MEMBACA PETA, SEJARAH, DAN IDENTITAS DENGAN BENAR
Oleh Chappy Hakim – Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia
Iran bukan Arab. Selesai menyampaikan komentar di layar TV semalam, saya mendapat respon keras dari beberapa teman bahwa Iran itu bukan Arab Lho ! Wah, cemar saya. Terimakasih koreksinya teman teman. Mohon maaf atas kesalahan ini. Untuk itu saya menurunkan tulisan singkat berikut ini.
Bagi banyak orang di Indonesia, termasuk juga di dunia barat, wilayah Timur Tengah dianggap sinonim dengan dunia Arab. Padahal, realitanya Timur Tengah itu cukup beragam terdiri dari Arab, Persia atau Iran, Kurdi, Turki, Yahudi atau Israel, Druze dan Yazidi. Dengan demikian ketika Iran disebut Arab karena memang terletak di Timur Tengah, maka hal itu sebenarnya adalah ujud dari penyederhanaan geografis.
Sekali lagi ketika membicarakan kawasan Timur Tengah, pasti sering kita mendengar penyebutan yang serba menyamaratakan. Semua negara diasumsikan Arab, semua budaya dikira sama, semua pemimpin dicampuradukkan seolah berasal dari satu akar. Lebih parah lagi, masih tetap ada saja yang berkata dengan yakin bahwa Iran itu bagian dari Jazirah Arab.
Pernyataan itu terdengar sederhana, tetapi jika tidak dijelaskan dengan baik, bisa saja akan menggiring pada kekeliruan geopolitik yang fatal. Sebab dalam politik internasional, salah memahami geografi sama halnya dengan salah membaca kompas di tengah badai bisa tersesat jauh dari arah tujuan.
Iran, pada jaman dulu dikenal dengan nama Persia, yaitu salah satu peradaban tertua di dunia. Dari Cyrus Agung, Darius, hingga Shah Abbas, bangsa Persia telah membentuk peradaban yang berpengaruh dalam sejarah dunia. Ketika bangsa Arab masih membentuk suku-suku di padang pasir, Persia sudah memiliki sistem administrasi, pasukan tetap, dan arsitektur megah yang bahkan menginspirasi Romawi dan Byzantium.
Islam memang masuk ke Persia pada abad ke-7, tetapi orang-orang Persia tidak kemudian menjadi Arab. Mereka memeluk Islam, namun tetap mempertahankan bahasa Farsi, sastra, budaya, dan sistem sosial yang khas. Bahkan Iran menjadi pusat dari mazhab Syiah yang berbeda dari mayoritas dunia Arab yang mazhabnya Sunni.
Lebih jauh lagi, Iran tidak termasuk dalam organisasi Liga Arab (Arab League). Liga ini adalah organisasi antarnegara Arab yang dibentuk tahun 1945 untuk membangun solidaritas dunia Arab. Iran, dengan bangga dan sadar, tidak menjadi bagian dari aliansi itu. Di mata Iran, identitas dengan tegas menyatakan bahwa mereka bukan “Arab,” melainkan Persia, dan itu tidak bisa ditawar.
Mungkin saja ada yang bertanya, “Lalu apa pentingnya menyebut Iran bukan Jazirah Arab?” Jawabannya sangat strategis. Kesalahan memahami identitas sebuah negara bisa berdampak serius dalam membaca geopolitik. Salah satu akar konflik di Timur Tengah adalah benturan antara kekuatan Arab Sunni (dipimpin oleh Arab Saudi) dengan Persia Syiah (dipimpin oleh Iran). Konflik Suriah, Yaman, Irak, hingga Lebanon tidak bisa dibaca dengan benar jika kita gagal membedakan siapa Arab dan siapa Persia.
Kesalahan mengenali lokasi dan identitas sebuah negara seperti Iran bisa disamakan dengan salah mengenali bentuk ancaman di langit dan dalam studi pertahanan dan atau dunia militer, itu bisa berakibat fatal.
Demikianlah maka, dalam membaca peta dunia, mari kita berhenti menyamaratakan. Jangan samakan Iran dengan Arab hanya karena bahasanya sama-sama ditulis dengan huruf Arab, atau karena sama-sama menganut Islam. Sebab dalam realitas politik dan sejarah, Iran adalah Persia sebuah bangsa tersendiri, yang tidak berada di Jazirah Arab, dan tidak akan pernah menganggap dirinya Arab.
Sebagaimana dalam filosofi strategis, memahami perbedaan adalah awal dari strategi yang efektif. Dan memahami bahwa Iran bukan Jazirah Arab adalah langkah awal untuk memahami seluruh konflik dan dinamika Timur Tengah secara lebih cerdas.
Perlu saya sampaikan sekali lagi terimakasih pada teman teman yang mengoreksi pernyataan saya yang memalukan di TV selama ini bahwa Iran bukan Arab. Saya memang harus belajar banyak dari banyak orang.
Bunga Selasih dan Gunung Merbabu , Terimakasih dan Mohon Maaf bila ada yang terganggu.
Referensi:
- Axworthy, M. (2016). A History of Iran: Empire of the Mind. Basic Books.
- Nasr, V. (2006). The Shia Revival: How Conflicts within Islam Will Shape the Future. Norton.
- Keddie, N. R. (2006). Modern Iran: Roots and Results of Revolution. Yale University Press.
- Britannica. Entry: “Iran,” “Persian People,” “Arabian Peninsula.”
- https://www.lasportal.org – Liga Arab
- Council on Foreign Relations (CFR): Iran and the Arab World.
- Kamal Salibi, The Modern History of Lebanon (1988), untuk membedakan Arabisme dan non-Arab dalam kawasan Levant dan Timur Tengah.
Jakarta 27 Juni 2025
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia