Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Pendelegasian Wilayah Udara
    Article

    Pendelegasian Wilayah Udara

    Chappy HakimBy Chappy Hakim06/29/2025No Comments4 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Warisan Kolonial, Refleksi Rendah Diri dan Pelanggaran Hukum

             Pada Era Menteri Perhubungan RI Jusman Syafei Djamal ada satu prestasi menonjol dari Kementrian Perhubungan yaitu berhasil menyelesaikan UU tentang Penerbangan no 1 tahun 2009.  Sebuah maha karya di bidang hukum yang berujud dari kerja keras para ahli hukum udara dan praktisi penerbangan yang akhirnya membuahkan UU yang sangat tinggi nilainya.  Salah satu pasal menyebut mengenai masalah pendelegasian wilayah udara kedaulatan RI yang harus segera dihentikan 15 tahun setelah tahun 2009.  Sebuah sikap yang sangat patriotik dalam memperjuangkan keutuhan wilayah NKRI yang mencakup Tanah Air dan Udara.  Sebuah tampilan yang jauh dari rasa randah diri yang ditanamkan ratusan tahun oleh pihak penjajah kolonial.  Sebuah terobosan yang sangat visioner.

             Sayangnya adalah  belakangan muncul kebijakan yang memutuskan untuk menyerahkan kembali wilayah udara EX FIR Singapura 0 level sampai dengan 37.000 ft kepada otoritas penerbangan Singapura untuk 25 tahun dan akan diperpanjang.  Kebijakan ini sangat jelas memperlihatkan betapa kurangnya perhatian kita terhadap wilayah  kedaulatan negara di udara.   Lebih jauh lagi betapa kebijakan tersebut tidak sama sekali memperoleh masukan dari pihak yang memiliki kompetensi dalam bidang hukum udara nasional maupun internasional.  Sebuah kebijakan yang terkesan di ambil dengan tergesa gesa seolah ada sebuah target yang hendak dicapai dengan segera.  Kebijakan ini membuat Indonesia terlihat sangat aneh alias naif di panggung global dalam bersikap untuk konsisten membasmi kolonialisme dan imperialisme dari muka bumi seperti tercantum dalam deklarasi konferensi Asia Afrika.

    Berikut beberapa poin penting dan meninjol:

    1. Warisan kolonial pasca‑perang.  Pengaturan FIR dibuat oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) setelah WWII dan sejatinya untuk “aviation safety,” bukan mendefinisikan kedaulatan negara  . Namun ketika sebuah negara delegasikan kewenangan udara teritorialnya dalam hal ini RI di atas Riau & Natuna itu tetap meninggalkan jejak ketergantungan struktural pasca-kolonial  .

    2. Pelanggaran hukum nasional dan internasional.  Menurut Pasal 1 Konvensi Chicago 1944, setiap negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah udaranya. Di RI, UU Penerbangan No. 1/2009 Pasal 458 menegaskan kewajiban “menguasai seluruh wilayah udara nasional paling lambat 2024.” Delegasi ke Singapura selama 25 tahun (hingga 2047, bahkan bisa diperpanjang) jelas sangat melanggar mandat ini.  Dalam perspektif hukum maka hal ini sering disebut sebagai Batal demi Hukum.

    3. Teknik bukan isu, kedaulatanlah yang utama. Argumen bahwa RI “belum mampu teknis” atau harus berdasarkan “aviation safety” (seperti di Eropa) seolah membandingkan apel dan jeruk. Faktanya, AirNav Indonesia telah diakui ICAO sebagai di atas rata-rata  . Banyak negara dengan trafik udara padat seperti Malaysia mengelola wilayah udara mereka sendiri, tanpa delegasi ke negara lain.   Waktu 25 tahun yang dianggap sebagai masa transisi adalah sangat berlebihan.  Kamboja dengan Thailand untuk kasus yang serupa, menyelesaikannya hanya dalam kurun waktu 2 tahun dan cukup diselesaikan oleh masing masing DGCA (Director General of Civil Aviation) masing masing.

    4. Impor ketergantungan politik-ekonomi.  Kesepakatan FIR ini tidak hanya teknis. Ia “dibundel” dengan perjanjian ekstradisi dan MTA (Military Training Agreement) dengan Singapura  menandakan bargaining politik dan ekonomi, bukan dan jauh dari sebuah upaya pemulihan kedaulatan nasional dalam rangka perjuangan kemerdekaan negara.

    5. Dampak pada harga diri dan posisi geopolitik. Sebagaimana jelas sekali terlihat bahwa hal ini bukan hanya teknis. Ia merendahkan harga diri bangsa, memproyeksikan rasa takut atau ketidakmampuan, bahkan memunculkan “inferiority complex” padahal Riau, Natuna adalah wilayah strategis bagi pertahanan dan ekonomi nasional  .  Rasa rendah diri yang memang merupakan salah satu proyek besar pada umumnya dari negara penjajah.

    Demikianlah Pengelolaan FIR oleh Singapura atas wilayah udara RI adalah sisa sisa atau warisan strategi kolonial yang harus segera dikembalikan kepada kendali nasional. Kedaulatan hingga 37.000 kaki udara adalah hak tidak boleh ditawar.  Indonesia seharusnya secara tegas hentikan delegasi aturan dan segera ambil alih FIR sesuai UU 2009.  Harus diingat bahwa kedaulatan negara di udara mengandung 3 hal penting yaitu Control of the Air, Use of Airspace dan Law Enforcement.  Sepatutnya, kita memang tetap harus membantu kepentingan Singapura sebuah negara kecil yang kewalahan dalam mengatur lalu lintas udaranya, namun kewenangan yang utuh terhadap wilayah udara harus tetap berada di genggaman otoritas penerbangan Indonesia, sebagai pemilik sah dari wilayah teritori tersebut.

    Jelas kita tetap harus meningkatkan  kualitas dan kapasitas teknis dan SDM AirNav & ATC. Lepaskan ikatan politik ekonomi yang melemahkan posisi tawar. Kedaulatan itu prinsip dan udara di bawah langit Indonesia adalah milik RI, bukan warisan kolonial yang masih harus dipegang negara lain.

    Jakarta 25 Juni 2025

    Chappy Hakim

    Pusat Studi Air Power Indonesia

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticlePerkembangan Mutakhir Konflik Iran–Israel
    Next Article Operasi Midnight Hammer
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Upaya Penulisan Ulang Sejarah dan Jejak Tragedi 1998

    07/28/2025
    Article

    F-35 , Rafale atau Pesawat Chengdu J-10

    07/28/2025
    Article

    Perang di Perbatasan Kamboja Thailand

    07/27/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.