Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Indonesia dan BRICS: Langkah Strategis Menuju Dunia Multipolar
    Article

    Indonesia dan BRICS: Langkah Strategis Menuju Dunia Multipolar

    Chappy HakimBy Chappy Hakim07/20/2025No Comments4 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Oleh: Chappy Hakim

    Ketika peta kekuasaan global bergerak menuju konfigurasi baru, Indonesia tidak bisa terus berdiri di pinggir panggung sejarah. Keputusan bergabung dengan BRICS kelompok negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan menjadi pertanda bahwa Indonesia sedang memosisikan diri sebagai aktor utama dalam dunia yang makin multipolar.  Ini bukan sekadar langkah simbolik. BRICS telah menjelma menjadi blok ekonomi dan politik alternatif yang mulai menantang dominasi Barat, khususnya G7, dalam mengatur arsitektur global. Dengan lebih dari 3 miliar populasi dan sekitar 25 persen PDB dunia, BRICS adalah kekuatan riil yang sedang membentuk ulang tata dunia baru.

    Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS membawa makna geopolitik dan geoekonomi yang penting. Dari sudut pandang geopolitik, Indonesia menunjukkan sinyal bahwa ia ingin memperluas kemitraan strategisnya tanpa terpaku pada satu kutub kekuasaan saja. Ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas-aktif yang telah menjadi dasar diplomasi Indonesia sejak Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung.  Di era yang semakin sarat kompetisi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, posisi netral aktif Indonesia sangat penting. Masuk ke BRICS berarti memperkuat peran dalam kerja sama Selatan-Selatan (South-South Cooperation), sembari menjaga jarak yang sehat dari tarikan magnet geopolitik global yang makin bipolar. Seperti yang dinyatakan Presiden Jokowi dalam berbagai forum internasional, Indonesia menginginkan perdamaian dan keadilan global, bukan keberpihakan yang membutakan.

    Dari sisi geoekonomi, keanggotaan Indonesia dalam BRICS menghadirkan peluang besar. Salah satu yang paling nyata adalah akses terhadap pendanaan dari New Development Bank (NDB), lembaga keuangan yang dibentuk BRICS untuk menjadi alternatif dari IMF dan Bank Dunia. Pendekatan NDB dianggap lebih sensitif terhadap kebutuhan negara berkembang dan tidak terlalu membebani dengan syarat-syarat neoliberal yang sering menyulitkan.   Indonesia, yang tengah giat membangun infrastruktur nasional dan mempercepat transformasi ekonomi digital, tentu memerlukan sumber pembiayaan alternatif yang kompetitif. Dalam hal ini, BRICS membuka pintu baru yang relevan dengan arah kebijakan pembangunan nasional jangka panjang, termasuk visi Indonesia Emas 2045.

    Selain itu, agenda de-dolarisasi yang mulai dikampanyekan BRICS sejalan dengan kepentingan Indonesia untuk memperkuat kedaulatan moneter. Ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan internasional membuat banyak negara rentan terhadap gejolak eksternal. BRICS telah menggagas penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan antar anggotanya. Jika diterapkan secara konsisten, ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sistem keuangan global yang sangat terpusat pada Amerika. Namun, tentu saja langkah ini tidak tanpa risiko. Masuknya Indonesia ke dalam BRICS juga berarti harus bersiap menghadapi berbagai dinamika internal dalam kelompok tersebut. Hubungan India–Tiongkok yang kerap memanas, sanksi internasional terhadap Rusia, serta dominasi ekonomi Tiongkok dalam forum ini bisa menjadi tantangan tersendiri. Indonesia perlu memastikan bahwa partisipasinya dalam BRICS tetap berdasarkan prinsip kesetaraan, bukan subordinasi.

    Di sisi lain, Indonesia juga harus cermat menjaga relasi strategisnya dengan negara-negara Barat yang selama ini menjadi mitra utama dalam perdagangan, investasi, dan pertahanan. Keanggotaan di BRICS tidak boleh dimaknai sebagai pengganti, melainkan sebagai perluasan dari arena kerja sama global. Dalam konteks ini, Indonesia memainkan peran sebagai “jembatan geopolitik” penengah antara kekuatan besar, penjaga keseimbangan baru dunia.  Dalam politik luar negeri yang cerdas dan adaptif, Indonesia tidak memihak, tetapi berpihak pada kepentingan nasional. Masuknya ke BRICS adalah bentuk realisme strategis di tengah dunia yang sedang mencari bentuk baru. Dunia pasca-pandemi dan pasca-Perang Ukraina bukan lagi dunia unipolar yang didominasi satu kekuatan, melainkan dunia dengan banyak pusat pengaruh.

    Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan anggota G20, Indonesia memiliki legitimasi untuk berdiri di antara para kekuatan besar dunia. Kini, melalui BRICS, Indonesia memperluas ruang diplomatiknya, menguatkan daya tawar ekonomi, dan ikut membentuk wajah dunia baru yang lebih seimbang dan berkeadilan. Langkah ini patut dicermati sebagai bagian dari proses naik kelasnya Indonesia dalam politik global. Seperti kata pepatah Latin: audiatur et altera pars dengarkan juga suara dari pihak lain. Dalam hal ini, BRICS memberi ruang kepada suara-suara dunia berkembang yang selama ini terlalu sering diabaikan. Kini, Indonesia menjadi bagian dari suara itu.

    Daftar Referensi

    1. BRICS Joint Statement. (2023). Johannesburg II Declaration, BRICS Summit.
    2. Wade, R. H. (2011). “Emerging World Order? From Multipolarity to Multilateralism in the G20, the World Bank, and the IMF.” Politics & Society, 39(3).
    3. Djalal, H. (2022). Politik Luar Negeri RI: Bebas-Aktif atau Bebas-Pasif? Penerbit Kompas.
    4. Nye, J. (2004). Soft Power: The Means to Success in World Politics. PublicAffairs.
    5. Bank Dunia dan IMF. (2022). Country Partnership Framework: Indonesia 2021–2025.
    6. BRICS New Development Bank. (2023). Annual Report.
    7. Kompas.id (2023). “Indonesia Dilirik Masuk BRICS, Pemerintah Masih Kajian.”
    8. The Diplomat (2023). “Indonesia Eyes BRICS: Strategic Balancing or Global Ambition?”

    Jakarta 19 Juli 2025

    Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleKapten AI171 dan Psikologi di Balik Kecelakaan Udara
    Next Article Desentralisasi dan kekuatan politik lokal di Indonesia Antara Harapan Demokrasi dan Ancaman Oligarki Daerah
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Menemukan Smartphone yang Tepat di Era Teknologi Mutakhir

    07/21/2025
    Article

    Menjaga Kesehatan di Tahun 2025

    07/21/2025
    Article

    Belajar Ilmu Politik sebagai penggilan Nurani

    07/21/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.