Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Biak sebagai Lokasi Ideal untuk Pusat Peluncuran Antariksa Indonesia
    Article

    Biak sebagai Lokasi Ideal untuk Pusat Peluncuran Antariksa Indonesia

    Chappy HakimBy Chappy Hakim09/13/2025No Comments6 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terbentang di antara dua benua dan dua samudra, dengan posisi geografis yang sangat strategis. Dari sekian banyak wilayah, Pulau Biak di Papua menempati posisi yang istimewa sebagai kandidat terbaik untuk lokasi pusat peluncuran satelit atau space launching site (kosmodrom). Ide menjadikan Biak sebagai gerbang Indonesia menuju era antariksa bukanlah sesuatu yang mengada-ada, melainkan hasil dari pertimbangan ilmiah, geografis, dan strategis yang mendalam.

    Keunggulan Geografis dan Posisi Astronomis

    Biak terletak sangat dekat dengan garis khatulistiwa, hanya beberapa derajat lintang. Kedekatan dengan ekuator memberi keuntungan luar biasa dalam teknologi peluncuran roket. Bumi berotasi paling cepat di garis khatulistiwa, sehingga roket yang diluncurkan dari titik ini akan memperoleh tambahan kecepatan rotasi bumi secara alami. Artinya, konsumsi bahan bakar dapat ditekan, muatan satelit yang diangkut bisa lebih besar, dan efisiensi peluncuran meningkat signifikan. Tidak heran, negara-negara lain seperti Prancis membangun Guiana Space Centre di Kourou, Guyana Prancis, yang juga terletak dekat ekuator.

    Faktor Keamanan dan Lingkungan Sekitar

    Pulau Biak menghadap langsung ke Samudra Pasifik yang luas. Arah ke timur dari pulau ini adalah lautan terbuka, sehingga sangat aman untuk lintasan roket setelah diluncurkan. Jika terjadi kegagalan peluncuran, reruntuhan roket tidak akan membahayakan pemukiman penduduk karena jatuhnya dapat diarahkan ke laut lepas. Kondisi geografis seperti ini sulit ditemukan di banyak wilayah lain di dunia. Selain itu, rendahnya tingkat aktivitas seismik di Biak relatif lebih menguntungkan dibandingkan wilayah lain di Indonesia yang rawan gempa. Faktor ini memperkuat argumentasi bahwa Biak memang “the best place” untuk kosmodrom Indonesia.

    Nilai Strategis Nasional dan Global

    Pendirian kosmodrom di Biak tidak hanya berdampak pada aspek teknologi, tetapi juga meneguhkan kedaulatan dan posisi strategis Indonesia di panggung global. Dunia sedang memasuki era “space race” baru, di mana penguasaan teknologi satelit, komunikasi, dan penginderaan jauh menjadi kunci kekuatan geopolitik. Dengan menjadikan Biak sebagai pusat peluncuran, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam bisnis peluncuran satelit global. Kosmodrom Biak dapat membuka peluang kerja sama internasional, baik dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, maupun dengan konsorsium swasta seperti SpaceX atau Blue Origin. Indonesia tidak hanya menjadi pasar konsumen teknologi luar angkasa, melainkan penyedia jasa peluncuran satelit yang bernilai miliaran dolar per tahun.

    Hambatan Kelembagaan dan Kesulitan Koordinasi Global

    Untuk mewujudkan hal ini ada hambatan serius yang mengganjal realisasi ambisi besar tersebut. Komunitas global, terutama badan antariksa negara-negara maju seperti NASA, ESA, Roscosmos, maupun JAXA, menghadapi kesulitan berkoordinasi dengan Indonesia karena negeri ini justru telah membubarkan lembaga resmi yang dulu menjadi mitra utama, yaitu LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) serta Depanri (Departemen Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia). Kini Indonesia praktis tidak memiliki space agency yang berdiri secara independen dan otoritatif.  Absennya lembaga khusus ini membuat Indonesia kehilangan wajah resmi dalam percaturan antariksa internasional. Jika Amerika memiliki NASA, Jepang dengan JAXA, Eropa dengan ESA, India dengan ISRO, dan bahkan negara-negara berkembang lain mulai membangun space agency mereka, Indonesia justru kehilangan institusi yang seharusnya menjadi motor koordinasi. Akibatnya, posisi Indonesia dalam diplomasi ruang angkasa global menjadi kabur, dan inisiatif strategis seperti pembangunan kosmodrom di Biak sering berhenti pada level wacana tanpa langkah implementasi konkret.  Lebih jauh lagi, ketiadaan institusi ini mengurangi kredibilitas Indonesia di mata dunia. Para mitra internasional membutuhkan pintu resmi untuk menjalin kerja sama, baik dalam penelitian bersama, transfer teknologi, maupun penggunaan fasilitas peluncuran. Tanpa adanya lembaga antariksa yang berdiri dengan otoritas penuh, upaya menjadikan Biak sebagai pusat peluncuran dunia akan selalu terbentur masalah koordinasi, regulasi, dan kepercayaan. Dengan kata lain, Biak memang “the best place” secara geografis, tetapi kelemahan kelembagaan membuat Indonesia belum sepenuhnya siap secara institusional.

