendengar istilah tentang globalisasi dalam berbagai topik pembicaraan, namun kadang agak kurang jelas apa gerangan sejatinya arti dari istilah globalisasi.  Seiring dengan derasnya arus informasi, teknologi, dan mobilitas manusia di abad ke-21, istilah globalisasi memang telah menjadi kata kunci yang tak terelakkan dalam diskursus politik, ekonomi, dan budaya.

    Sebenarnya istilah globalisasi, secara umum, merujuk pada proses meningkatnya keterhubungan dan ketergantungan antarbangsa dalam berbagai aspek kehidupan. Dunia perlahan menjadi satu ekosistem yang terhubung dan saling memengaruhi dalam satu napas besar zaman.

    Akan tetapi, globalisasi bukan sekadar fenomena ekonomi atau teknologi. Ia adalah narasi besar tentang masa depan umat manusia, dengan pelbagai pemikir mencoba menafsirkan arahnya. Dalam konteks ini, tiga tokoh besar memberi kerangka penting dalam memahami globalisasi: Thomas L. Friedman, John Williamson, dan Francis Fukuyama.

    Pandangan Friedman: Dunia yang Datar dan Kompetitif

    Thomas L. Friedman, dalam bukunya The World is Flat (2005), menggambarkan dunia yang makin tanpa batas berkat revolusi digital dan jaringan global. Ia menyebut bahwa globalisasi menciptakan “level playing field”, di mana negara-negara berkembang punya peluang yang sama untuk bersaing dengan negara maju, asalkan memiliki infrastruktur dan sumber daya manusia yang siap.

    Menurut Friedman, globalisasi adalah babak ketiga dari revolusi konektivitas manusia: dimulai dari ekspansi bangsa-bangsa, kemudian perusahaan multinasional, dan kini digerakkan oleh individu melalui internet dan kolaborasi daring.  Tetapi disisi lain ia juga mengingatkan: dunia yang datar bukan berarti adil. Negara yang tidak siap bisa tergilas dalam kompetisi terbuka yang keras dan kejam.

    John Williamson dan Dogma Pasar Bebas

    Sementara itu, John Williamson, lewat konsep Washington Consensus, lebih menekankan sisi ekonomi globalisasi. Ia percaya bahwa liberalisasi perdagangan, privatisasi BUMN, pengendalian inflasi, dan deregulasi akan membawa pertumbuhan dan efisiensi bagi negara-negara berkembang. Inilah paradigma yang kemudian dijadikan resep oleh IMF dan Bank Dunia untuk “menolong” negara berkembang keluar dari krisis.

    Akan tetapi dalam praktiknya, dogma pasar bebas ini justru kerap membawa krisis baru. Alih-alih memperkuat negara berkembang, banyak yang justru terjerat utang luar negeri, kehilangan kontrol atas sumber daya alam, dan mengalami lonjakan kesenjangan sosial. Globalisasi versi Williamson, dalam banyak kasus, lebih menguntungkan kekuatan modal global dibanding rakyat lokal.

    Fukuyama dan Ilusi Akhir Sejarah

    Pandangan yang lebih filosofis tentang globalisasi datang dari Francis Fukuyama, seorang pemikir politik Amerika keturunan Jepang. Dalam esainya yang terkenal The End of History? (1989), dan kemudian dikembangkan dalam buku The End of History and the Last Man (1992), Fukuyama menyatakan bahwa dengan runtuhnya Uni Soviet dan kemenangan liberalisme kapitalis ala Amerika, dunia telah mencapai “akhir sejarah”.

    Yang ia maksud bukan bahwa peristiwa sejarah akan berhenti, melainkan bahwa tidak ada lagi ideologi besar yang mampu menandingi demokrasi liberal dan pasar bebas sebagai model final tata dunia. Globalisasi dalam kerangka ini dipahami sebagai penyebaran tunggal nilai-nilai Barat: demokrasi liberal, pasar terbuka, HAM, dan kapitalisme.

    Disisi lain kenyataannya jauh lebih rumit. Kebangkitan China sebagai kekuatan otoriter ekonomi, meletusnya perang Ukraina, serta konflik ideologis yang masih membara di Timur Tengah dan Asia Tengah menunjukkan bahwa sejarah belum berakhir. Globalisasi tidak serta-merta membawa perdamaian, melainkan bisa menjadi arena benturan nilai dan kepentingan yang baru.

