Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Bagaimana Hidup Damai Dan Tenang
    Article

    Bagaimana Hidup Damai Dan Tenang

    Chappy HakimBy Chappy Hakim08/10/2025No Comments5 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Di tengah hiruk pikuk dunia modern yang sarat kebisingan, kecepatan, dan kompetisi tanpa henti, kata “damai” dan “tenang” kerap terdengar seperti kemewahan yang sulit dijangkau. Banyak orang bangun pagi dengan pikiran yang sudah dijejali daftar pekerjaan, rasa cemas akan masa depan, atau perasaan bersalah akan masa lalu. Malam hari pun sering dihabiskan dengan pikiran yang terus berputar, memikirkan target yang belum tercapai dan kekhawatiran akan hari esok. Seolah-olah hidup telah berubah menjadi perlombaan panjang tanpa garis finis.  Damai dan tenang sejatinya bukanlah ketiadaan masalah, melainkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan batin ketika gelombang kehidupan menghantam. Epictetus, filsuf Stoik, mengingatkan, “There is only one way to happiness and that is to cease worrying about things which are beyond the power of our will.” Kedamaian, dalam makna ini, tidak bergantung pada cuaca di luar, tetapi pada kestabilan di dalam.

    Perspektif Filosofis Barat: Ataraxia dan Stoikisme

    Filsafat Barat sejak zaman Yunani Kuno telah memikirkan bagaimana manusia bisa hidup damai. Epikur (341–270 SM) memperkenalkan konsep ataraxia yakni ketenangan pikiran yang bebas dari rasa takut dan keresahan. Dalam Letter to Menoeceus, ia menulis, “If you wish to make Pythocles wealthy, do not give him more money; rather, reduce his desires.” Epikur meyakini bahwa kebahagiaan bukanlah hasil akumulasi materi, tetapi pengendalian keinginan. Stoikisme, yang dipopulerkan oleh Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus, menekankan prinsip membedakan hal yang berada dalam kendali kita dan yang tidak. Marcus Aurelius dalam Meditations menulis, “You have power over your mind, not outside events. Realize this, and you will find strength.” Prinsip ini, yang dalam psikologi modern sejalan dengan konsep locus of control internal, membebaskan manusia dari penderitaan yang timbul akibat mencoba mengubah hal-hal yang mustahil diubah.

    Kebijaksanaan Timur: Zen, Sufi, dan Jalan Tengah

    Sementara itu, tradisi Timur menawarkan jalur yang lebih intuitif dan batiniah. Dalam Zen, kedamaian ditemukan lewat kesadaran penuh (mindfulness) pada momen kini. Thich Nhat Hanh, biksu Zen Vietnam, berkata, “Peace is present right here and now, in ourselves and in everything we do and see.”  Dalam tasawuf, Jalaluddin Rumi (1207–1273) mengajarkan bahwa hati yang dipenuhi cinta ilahi akan terbebas dari kebencian dan kegelisahan. Ia menulis, “When you do things from your soul, you feel a river moving in you, a joy.” Jalan Sufi menuntun manusia pada penyerahan diri yang penuh kesadaran kepada Sang Pencipta, memandang setiap peristiwa sebagai bagian dari rencana agung.  Buddha Gautama mengajarkan Jalan Tengah (Majjhima Patipada) menghindari ekstrem asketisme maupun hedonisme. Dalam Dhammapada, Buddha berkata, “Health is the greatest gift, contentment the greatest wealth, faithfulness the best relationship.” Prinsip ini membawa manusia pada keseimbangan cukup bekerja keras, namun tetap memberi waktu untuk diri sendiri.

    Hidup Damai di Era Modern: Tantangan dan Adaptasi

    Abad ke-21 membawa tantangan baru. Media sosial menambah tekanan dengan membuat kita membandingkan hidup dengan orang lain setiap hari. Budaya kerja yang menyanjung kesibukan membuat orang kehilangan waktu hening. Penelitian Harvard (Lazar et al., 2005) menunjukkan bahwa meditasi mindfulness secara rutin dapat memperkuat area otak yang berhubungan dengan ketenangan dan empati, sekaligus mengurangi aktivitas amigdala pusat reaksi stres. Meditasi, yoga, atau sekadar berjalan di alam dapat menjadi bentuk adaptasi modern terhadap kebijaksanaan kuno. Sains kini membenarkan intuisi para filsuf dan guru spiritual bahwa keheningan adalah obat bagi pikiran yang lelah.

