Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Posisi Strategis Xiangshan Forum
    Article

    Posisi Strategis Xiangshan Forum

    Chappy HakimBy Chappy Hakim09/23/2025No Comments6 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Forum Keamanan Antarbangsa di Tengah Global Disorder

    Dunia dewasa ini tengah berada dalam fase yang kerap disebut sebagai global disorder. Tatanan internasional pasca Perang Dingin yang diharapkan stabil dengan kepemimpinan satu kutub ternyata justru diwarnai turbulensi yang semakin kompleks. Perang Rusia Ukraina yang belum juga menemukan jalan damai, konflik bersenjata yang terus bergulir di Timur Tengah, eskalasi ketegangan di Laut Tiongkok Selatan, hingga kompetisi teknologi dan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok.  Kesemua itu memperlihatkan dengan jelas tentang rapuhnya sistem multilateral yang ada. Di luar itu, isu non tradisional seperti perubahan iklim, pandemi global, keamanan siber, dan krisis energi semakin menambah beban krisis yang harus ditangani oleh komunitas internasional.  Dalam kondisi seperti ini, institusi internasional tradisional seperti Perserikatan Bangsa Bangsa sering kali dianggap lamban atau tidak mampu merespons secara efektif. Ketidakmampuan Dewan Keamanan PBB mencapai konsensus dalam menghadapi konflik besar menambah keyakinan banyak negara bahwa arsitektur keamanan global perlu ditopang oleh forum-forum alternatif yang lebih fleksibel, inklusif, dan cepat dalam membangun komunikasi lintas bangsa. Forum-forum antarnegara di bidang pertahanan dan keamanan hadir untuk mengisi kekosongan itu, menjadi ruang dialog strategis yang mempertemukan pejabat tinggi, akademisi, dan praktisi guna membahas ancaman keamanan kontemporer. Lebih dari sekadar ajang pertemuan, forum-forum ini merupakan instrumen diplomasi yang memungkinkan terbangunnya kepercayaan, confidence building measures, serta jembatan komunikasi ketika saluran resmi antarnegara mengalami kebuntuan. Dengan kata lain, dalam era global disorder yang sarat ketidakpastian, keberadaan forum keamanan internasional bukan lagi sekadar pelengkap, melainkan kebutuhan mendesak untuk mencegah dunia terjerumus lebih dalam ke spiral konflik.

    Di antara forum-forum tersebut, Beijing Xiangshan Forum menjadi salah satu yang paling menonjol dalam dua dekade terakhir. Forum ini pertama kali digelar pada tahun 2006 oleh Chinese Society of Military Science dengan dukungan pemerintah Tiongkok. Pada tahap awal, forum ini lebih bersifat Track II diplomacy, melibatkan akademisi, pakar keamanan, dan pejabat non-pemerintah. Namun sejak 2014, Xiangshan Forum naik kelas menjadi Track 1.5 diplomacy, artinya pejabat resmi setingkat menteri pertahanan mulai hadir bersama kalangan akademisi dan berbagai think-tank. Transformasi ini jelas mencerminkan ambisi Tiongkok menjadikan Xiangshan Forum sebagai wadah resmi untuk menyalurkan narasi keamanan dan visi globalnya.  Setiap tahun, forum ini rutin digelar di Beijing dengan tema besar yang biasanya berkaitan dengan pembangunan damai, tata kelola keamanan, serta belakangan terintegrasi dengan gagasan Global Security Initiative yang digagas Presiden Xi Jinping. Kehadiran lebih dari seratus negara pada edisi 2025 menunjukkan betapa forum ini semakin mendapat tempat di mata dunia. Xiangshan Forum bukan sekadar agenda akademik, melainkan instrumen soft power yang efektif bagi Tiongkok untuk membangun citra sebagai penopang stabilitas regional sekaligus penantang narasi dominan Barat.

    Perbandingan yang paling sering dilakukan adalah dengan Shangri-La Dialogue di Singapura. Forum yang diselenggarakan sejak 2002 oleh International Institute for Strategic Studies itu telah lama menjadi ajang utama pertukaran gagasan keamanan di Asia Pasifik. Di sana, negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, selalu memainkan peran dominan. Washington hampir selalu mengirim pejabat senior, bahkan Menteri Pertahanan, untuk menyampaikan pidato kebijakan yang biasanya memengaruhi persepsi keamanan kawasan. Shangri-La Dialogue sering menjadi panggung bagi Barat untuk menyoroti isu kebebasan navigasi dan ekspansi Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan.

