Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Pemisahan Pemilu Serentak dan Efektivitas Sistem Presidensial: Pandangan Prof. Syamsuddin Haris
    Article

    Pemisahan Pemilu Serentak dan Efektivitas Sistem Presidensial: Pandangan Prof. Syamsuddin Haris

    Chappy HakimBy Chappy Hakim07/20/2025No Comments5 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Oleh: Chappy Hakim

    Gagasan pelaksanaan pemilu serentak di Indonesia mulai diadopsi secara resmi setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 pada tanggal 23 Januari 2014. Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) dan pemilu presiden secara terpisah tidak sejalan dengan prinsip keserentakan dalam sistem demokrasi konstitusional. Mahkamah menilai bahwa pemisahan jadwal antara pemilu legislatif dan pemilu presiden menyebabkan relasi antara lembaga legislatif dan eksekutif menjadi tidak ideal dalam konteks sistem presidensial. Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013 itu menjadi landasan konstitusional bagi perubahan desain pemilu nasional, yang kemudian diimplementasikan untuk pertama kalinya secara penuh dalam Pemilu Serentak 2019. Dalam pemilu tersebut, lima jenis pemilihan yakni Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, dilaksanakan secara bersamaan dalam satu hari pemungutan suara. Keputusan ini dianggap monumental karena mengubah secara mendasar tata kelola pemilu nasional di Indonesia, dan menjadi titik tolak bagi berbagai evaluasi terhadap efektivitas sistem presidensial dalam praktik.

    Namun, meskipun putusan tersebut dimaksudkan untuk menyederhanakan pemilu dan memperkuat sistem pemerintahan presidensial, dalam praktiknya pemilu serentak justru menimbulkan persoalan teknis, beban administratif yang berat, serta kekacauan dalam proses rekrutmen politik. Hal ini mendorong para ahli, termasuk Prof. Dr. Syamsuddin Haris, untuk mengkaji ulang desain pemilu serentak dan mendorong wacana pemisahan kembali antara pemilu legislatif dan eksekutif demi efektivitas demokrasi dan pemerintahan. Dalam kerangka demokrasi presidensial, keselarasan antara desain institusional dan praktik politik merupakan kunci utama bagi terciptanya sistem pemerintahan yang efektif. Dalam konteks Indonesia, Prof. Dr. Syamsuddin Haris, salah satu intelektual politik terkemuka, telah secara konsisten menyuarakan urgensi pemisahan pemilu serentak sebagai langkah krusial untuk memperkuat efektivitas sistem presidensial. Gagasan ini muncul dari refleksi terhadap kompleksitas politik yang menyertai pelaksanaan Pemilu Serentak 2019, yang menurutnya tidak hanya menimbulkan beban teknis, tetapi juga melemahkan prinsip-prinsip fundamental sistem presidensial.

    Problematika Pemilu Serentak 2019

    Pemilu Serentak 2019 yang menggabungkan pemilihan presiden dan legislatif dalam satu waktu telah menciptakan beban administratif dan teknis yang luar biasa bagi penyelenggara dan pemilih. Lebih dari 800 petugas KPPS meninggal dunia akibat kelelahan dalam proses penghitungan suara yang maraton. Prof. Syamsuddin Haris memandang bahwa desain pemilu serentak lima kotak ini tidak selaras dengan semangat konstitusi dan sistem presidensial yang dianut Indonesia sejak reformasi 1998. Alih-alih memperkuat akuntabilitas eksekutif, pemilu serentak justru menjerumuskan sistem ke dalam praktik parlementer terselubung. Dalam sistem presidensial ideal, pemilu legislatif dan pemilu eksekutif semestinya dipisah untuk memberi ruang rasionalitas kepada pemilih. Pemilih dapat menilai kandidat legislatif berdasarkan rekam jejak dan platform partai, dan secara terpisah mengevaluasi kandidat presiden berdasarkan kapasitas dan program kerja. Namun dalam praktik pemilu serentak, banyak pemilih tidak mengenali calon legislatifnya dan cenderung memilih berdasarkan coattail effect calon presiden sehingga melemahkan akuntabilitas legislatif.

