Rekor Perang Udara Terbesar sejak Perang Dunia II dan Keunggulan Jet Tempur China
Petang tadi saya baru saja menerima berita mutakhir dari teman Jurnalis orang Pakistan yang bekerja untuk sebuah media bergengsi di Beijing. Dia mengabarkan bahwa kemarin 9 Mei baru saja tercapai kesepakatan gencatan senjata antara India dan Pakistan yang serta merta mengakhiri perang udara terbesar sejak berakhirnya Perang Dunia ke 2.
Konflik bersenjata antara India dan Pakistan sebenarnya mulai kembali memanas pada awal Mei 2025 dan menjelma menjadi konfrontasi udara paling dahsyat yang pernah terjadi sejak berakhirnya Perang Dunia II. Di tengah eskalasi ketegangan di wilayah Kashmir, kedua negara bersenjata nuklir itu meluncurkan serangan udara masif yang melibatkan ratusan pesawat tempur canggih. Dari balik awan pertempuran, tercatat sebuah rekor militer baru: konflik udara terbesar sejak 1945, yang secara mengejutkan menampilkan keunggulan teknologi dan taktik strategi dari jet tempur J-10C buatan China yang dioperasikan Pakistan atas Rafale buatan Prancis yang digunakan India. Gencatan senjata akhirnya tercapai pada 9 Mei 2025 setelah tekanan internasional, tetapi jejak pertempuran udara tersebut akan tercatat sebagai titik balik penting dalam geopolitik kawasan terutama dalam sesi perlombaan teknologi militer global.
Latar Belakang Konflik: Perseteruan Lama, Api Baru
India dan Pakistan memiliki sejarah panjang konflik bersenjata, terutama di wilayah sengketa Kashmir. Ketegangan meningkat drastis pada awal April 2025 ketika terjadi insiden serangan terhadap pos militer India yang dituduhkan berasal dari kelompok militan yang beroperasi dari wilayah Pakistan. Pemerintah India merespons dengan meluncurkan serangan udara terhadap “fasilitas teroris” di wilayah Azad Kashmir, yang dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan oleh Pakistan.
Sebagai balasan, Angkatan Udara Pakistan mengerahkan armada tempurnya, termasuk J-10C Vigorous Dragon, hasil kerjasama industri militer dengan China. Dalam beberapa hari, bentrokan udara intensif pecah di sepanjang Line of Control (LoC), menciptakan zona perang udara aktif yang menegangkan dan penuh dengan risiko.
Rekor Pertempuran Udara: Teknologi dan Kejutan Strategis
Pertempuran udara yang terjadi antara tanggal 6 hingga 8 Mei 2025 melibatkan lebih dari 100 pesawat tempur dari kedua belah pihak. Menurut laporan The Sun dan Reuters, ini adalah keterlibatan udara terbesar secara kuantitas dan intensitas sejak pertempuran udara di Teater Pasifik pada akhir Perang Dunia II.
Yang paling mencolok dari pertempuran ini adalah keberhasilan jet tempur J-10C buatan China yang digunakan Pakistan dalam menembak jatuh setidaknya dua pesawat Rafale India. Rafale—pesawat generasi 4.5 buatan Dassault Aviation, dilengkapi dengan radar AESA (Active Electronically Scanned Array) dan rudal jarak jauh Meteor—selama ini dianggap sebagai superioritas udara regional. Namun, J-10C yang lebih baru dan telah dimodifikasi dengan radar AESA KLJ-7A, serta rudal udara-ke-udara PL-15, mampu mengunggulinya di medan tempur nyata. Ini adalah ajang perang elektronika yang ditandai pasti akan dimenangkan oleh hasil produk teknologi mutakhir. Dalam hal ini J10C versus Rafale.
Seorang pejabat AS dikutip oleh Reuters mengatakan bahwa “this is a wake-up call for Western air dominance,” mengingat satu dari dua Rafale yang ditembak jatuh diyakini dihancurkan oleh serangan di luar jangkauan visual (BVR), membuktikan kemampuan teknologis blok Timur yang semakin kompetitif. Teknologi yang Up to Date !
