Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Kekuatan Perang Australia
    Article

    Kekuatan Perang Australia

    Chappy HakimBy Chappy Hakim09/06/2025No Comments6 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Terutama Angkatan Udaranya (RAAF)

    Australia mulai membangun angkatan perangnya sejak awal abad ke-20. Tahun 1901, bertepatan dengan berdirinya Federasi Australia, dibentuklah Australian Army dan Royal Australian Navy, yang kemudian diikuti dengan pendirian Royal Australian Air Force (RAAF) pada tahun 1921. Pemicunya adalah pengalaman pahit dalam Perang Boer (1899–1902) dan Perang Dunia I, di mana pasukan Australia yang berperang di luar negeri menyadari perlunya kekuatan militer yang terorganisir, modern, dan mampu bertahan tanpa terlalu bergantung pada Inggris.  Kesadaran itu semakin menguat setelah jatuhnya Singapura pada 1942, ketika Jepang menguasai Asia Tenggara. Peristiwa itu menjadi trauma geopolitik terbesar bagi Australia, karena untuk pertama kalinya ancaman militer langsung mendekati kawasan utara benua tersebut. Dari titik inilah Australia tidak lagi sepenuhnya bergantung pada Inggris, tetapi membangun aliansi baru dengan Amerika Serikat. Lahirnya ANZUS Treaty (1951) mempertegas orientasi pertahanan Australia ke arah aliansi Pasifik, bukan semata ikatan kolonial.

    Pengaruh Operasi Trikora terhadap Pembangunan Angkatan Perang Australia

    Selain pengalaman global, dinamika di kawasan juga mendorong Australia memperkuat militernya. Salah satu momen penting adalah Operasi Trikora (1961–1962) yang dilancarkan Presiden Soekarno untuk merebut Irian Barat (Papua Barat) dari Belanda. Dalam konflik ini, Indonesia menyiapkan kekuatan militer besar, termasuk armada udara dan kapal perang, bahkan menerima bantuan dari Uni Soviet berupa pesawat pengebom jarak jauh Tu-16 Badger dan kapal selam kelas Whiskey.  Bagi Australia, peristiwa ini menjadi alarm strategis. Sebab, wilayah Papua berbatasan langsung dengan Australia utara. Kemungkinan konflik militer di sekitar Irian Barat dianggap dapat menyeret Australia ke dalam konfrontasi langsung dengan Indonesia. Australia kemudian meningkatkan status siaga militernya, memperkuat pangkalan di Darwin, serta mempercepat program modernisasi Angkatan Udaranya.  Sejarawan militer mencatat bahwa pengalaman Trikora menjadi salah satu faktor pendorong Australia untuk lebih serius membangun Northern Defence Strategy, yaitu penguatan pangkalan militer di utara benua. Keberadaan RAAF Base Tindal dan RAAF Base Darwin kemudian menjadi aset vital untuk memantau kawasan utara, termasuk Papua dan Laut Arafura. Trikora juga mempertegas pentingnya sistem peringatan dini, yang kelak berkembang menjadi proyek Jindalee Operational Radar Network (JORN), radar over-the-horizon yang dapat mengawasi pergerakan udara hingga ribuan kilometer dari benua Australia. Dengan kata lain, Trikora bukan hanya peristiwa penting bagi Indonesia, tetapi juga menjadi turning point bagi Australia untuk memastikan bahwa pertahanan udaranya harus berlapis, modern, dan siap menghadapi ancaman dari kawasan sekitarnya.

    Sejarah dan Filosofi Pertahanan

    RAAF sejak 1921 menjadi tulang punggung strategi militer Australia. Perang Dunia II membuktikan bahwa penguasaan udara adalah faktor penentu. Sejak saat itu, filosofi “air power” diadopsi secara penuh. Wilayah Australia yang luas menuntut mobilitas tinggi, jangkauan jauh, dan sistem pengendalian udara yang canggih. Dengan demikian, udara bukan hanya elemen pertahanan, tetapi juga alat diplomasi dan sekaligus proyeksi kekuatan.  Australia kini mengoperasikan salah satu armada udara paling modern di kawasan Asia-Pasifik. F-35A Lightning II menjadi tulang punggung superioritas udara, didukung oleh F/A-18F Super Hornet dan EA-18G Growler untuk perang elektronik. Pesawat pengintai P-8A Poseidon, tanker KC-30A, angkut strategis C-17 Globemaster III, serta sistem AEW&C E-7A Wedgetail memberi RAAF keunggulan dalam operasi jarak jauh.  Seluruh alutsista ini terintegrasi dalam jaringan pertahanan udara nasional yang didukung oleh radar JORN. Sistem ini menjadikan Australia memiliki kemampuan deteksi dan respon yang lebih awal dibanding banyak negara tetangga.