    Dampak Ekonomi dan Pembangunan Daerah

    Pembangunan pusat antariksa di Biak juga akan membawa dampak ekonomi yang signifikan. Infrastruktur pendukung seperti bandara, pelabuhan, jalan, hingga jaringan telekomunikasi akan berkembang pesat. Hal ini tentu akan membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Selain itu, Biak dapat menjadi pusat pendidikan dan riset antariksa. Universitas-universitas nasional bisa mendirikan fakultas khusus teknologi antariksa di wilayah Papua, sehingga generasi muda Indonesia tidak hanya bermimpi tentang bintang, tetapi juga memiliki akses nyata untuk menggapainya.

    Tantangan dan Kritik

    Walaupun memiliki keunggulan geografis dan strategis, rencana menjadikan Biak sebagai kosmodrom tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah aspek sosial yakni masyarakat adat Papua harus dilibatkan secara penuh agar pembangunan ini tidak menimbulkan konflik. Transparansi, partisipasi publik, dan jaminan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat adalah syarat mutlak.  Selain itu, masalah lingkungan juga perlu diantisipasi. Peluncuran roket menghasilkan polusi udara dan residu kimia, sehingga dibutuhkan teknologi ramah lingkungan dan regulasi ketat untuk menjaga keseimbangan ekosistem di Biak.

    Demikianlah, jika dunia memiliki Kourou di Guyana Prancis, Cape Canaveral di Amerika Serikat, Baikonur di Kazakhstan, dan Vostochny di Rusia, maka Indonesia punya Biak sebagai “the best place” untuk meluncurkan roket ke orbit luar angkasa. Dengan keunggulan geografis dekat ekuator, laut lepas yang luas sebagai jalur aman, serta potensi strategis di era persaingan antariksa global, Biak benar-benar adalah aset berharga bangsa.  Membangun kosmodrom di Biak bukan sekadar proyek teknologi, melainkan simbol kedaulatan dan masa depan Indonesia sebagai negara maritim dan Dirgantara. Langkah besar ini hanya dapat diwujudkan jika pemerintah berani mengembalikan dan memperkuat lembaga antariksa nasional yang otoritatif sebagai mitra global. Tanpa itu, keunggulan geografis Biak akan tetap menjadi potensi yang tidur. Jika dikelola dengan visi besar, partisipasi masyarakat, dan institusi yang kredibel, Biak bisa benar-benar menjadi pintu gerbang Nusantara menuju kosmos.

    Referensi

    1. International Civil Aviation Organization (ICAO). Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention). 1944.
    2. European Space Agency (ESA). Guiana Space Centre: Europe’s Spaceport. ESA Publications, 2021.
    3. National Aeronautics and Space Administration (NASA). Equatorial Launch Advantages. NASA Technical Report, 2019.
    4. LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Nasional 2016–2040. Jakarta: LAPAN, 2016.
    5. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Masterplan Keantariksaan Indonesia. Jakarta, 2018.
    6. The Jakarta Post. “Biak Considered as Launch Site for Satellite Rockets.” The Jakarta Post, 15 Juli 2020.
    7. Kompas. “Biak Jadi Lokasi Strategis untuk Pusat Peluncuran Satelit.” Kompas, 18 Juli 2020.
    8. Tempo. “Wacana Peluncuran Roket dari Biak Kembali Mengemuka.” Tempo, 22 Juli 2021.
    9. BBC News. “Indonesia’s Equatorial Advantage for Space Launch.” BBC World Service, 2020.
    10. United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA). Report of the Committee on the Peaceful Uses of Outer Space. New York: United Nations, 2022.
    11. JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency). International Cooperation in Space Exploration. Tokyo: JAXA Annual Report, 2021.
    12. Roscosmos. Russia’s Space Cooperation with Emerging Space Nations. Moscow: Roscosmos Press, 2019.
    13. Nugroho, Heru. “Potensi Biak sebagai Pusat Peluncuran Roket di Indonesia.” Jurnal Teknologi Dirgantara, Vol. 14, No. 2 (2020): 45–62.
    14. Suryadi, Budi. Indonesia dan Masa Depan Antariksa: Tantangan dan Peluang. Jakarta: LIPI Press, 2019.
    15. Katadata. “Indonesia Tak Lagi Punya Lembaga Antariksa Setelah LAPAN Dilebur.” Katadata.co.id, 2 Oktober 2021.

    Jakarta 28 Agustus 2025

    Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia

    Disusun dan dirangkum dari berbagai sumber dan AI

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleDua Pilar Pemikiran Strategis Air Power Modern Five Rings Model dan OODA Loop
    Next Article Gelombang Protes Nasional & Ketegangan Sosial
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Dari Tjililitan ke Halim Perdanakusuma

    09/13/2025
    Article

    Gelombang Protes Nasional & Ketegangan Sosial

    09/13/2025
    Article

    Dua Pilar Pemikiran Strategis Air Power Modern Five Rings Model dan OODA Loop

    09/13/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.