    Kesederhanaan: Jalan Menuju Kebebasan Batin

    Sadhguru, guru spiritual asal India, mengingatkan, “The greatest wealth you can have is a joyful mind and a loving heart.” Kesederhanaan bukan berarti kemiskinan, tetapi membebaskan diri dari beban keinginan yang tak ada habisnya. Henry David Thoreau, dalam Walden (1854), membuktikan bahwa hidup dengan sedikit dapat membawa kebahagiaan besar: “I make myself rich by making my wants few.”

    Hubungan Sosial yang Menenangkan

    Psikolog Everett L. Worthington (2005) menekankan bahwa memaafkan adalah salah satu kunci utama untuk kesehatan mental. Dalam perspektif spiritual, memaafkan adalah pembebasan jiwa; dalam perspektif ilmiah, ia mengurangi hormon stres kortisol. Lingkungan sosial yang suportif menjadi benteng terhadap kecemasan, sementara hubungan yang toksik menjadi sumber kegelisahan permanen.

    Spiritualitas sebagai Pondasi

    Spiritualitas memberi perspektif bahwa kita hanyalah bagian kecil dari semesta. Viktor Frankl, psikiater dan penyintas kamp konsentrasi Nazi, menulis dalam Man’s Search for Meaning (1946), “Those who have a ‘why’ to live, can bear with almost any ‘how’.” Keyakinan pada tujuan hidup yang lebih besar membantu manusia bertahan di tengah penderitaan, dan pada akhirnya menemukan kedamaian.

    Damai sebagai Proses Seumur Hidup

    Hidup damai dan tenang adalah perjalanan batin yang memadukan disiplin pikiran ala Stoikisme dengan keheningan hati ala Zen dan Sufi. Ia membutuhkan latihan terus-menerus: mengendalikan reaksi, menerima ketidaksempurnaan, menyederhanakan hidup, menjaga hubungan yang sehat, dan menumbuhkan spiritualitas. Dunia luar mungkin tidak berubah, tetapi cara kita menghadapinya akan berubah.  Seperti kata Lao Tzu dalam Tao Te Ching, “When there is silence, one finds the anchor of the universe within oneself.” Kedamaian sejati adalah menemukan jangkar itu dan menjaganya tetap kokoh di tengah badai kehidupan.

    Daftar Pustaka

    1. Aurelius, M. (2002). Meditations (Trans. Gregory Hays). Modern Library.
    2. Buddha. (1997). Dhammapada (Trans. Eknath Easwaran). Nilgiri Press.
    3. Epictetus. (1995). Enchiridion (Trans. George Long). Prometheus Books.
    4. Epikur. (1994). The Epicurus Reader (Trans. Brad Inwood & L.P. Gerson). Hackett Publishing.
    5. Frankl, V. E. (2006). Man’s Search for Meaning. Beacon Press.
    6. Hanh, T. N. (1991). Peace Is Every Step. Bantam Books.
    7. Lazar, S. W., et al. (2005). “Meditation experience is associated with increased cortical thickness.” NeuroReport, 16(17), 1893–1897.
    8. Rumi, J. (2004). The Essential Rumi (Trans. Coleman Barks). HarperOne.
    9. Sadhguru. (2016). Inner Engineering: A Yogi’s Guide to Joy. Spiegel & Grau.
    10. Thoreau, H. D. (2004). Walden. Yale University Press.
    11. Worthington, E. L. (2005). Forgiveness and Reconciliation: Theory and Application. Routledge.

    Jakarta 9 Agustus 2025

    Chappy Hakim

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleAnalisis Strategis: Kasus Tertembaknya Rafale India oleh Pakistan dalam Konflik Udara Mei 2025
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Analisis Strategis: Kasus Tertembaknya Rafale India oleh Pakistan dalam Konflik Udara Mei 2025

    08/10/2025
    Article

    SEJARAH UNIVERSITAS NASIONAL (UNAS)

    08/10/2025
    Article

    Hidup di Indonesia Semakin Hari Semakin “Menakutkan”

    08/10/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.