    Doktrin dan Aliansi Strategis

    Doktrin Defence of Australia menekankan bahwa ancaman harus ditangani sejak jauh dari daratan utama. Hal ini membuat RAAF dan Royal Australian Navy berfungsi sebagai garda depan. Namun, setelah era Trikora dan Konfrontasi Indonesia Malaysia, Australia menyadari pentingnya keterlibatan aktif dalam keamanan regional.  Aliansi ANZUS (1951) dan AUKUS (2021) menjadi fondasi utama strategi pertahanan. Melalui AUKUS, Australia memperkuat akses terhadap teknologi militer canggih, termasuk kapal selam nuklir, sistem radar generasi baru, hingga kerja sama dalam bidang kecerdasan buatan dan perang siber. Dengan AS, Australia juga rutin melakukan latihan gabungan untuk memperkuat interoperabilitas di Indo-Pasifik. Posisi geografis Australia di selatan Asia Tenggara membuatnya menjadi pemain kunci keamanan regional. Pangkalan udara di utara benua berfungsi sebagai benteng utama menghadapi potensi konflik di Laut Timor, Papua, dan Samudra Hindia. Latihan militer multinasional Pitch Black yang digelar RAAF menjadi bukti keterbukaan Australia dalam membangun jaringan pertahanan kolektif.

    Tantangan dan Keterbatasan

    Meskipun modern, Australia menghadapi keterbatasan jumlah personel akibat populasi yang kecil. Biaya pemeliharaan alutsista seperti F-35 sangat tinggi. Ketergantungan pada aliansi juga dapat membatasi kebijakan strategis Australia ketika kepentingan AS tidak sejalan dengan kepentingan nasional. Selain itu, peningkatan kekuatan militer Tiongkok dan India menuntut Australia untuk terus menjaga keunggulan teknologi.  Pembangunan kekuatan perang Australia, khususnya RAAF, adalah hasil dari akumulasi pengalaman sejarah, mulai dari Perang Dunia, jatuhnya Singapura, hingga dinamika kawasan seperti Trikora. Operasi Trikora secara khusus memperlihatkan kepada Australia bahwa ancaman tidak hanya datang dari kekuatan global, tetapi juga dari negara tetangga yang sedang bangkit. Hal itu mempercepat pembangunan pangkalan udara di utara dan penguatan sistem peringatan dini.

    Kini, RAAF menjelma menjadi salah satu angkatan udara paling modern di dunia, dengan kombinasi teknologi, doktrin, dan aliansi yang menjadikannya kekuatan utama di Indo-Pasifik. Dalam konteks geopolitik kontemporer, AUKUS menjadi tonggak baru yang mempertegas posisi Australia sebagai kekuatan udara sekaligus maritim yang bersandar pada teknologi paling mutakhir. Melalui aliansi ini, Australia tidak hanya menjaga kedaulatan nasionalnya, tetapi juga memproyeksikan kekuatan sebagai penyeimbang di kawasan Indo-Pasifik, di tengah rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok.  Catatan penting, melalui AUKUS Australia untuk pertama kali dalam sejarahnya akan memperoleh kapal selam bertenaga nuklir. Hal ini bukan sekadar lompatan teknologi, tetapi juga simbol transformasi Australia dari sekadar kekuatan regional menjadi kekuatan strategis yang diperhitungkan dalam arsitektur keamanan global. Dengan kapal selam nuklir, jangkauan operasi Royal Australian Navy meningkat drastis, melengkapi dominasi RAAF di udara, dan menjadikan Australia negara dengan kombinasi kekuatan laut-udara paling signifikan di belahan selatan dunia.

    Referensi Akademik (contoh)

    1. Australian Government, 2020 Defence Strategic Update and Force Structure Plan, Canberra: Department of Defence, 2020.
    2. Royal Australian Air Force, Air Power Manual, 7th Edition, Canberra: RAAF Air Power Development Centre, 2022.
    3. Ball, Desmond, The Transformation of Australia’s Defence Policy 1987–2020, ANU Press, 2021.
    4. International Institute for Strategic Studies (IISS), The Military Balance 2024, London: Routledge, 2024.
    5. SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute), SIPRI Yearbook 2023: Armaments, Disarmament and International Security, Oxford University Press, 2023.
    6. Subritzky, John, Confronting Sukarno: British, American, Australian and New Zealand Diplomacy in the Malaysian-Indonesian Confrontation, 1961–1965, Palgrave Macmillan, 2000.

    Jakarta 23 Agustus 2025

    Chappy Hakim (disusun dari berbagai sumber termasuk AI)

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleIATA, Relevansinya dengan Dunia Penerbangan Indonesia
    Next Article Pertahanan Singapura yang Total & Smart
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    ADF dan Buku Putih Australia

    09/06/2025
    Article

    Pertahanan Singapura yang Total & Smart

    09/06/2025
    Article

    IATA, Relevansinya dengan Dunia Penerbangan Indonesia

    09/06/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.