    Pemisahan Pemilu: Mengembalikan Rasionalitas Politik

    Prof. Syamsuddin Haris dalam berbagai forum ilmiah dan media massa, termasuk pernyataannya di kanal BRIN dan dalam Sidang Mahkamah Konstitusi, menegaskan bahwa pemilu serentak nasional justru menghasilkan presidential threshold yang absurd. Partai politik hanya dapat mencalonkan presiden jika mengantongi 20 persen kursi DPR hasil pemilu yang dilakukan bersamaan padahal logika ini menciptakan ketidakpastian dan distorsi demokrasi. Dalam pemilu serentak, threshold tidak bisa dihitung sebelum hasil legislatif ditetapkan, sehingga partai harus “berkoalisi di atas angin”, dengan dasar popularitas semata, bukan programatik atau ideologis.  Dengan pemisahan pemilu legislatif (misalnya pada 2027) dan eksekutif (2029), maka partai dapat lebih rasional menyusun strategi, dan calon presiden bisa benar-benar dipilih berdasarkan dukungan riil parlemen hasil pemilu sebelumnya. Model ini sejalan dengan praktik demokrasi presidensial di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, yang dengan jelas memisahkan antara pemilu kongres dan pemilu presiden.

    Penguatan Sistem Presidensial

    Efektivitas sistem presidensial terletak pada stabilitas eksekutif dan kejelasan mandat rakyat. Prof. Haris menilai bahwa praktik koalisi besar pasca-pemilu serentak di mana hampir semua partai bergabung dalam pemerintahan mengaburkan fungsi check and balance antara eksekutif dan legislatif. Tanpa oposisi parlementer yang kuat, parlemen kehilangan fungsinya sebagai pengawas kekuasaan. Hal ini membahayakan demokrasi karena membuka ruang dominasi eksekutif tanpa koreksi institusional.  Pemisahan pemilu, menurut Prof. Haris, memberi kesempatan bagi parlemen untuk lebih independen dan bagi rakyat untuk memiliki kontrol yang lebih terarah atas dua cabang kekuasaan tersebut. Sistem presidensial bukan hanya soal pemisahan kekuasaan, tapi juga keseimbangan kekuasaan (power balance), yang tidak akan terwujud bila eksekutif dan legislatif lahir dari proses pemilu yang tumpang tindih.

    Kesimpulan: Kembali ke Rancang Bangun Konstitusional

    Gagasan pemisahan pemilu bukan semata-mata usulan teknis atau administratif. Sebagaimana ditegaskan oleh Prof. Syamsuddin Haris, ini adalah persoalan desain institusional yang menentukan kualitas demokrasi Indonesia ke depan. Dengan memisahkan pemilu legislatif dan pemilu presiden, Indonesia dapat memperkuat sistem presidensial yang sejati, mendorong akuntabilitas partai politik, serta menghidupkan kembali rasionalitas pemilih.  Mahkamah Konstitusi dan para pembentuk undang-undang perlu menimbang masukan ini dengan serius, mengingat tantangan demokrasi yang makin kompleks dan kecenderungan oligarkis yang kian menguat. Dalam sistem politik yang sehat, pemisahan waktu antara pemilu legislatif dan eksekutif adalah langkah kecil yang bisa membawa dampak besar bagi kehidupan bernegara.

    Referensi:

    1. Syamsuddin Haris, “Pemilu Serentak dan Efektivitas Sistem Presidensial”, BRIN dan berbagai forum akademik 2022–2024.
    2. Kompas.id, “Pakar: Pemilu Serentak Tidak Efektif dan Tidak Logis,” 2023.
    3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 55/PUU-XVII/2019.
    4. Bivitri Susanti, “Menakar Ulang Desain Pemilu Serentak”, PSHK Policy Brief, 2020.
    5. International IDEA, Presidentialism and Electoral Systems, 2018.

    Jakarta 20 Juli 2025

    Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleResensi Buku
    Next Article Pertarungan pesawat J-10C dan Rafale
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Menemukan Smartphone yang Tepat di Era Teknologi Mutakhir

    07/21/2025
    Article

    Menjaga Kesehatan di Tahun 2025

    07/21/2025
    Article

    Belajar Ilmu Politik sebagai penggilan Nurani

    07/21/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.