counter create hit
Flight

Terbang dengan L-29 Delfin

L-29 Delfin
L-29 Delfin

Bagi para perwira siswa penerbang yang berhasil lolos tahap Primary dan basic training, latihan dan pelajaran terbang dilanjutkan ke fase Advance Training.   Tidak sebagaimana pelaksanaan latihan di Primary dan Basic yang berlangsung di Lanud Adisutjipto Jogjakarta, maka Advance  Training dilaksanakan di Lanud Iswahyudi Madiun.   Dipilihnya Madiun, Lanud Iswahyudi, karena antara lain panjang runway nya lebih panjang daripada panjang runway di Maguwo, Jogjakarta. Latihan tingkat lanjut juga berbeda dengan pelaksanaan latihan di Primary dan Basic yang masih menggunakan pesawat baling-baling.   Ditingkat Advance, pesawat latih yang digunakan adalah pesawat latih Jet L-29 Delfin.

Pesawat terbang latih Jet, Aero L-29 Delfin adalah merupakan Military Jet Trainer Aircraft, yang oleh pihak NATO diberikan nama “Maya”.   Pesawat latih ini adalah pesawat Jet Trainer , buatan Pabrik pesawat Aero Vodochody, Cekoslovakia yang telah menjadi standar bagi Angkatan Udara seluruh negara Pakta Warsawa di tahun  1960-an.    L-29 di disain oleh Z. Rublič and K. Tomáš ,  berhasil diterbangkan pertama kali pada 5 April 1959.   Awalnya, pengguna utama dari produk ini, yang menggunakan adalah Angkatan Udara Rusia dan Angkatan Udara Cekoslovakia.  

Pesawat yang diproduksi sepanjang tahun 1963  sampai dengan 1974  tersebut berhasil mencapai jumlah 3500 buah.   Delfin digunakan terutama sekali oleh Angkatan Udara Negara-negara Eropa Timur untuk latihan-latihan terbang basic, intermediate dan weapons training.   Khusus untuk weapons training, konstruksi rangka pesawat sudah disiapkan untuk dapat dipasang gunpods, bombs dan rockets.   Dalam perang Yom Kippur, Mesir menggunakan pesawat L-29  untuk menyerang kedudukan tank-tank Israel.   Disain dasar pesawat Delfin yang diperuntukkan bagi pelatihan dasar Pilot, juga sudah diperhitungkan dapat digunakan sebagai pesawat tempur taktis.   Disamping itu ada juga produk Delfin dengan versi single seat, yang khusus diperuntukkan bagi penerbangan full aerobatic dikenal dengan nama L-29 A Akrobat.   Ada pula versi intai dari Delfin  yang dilengkapi dengan camera khusus , diberi kode dengan naman L-29 R.    Delfin, digunakan di lebih dari 20 negara, termasuk Amerika Serikat yang menggunakannya untuk  keperluan US Navy.

Sama dengan pesawat Mentor, Delfin tempat duduknya tandem, depan – belakang.   Instruktur duduk dikursi belakang dan student pilot di depan.   Pada saat terbang dengan Delfin inilah, para siswa penerbang sudah menggunakan helmet yang lengkap dengan masker oksigen.   Kelengkapan oksigen, tentu saja sebagai konsekuensi dari kemampuan pesawat yang dapat terbang tinggi melebihi dari 10- 15.000 ft.   Disain kokpit Delfin, sudah dirancang memudahkan para penerbang untuk mampu terbang pesawat bermesin Jet dan mengantarnya ke pesawat Mig.   Terbang dengan pesawat Jet, sangat  berbeda dengan pesawat propeller atau baling-baling.   Setelah start engine dan menutup canopy, maka suasana didalam kokpit terasa sepi.   Diluar, deru pesawat memang memekakkan telinga, tetapi tidak demikian halnya di kokpit setelah kanopi ditutup, terasa sepi.   Instrument di pesawat Delfin, tidak standar NATO, sehingga beberapa penunjuk jauh berbeda dengan pesawat barat pada umumnya.   Sebagai contoh, untuk altimeter, penunjuk ketinggian, disajikan tidak dalam ft akan tetapi dalam meter.   Ini merupakan kerepotan tersendiri, karena selalu harus menerjemahkannya ke ft sebab komunikasi penerbangan antar pesawat dengan pesawat dan antara pesawat dengan pengatur lalulintas udara menggunakan ft.

Kerepotan ini muncul, karena membaca instrument di panel kokpit, semua tertulis dalam bahasa atau huruf Rusia.   Beruntung untuk penunjukkan angka digunakan figur yang sama, sedangkan untuk peringatan, digunakan warna-warna yang sama.   Khususnya tentang bahaya, menggunakan warna merah, aman dengan warna hijau.   Untuk altimeter tetap saja menyulitkan, karena selain menggunakan meter, penunjukkan angka 600 dan angka 6000 hampir sama saja, bila tidak melihat dengan cermat di panel angka dan jarum penunjuk.   Sekedar contoh saja, untuk ketinggian persiapan landing adalah pada ketinggian 600 meter. Ada siswa yang salah baca sehingga untuk persiapan landing dia terbang di 6000 meter, bisa dibayangkan betapa tingginya pesawat saat terbang diatas runway.   Tidak ampun lagi, hukuman sudah menunggu di darat.   Masih banyak lagi kelucuan-kelucuan yang terjadi sebagai akibat dari salah pengertian dalam proses penyesuaian terhadap perbedaan-perbedaan yang ada.

Saya sendiri, merasa sangat cocok dalam menerbangkan pesawat Jet ini.   Saya tidak mengalami kesulitan sedikitpun dalam terbang dengan Delfin, ini berarti performance saya jauh berbeda saat masih berlatih dengan pesawat propeller.   Termasuk Instruktur saya juga mendeteksi, tentang hal ini.   Untuk  meyakinkannya, saya pun di cross check dengan Instruktur lain, tentang kemampuan saya yang jauh lebih baik dibandingkan dengan pada masa di primary dan basic training.   Terutama sekali untuk terbang formasi, aerobatic dan terbang instrument, saya memperoleh angka yang istimewa.   Agak kurang jelas, akan tetapi saya memang merasa jauh lebih senang menerbangkan pesawat Jet .   Saya menyimpulkan sendiri, bahwa sebenarnya saya memang cocoknya adalah terbang dengan pesawat Jet.   Bergurau saya katakan kepada teman saya , bahwa ternyata memang saya ini orang modern yang hanya cocok untuk menjadi penerbang dari pesawat yang modern juga.

L-29
L-29

Terbang dengan Delfin, benar-benar satu pengalaman yang tidak akan mungkin terlupakan.   Pada akhir latihan, ada exercise “cross country” untuk terbang navigasi, yaitu terbang dari Madiun ke Bali dan kembali lagi dari Bali ke Madiun.   Bagi mereka yang navigasinya lulus pada penerbangan Madiun Bali, maka keesokan harinya dirilis untuk terbang dari Bali ke Madiun sendiri, tanpa instruktur.   Pada sesi ini saya berusaha sekuat tenaga agar dapat memperoleh kesempatan terbang solo/sendiri dari Bali ke Madiun.   Sukur alhamdullillah, saya berhasil meyakinkan Instruktur, sehingga pada penerbangan kembali dari Bali,  saya terbang seorang diri.   Kesempatan yang benar-benar membanggakan , menggairahkan dan malamnya saya tidak bisa tidur saking semangatnya untuk terbang solo esok pagi.   Akan tetapi petang hari jam 0800, saya sudah  berada ditempat tidur, istirahat agar tubuh dapat fit terbang ke Madiun.

Terbang solo dari Bali ke Madiun adalah merupakan terbang terakhir saya menggunakan pesawat latih Jet L-29.   Sampai kini, sudah lebih dari 30 tahun yang lalu, tetap saja bila mendengar suara deru pesawat Jet, hati terasa tergerak ingin untuk terbang lagi.   Terbang dengan pesawat latih Jet, mungkin tidak akan pernah lagi saya dapat  mengalaminya .  Gelora hati yang berkobar-kobar yang bergerak seiring dengan suara deru pesawat Jet, menembus awan menukik ke bawah kemudian menanjak kembali ke ketinggian, sungguh  merupakan anugerah yang pernah saya rasakan puluhan tahun yang lalu…….. serasa hanya baru kemarin berlalu. Thanks God.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button