Mediasi dan Gencatan Senjata
Seiring meningkatnya tekanan diplomatik internasional, terutama dari Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Tiongkok sendiri, kedua negara akhirnya menyepakati gencatan senjata pada 9 Mei 2025. Menteri Luar Negeri Pakistan dan India mengeluarkan pernyataan bersama, dengan mengatakan bahwa “demi stabilitas kawasan dan menghindari eskalasi nuklir, semua operasi militer aktif dihentikan per pukul 00.00 waktu Islamabad.”
Pihak PBB dan negara-negara G20 menyambut baik gencatan senjata ini. Namun, di balik keberhasilan diplomatik tersebut, dunia menyaksikan transformasi kekuatan udara global yang secara diam-diam telah berpindah arah.
Dampak Geopolitik dan Implikasi Strategis
Konflik ini tidak hanya membuktikan kerentanannya perdamaian regional Asia Selatan, tetapi juga mengungkapkan perkembangan mencolok dalam kemampuan militer Pakistan—berkat modernisasi armada tempurnya yang di dukung oleh Tiongkok. Keunggulan J-10 atas Rafale merupakan sinyal bahwa keseimbangan kekuatan udara regional tidak lagi didominasi oleh teknologi Barat. Membuktikan produk teknologi China di arena global tidak bisa lagi disebut sebagai produk kaleng kaleng.
Lebih jauh lagi, kemenangan simbolis J-10 ini memperkuat posisi China sebagai penyuplai utama sistem pertahanan negara-negara berkembang yang ingin keluar dari ketergantungan terhadap Barat. Pakistan, yang selama ini terjebak dalam ketidakseimbangan kekuatan dengan India, kini melihat peluang strategis untuk melakukan “air denial” melalui teknologi setara. Ditengah posisinya yang tersudut, Pakistan memperoleh jalan keluar dengan membangun mitra strategis dalam upaya mengembangkan sistem senjatanya, terutama sistem senjata udara. Pakistan membuktikan alutsista tidak bisa dikembangkan dengan cara ”membeli” saja, akan tetapi harus dimulai dengan kemitraan dalam proses produksi yang melibatkan proses panjang R&D, penelitian dan pengembangan.
Demikianlah, Pertempuran udara India–Pakistan pada Mei 2025 adalah momen penting dalam sejarah peperangan modern. Selain menjadi dogfight terbesar sejak Perang Dunia II, konflik ini mencatatkan kemenangan taktis dan simbolis pesawat tempur buatan China atas jet Barat, sekaligus menandai munculnya tatanan baru dalam keseimbangan kekuatan militer global. Gencatan senjata yang dicapai bukan hanya bentuk penghentian permusuhan sementara, tetapi juga jeda bagi dunia untuk mengevaluasi kembali strategi pertahanan dan dinamika teknologi militer di masa depan. Sekali lagi Pakistan memberi pelajaran yang sangat berharga, bahwa pengembangan kemampuan pertahanan udara harus diletakkan pada pola dasar perencanaan strategis jangka panjang yang konsisten menyangkut ke mitraan dengan negara maju dalam hal ini China. Pengembangan kekuatan pertahanan sebuah negara memang tidak bisa dibangun dalam pola perencanaan yang sempit dan visi 5 tahunan belaka. Pengembangan kekuatan pertahanan udara memang tidak bisa dilakukan dengan pola dan mekanisme membeli pesawat murah meriah apalagi pesawat bekas !
Referensi:
- Reuters, “Pakistan’s Chinese-made jet brought down two Indian fighter aircraft,” 8 Mei 2025.
- The Sun, “India-Pakistan dogfight largest since WW2 as jets clash over Kashmir,” 8 Mei 2025.
- The Guardian, “India and Pakistan agree to ceasefire after intense air battles,” 9 Mei 2025.
- AP News, “US pushes for ceasefire amid fears of nuclear escalation in South Asia,” 9 Mei 2025.
- Wikipedia, “2025 India–Pakistan air engagements”, diakses Mei 2025.
Jakarta 10 Mei 2025
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia