Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Resensi Buku Mamak Pulang
    Article

    Resensi Buku Mamak Pulang

    Chappy HakimBy Chappy Hakim12/24/2025No Comments5 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Identitas buku

    Judul: Mamak Pulang

    Penyusun: Chappy Hakim & Budiman Hakim

    Penulis: Chappy Hakim, Alan Hakim, Budiman Hakim, Nurmayulies

    Hakim, Leon Mahesa Putra Hakim, Marcella Safitri, Devina Hakim,

    Pusparani Hasjim, Tascha Ludmila

    Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia (Buku Obor)

    Cetakan pertama: November 2025

    Tebal: x + 220 halaman; ukuran 15 x 23 cm

    ISBN digital (PDF): 978-623-321-402-5

    ISBN cetak: 978-623-321-401-8

    Buku Mamak Pulang adalah buku keluarga, dalam arti yang paling harfiah dan paling hangat. Ia bukan novel, bukan biografi tunggal, bukan pula memoar yang ditulis dari satu sudut pandang. Buku ini adalah antologi kenangan dan percakapan lintas generasi tentang sosok “Mamak”, ia adalah seorang ibu bernama Zubainar Hakim yang kehadirannya, baik saat masih ada maupun setelah tiada, menjadi poros pengalaman hidup anak, menantu, dan cucu.  Di kata pengantar “Menulis Buku untuk Mamak”, pembaca diajak memahami latar belakang dari lahirnya buku yaitu sebuah “passion menulis” yang biasanya tumpah di media sosial, lalu dengan sengaja dibelokkan ke jalur yang lebih berfaedah yang kemudian menjadi tulisan yang lebih bening, lebih panjang napasnya, dan lebih pantas disimpan. Dari awal, buku ini menegaskan satu hal bahwa ini bukan sekadar proyek nostalgia, tetapi ikhtiar untuk merawat ingatan agar tak cepat aus oleh perjalanan sang waktu yang terasa sangat cepat berlalu.

    Isi dan alur gagasan

    Struktur dari buku ini sangat terasa seperti rumah yang pintunya dibuka dengan bertahap satu per satu. Bab-bab awal menghadirkan fondasi dari ketangguhan seorang ibu, potongan kenangan yang membentuk karakter keluarga, juga satu bab muncul dengan judul berbahasa Inggris (“A Woman Called Mamak”) yang memberi variasi nada sekaligus menunjukkan bahwa figur Mamak dibaca dengan kacamata yang cukup beragam.  Setelah itu, buku mengalir ke bentuk-bentuk kenangan yang lebih “sehari-hari” namun justru paling menggigit seperti relasi ibu-anak yang tak selalu manis di permukaan, kalimat-kalimat sederhana yang membekas puluhan tahun, serta momen-momen kecil yang biasanya tak dianggap sebagai sastra namun di tangan penulis yang jujur, ia menjelma menjadi sebuah dokumen batin.

    Yang menarik, Mamak Pulang tidak memoles sosok ibu menjadi malaikat tanpa retak. Ada keberanian untuk mengakui bahwa kasih sayang kadang hadir dengan cara yang tidak melodramatis, bahwa ketegasan bisa terasa seperti dingin, bahwa sebuah keluarga dibangun bukan hanya oleh pelukan, tetapi juga oleh disiplin, tuntutan, dan “standar” yang mungkin sekali tak akan selalu nyaman. Disinilah tampak jelas bahwa buku terasa lebih dewasa.  Ia tidak menjual air mata, tetapi mengajak pembaca berdamai dengan kompleksitas dari sebuah tampilan dari seorang ibu.  Paruh tengah hingga akhir buku memperkaya perspektif dengan ragam genre mini seperti ada “nasihat ibu” yang ringkas seperti catatan saku; ada narasi yang dekat dengan esai, juga ada kisah beraroma budaya (misalnya dongeng tentang Minangkabau) serta ada potongan yang terasa seperti catatan harian, bahkan ada judul-judul yang jenaka dan sangat domestik, seolah mengingatkan pembaca bahwa keluarga memang dibentuk bukan hanya oleh peristiwa besar, melainkan juga oleh antrean kecil di meja makan.