    Dampak Positif Globalisasi bagi Indonesia

    Indonesia tidak dapat menghindari arus pusaran globalisasi. Beberapa manfaat yang sudah dirasakan antara lain:

    1. Akses Teknologi dan Pengetahuan Global.  Anak muda Indonesia kini bisa belajar langsung dari universitas top dunia secara daring, membangun startup digital, hingga menjual produk ke pasar Eropa tanpa perlu membuka toko fisik.
    2. Investasi dan Ekspor yang Tumbuh.  Masuknya modal asing membantu pembangunan infrastruktur, pabrik, dan lapangan kerja. Di sisi lain, produk-produk lokal seperti kopi Gayo, batik, dan udang vaname mulai dikenal di pasar global.
    3. Peningkatan Mobilitas Sosial dan Inovasi. Globalisasi mempercepat pertumbuhan kelas menengah dan membuka peluang untuk kemajuan ekonomi berbasis kreativitas dan teknologi.

    Dampak Negatif Globalisasi bagi Indonesia

    Sementara itu globalisasi juga membawa tantangan besar:

    1. Ketergantungan dan Hilangnya Kedaulatan Ekonomi. Banyak sektor penting dikuasai oleh modal asing. Bahkan kebijakan fiskal dan moneter sering harus menyesuaikan diri dengan tuntutan lembaga keuangan internasional.
    2. Disrupsi Budaya dan Kerapuhan Identitas. Budaya lokal makin tersisih oleh budaya populer Barat. Bahasa asing, gaya hidup konsumtif, dan nilai-nilai individualistik kian mengikis kearifan lokal yang selama ini menjadi perekat sosial.
    3. Meningkatnya Kesenjangan Sosial.  Globalisasi memperkaya mereka yang sudah punya akses—modal, teknologi, dan pendidikan—sementara yang lain tertinggal jauh. Ini menciptakan potensi konflik sosial yang membahayakan stabilitas nasional.

    Refleksi Indonesia di Tengah Globalisasi: Jangan Latah, Jangan Gagap

    Globalisasi tidak bisa dihentikan, tapi bisa dikelola. Indonesia harus pandai memilah: mana yang membawa manfaat dan mana yang harus ditahan. Tidak semua liberalisasi ekonomi cocok diterapkan mentah-mentah. Tidak semua budaya asing patut ditiru. Dan tidak semua arah global adalah jalan terbaik bagi bangsa kita.

    Francis Fukuyama mungkin percaya bahwa sejarah sudah berakhir dan liberalisme adalah tujuan akhir umat manusia. Tapi realitas menunjukkan bahwa setiap bangsa harus menulis sejarahnya sendiri—dengan nilai, kearifan, dan arah yang sesuai dengan jati dirinya.

    Demikianlah, globalisasi bukan takdir tunggal umat manusia. Ia adalah medan pertempuran ide, kekuasaan, dan nilai. Kita bisa memilih untuk menjadi penonton, atau menjadi aktor. Kita bisa larut sebagai pasar, atau bangkit sebagai produsen. Seperti kata pepatah modern, “Think globally, act locally”. Namun dalam konteks Indonesia, mungkin lebih tepat jika dibalik menjadi: “Bertindak secara nasional, berpikir untuk masa depan dunia.”

    Referensi Bacaan:

    • Friedman, Thomas L. The World is Flat. Farrar, Straus and Giroux, 2005.
    • Fukuyama, Francis. The End of History and the Last Man. Free Press, 1992.
    • Williamson, John. “What Washington Means by Policy Reform.” Institute for International Economics, 1990.
    • Kompas, “Globalisasi dan Ancaman terhadap Budaya Indonesia”, Edisi Mingguan, 2022.
    • Chappy Hakim, Mimpi Demokrasi, Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

    Jakarta 21 Juni 2025

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleMengukur Arah Dunia dari Respons atas Perang Iran Israel
    Next Article Globalisasi dalam Pandangan Anthony Giddens dan Joseph E. Stiglitz
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    “Israel” Nama dan Takdir Sejarah

    06/30/2025
    Article

    IATA dan ICAO

    06/30/2025
    Article

    Mantan KSAU ingatkan, Israel Bangkitkan Singa Tidur. Tapi Langit Indonesia Pun Sudah Lama Direbut Asing

    06/29/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.