    Berbeda dengan itu, Xiangshan Forum adalah jawaban Tiongkok terhadap dominasi wacana Barat di Singapura. Forum ini menekankan perspektif non-intervensi, multilateralisme dengan corak Tiongkok, serta penolakan terhadap apa yang disebut sebagai blok-blok eksklusif seperti AUKUS atau Quad. Bila Shangri-La identik dengan keprihatinan atas langkah Tiongkok, maka Xiangshan justru menjadi panggung untuk Beijing mengklarifikasi posisinya, menyampaikan kritik terhadap NATOisasi Asia, dan mengusung retorika win-win cooperation.  Jika diperluas ke ranah global, Xiangshan Forum sering disejajarkan dengan Munich Security Conference di Jerman. Sejak 1963, MSC menjadi benchmark diskursus keamanan dunia, terutama bagi negara-negara transatlantik. MSC menghadirkan pemimpin negara, diplomat, hingga perusahaan pertahanan, dengan isu yang beragam mulai dari konflik Ukraina, terorisme, keamanan energi, hingga keamanan siber. Kekuatan MSC terletak pada kredibilitas dan kontinuitasnya sebagai agenda-setter bagi NATO dan sekutu Barat. Xiangshan Forum memiliki watak yang berbeda. Ia berakar pada perspektif Asia, dengan Tiongkok sebagai pusat narasi. Jika Munich sering menyoroti ancaman bagi Barat, maka Xiangshan lebih menekankan multipolaritas, Global South, serta keseimbangan pembangunan dengan keamanan. Dengan demikian, Xiangshan dapat dipandang sebagai upaya Tiongkok untuk menghadirkan tandingan MSC di kawasan Asia Pasifik, sekaligus menegaskan posisinya dalam tatanan dunia multipolar.

    Forum lain yang juga patut dibandingkan adalah Raisina Dialogue di India. Forum ini tumbuh pesat sejak digagas oleh Observer Research Foundation dengan dukungan Kementerian Luar Negeri India. Raisina Dialogue merefleksikan aspirasi India sebagai middle power yang ingin menengahi Barat dan Timur, dengan fokus pada isu Indo-Pasifik, kedaulatan digital, serta pembangunan inklusif. Jika Raisina lebih menonjolkan wajah India sebagai penyeimbang, maka Xiangshan jelas merupakan perpanjangan tangan Tiongkok untuk menantang narasi Barat. Pada tataran regional, ada pula ASEAN Regional Forum maupun Jakarta International Defense Dialogue, namun gaung internasionalnya masih kalah dibanding Shangri-La atau Xiangshan.

    Fungsi strategis Xiangshan Forum terletak pada perannya sebagai sarana strategic messaging bagi Tiongkok. Di forum ini Beijing bisa menampilkan wajah ramah, mengusung multilateralisme, dan menawarkan solusi atas problem global. Namun kritik yang muncul menyebutkan bahwa forum ini cenderung menjadi megaphone bagi kebijakan luar negeri Tiongkok, ketimbang benar-benar menjadi ruang diskusi setara. Sebagian kalangan Barat melihat Xiangshan sebagai echo chamber yang memperkuat legitimasi Beijing, sementara negara mitra hanya diberi ruang terbatas. Meski demikian, Xiangshan tetap memiliki nilai tambah. Ia memberi panggung alternatif bagi negara-negara berkembang untuk menyuarakan kepentingannya tanpa harus terjebak dalam dominasi wacana Barat.  Bagi Indonesia, forum ini dapat dimanfaatkan sebagai arena untuk menegaskan sikap terhadap isu Laut Tiongkok Selatan, sekaligus menjalin kerja sama pertahanan dengan Tiongkok tanpa kehilangan akses pada forum lain seperti Shangri-La Dialogue atau Munich Security Conference. Indonesia dapat memainkan peran sebagai jembatan, memanfaatkan berbagai forum untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya sekaligus memperkuat komitmen pada tatanan multipolar yang lebih adil.

    Keberadaan Xiangshan Forum dengan demikian memperlihatkan dinamika baru dalam arsitektur keamanan global. Jika sebelumnya diskursus keamanan Asia hanya berputar di Singapura atau Munich, kini Beijing telah menghadirkan forum yang semakin diperhitungkan. Dalam kacamata geopolitik, Xiangshan Forum bukan sekadar pertemuan akademis, melainkan cerminan perebutan legitimasi antara Barat dan Tiongkok dalam menentukan arah tatanan dunia. Pada akhirnya, perbandingan dengan Shangri-La Dialogue, Munich Security Conference, maupun Raisina Dialogue menegaskan bahwa setiap forum membawa identitas politik dan strateginya masing-masing. Xiangshan Forum berdiri sebagai simbol assertiveness Tiongkok dalam percaturan global, sekaligus menawarkan jalan alternatif bagi dunia yang semakin multipolar. Di tengah global disorder yang sarat ketidakpastian, forum-forum semacam ini menjadi instrumen vital untuk menjaga komunikasi antarbangsa, mencegah konflik terbuka, dan membuka jalan menuju solusi kolektif atas tantangan kemanusiaan yang kian kompleks.

    Jakarta 19 September 2025

    Chappy Hakim Pusat Studi Air Power Indonesia

    Disusun, dirangkum dari berbagai sumber.

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleThe Strategic Position of the Xiangshan Forum
    Next Article Cyber Age dan Keamanan Dunia
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Magna Charta

    09/23/2025
    Article

    Kerja Sama Alutsista Indonesia China

    09/23/2025
    Article

    Perkembangan Produksi Pesawat Tempur

    09/23/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.