    Judul-judul seperti “Sambal Tanak ala Mamak”, “100 Liter Keringat”, atau “Ambil Satu, Tak Boleh Lebih…” memberi sinyal bahwa memori keluarga seringkali bersemayam dalam hal yang paling biasa seperti dalam masakan, kerja keras, aturan rumah, dan kalimat-kalimat pendek yang dulu mungkin bikin dongkol dan jengkel akan tetapi belakangan kemudian disadari sebagai cara ibu mengajarkan tanggung jawab. Kekuatan utama dari buku Mamak Pulang ada pada kejujurannya yang tenang. Buku ini tidak “menerangkan” nilai-nilai bahwa ia “memperlihatkan” nilai-nilai itu bekerja dalam kehidupan nyata. Pembaca akan menemukan bagaimana ketangguhan, disiplin, kesetiaan pada keluarga, dan daya tahan menghadapi hidup bukan sesuatu yang diucapkan di podium, melainkan dipraktikkan dalam rutinitas yang panjang.

    Kekuatan kedua adalah multi-suara. Karena ditulis banyak orang, Mamak tampil seperti prisma yaitu satu sosok yang memantulkan banyak warna. Ada sudut pandang anak, ada menantu, ada cucu yang masing-masing membawa jarak emosional yang berbeda. Dampaknya, pembaca tidak dipaksa setuju oleh satu narator tunggal, tetapi diajak menyusun sendiri potret Mamak dari pecahan-pecahan  tersebar yang jujur.  Kekuatan ketiga adalah daya “relate” yang tinggi bagi pembaca Indonesia. Kata “Mamak” sendiri punya resonansi kultural, ia bukan sekadar “ibu”, melainkan panggilan yang menampung adat, rumah, dapur, dan cara menegur yang kadang keras namun berakar pada cinta. Buku ini membuat pembaca mudah berkata dalam hati, “Saya juga pernah punya momen seperti itu dengan ibu saya.”

    Catatan yang bisa dipertimbangkan

    Sebagai antologi multi-penulis, konsekuensinya adalah ritme yang tidak selalu rata. Ada bagian yang sangat mengalir dan puitis tapi ada bagian yang lebih ringkas dan langsung serta ada pula yang terasa seperti catatan yang sengaja dibiarkan apa adanya. Namun, ketidakrataan ini bisa dibaca bukan sebagai kelemahan besar, melainkan ciri autentik sebuah “buku keluarga” bahwa tidak semuanya harus seragam, disini terlihat dan ternyata yang penting adalah getaran kejujurannya.  Pembaca yang mencari satu “biografi lengkap” dari awal sampai akhir mungkin akan merasa buku ini lebih bersifat mosaik ketimbang kronik. Tetapi justru di situlah kekhasannya, pembaca diajak masuk melalui pintu pengalaman, bukan melalui timeline.

    Untuk siapa buku ini

    Buku Mamak Pulang cocok bagi pembaca yang menyukai kisah-kisah human interest, memoar keluarga, dan refleksi tentang hubungan orang tua dengan anaknya. Ia juga relevan bagi siapa saja yang sedang berada pada fase hidup “mengerti orang tua belakangan”, yakni saat kita mulai paham bahwa banyak tindakan keras seorang ibu sering lahir dari rasa cemas dan tanggung jawab dan bukan datang dari rasa kurangnya cinta.  Lebih jauh, buku ini juga bisa dibaca sebagai ajakan halus menulis itu cara merawat yang tak bising. Dalam dunia yang serba cepat, Mamak Pulang seperti mengatakan bahwa ada hal-hal yang sebaiknya tidak dibiarkan hilang begitu saja, dan menulis adalah salah satu jalan menuju pulang.  Buku Mamak Pulang bukan hanya tentang seorang ibu yang “pulang” dalam arti literal atau simbolik, tetapi tentang keluarga yang pulang kepada sumbernya berupa ingatan, akar, dan pelajaran yang diam-diam membentuk karakter. Buku ini menguatkan satu keyakinan sederhana yaitu ketika seorang ibu pergi, yang tersisa bukan sekadar kesedihan, melainkan jejak nilai dan jejak itu akan lebih panjang umurnya jika ditulis, disusun, lalu diwariskan.

    Jakarta 21 Desember 2025

    Tim Redaksi Netralnews.com

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleResensi Buku  Keamanan Nasional dan Penerbangan
    Next Article Obituari Marsma TNI Fajar Adrianto “Red Wolf”
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Obituari Marsma TNI Fajar Adrianto “Red Wolf”

    12/24/2025
    Article

    Resensi Buku  Keamanan Nasional dan Penerbangan

    12/24/2025
    Article

    Peradaban Rambut Nusantara

    12/24/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.