Close Menu
    Facebook X (Twitter) Instagram
    • Home
    • Biography
    • Photo
    • Books CH
    • Video
    • Around The World
    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest Vimeo
    Chappy HakimChappy Hakim
    Subscribe
    Chappy HakimChappy Hakim
    Home»Article»Nawal El Saadawi
    Article

    Nawal El Saadawi

    Chappy HakimBy Chappy Hakim09/08/2025No Comments5 Mins Read
    Share Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Reddit Telegram Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Feminisme, Agama, dan Perjuangan Emansipasi Perempuan

    Diskriminasi agama dan gender merupakan dua fenomena sosial yang kerap berjalan beriringan dalam sejarah peradaban manusia. Sejak zaman kuno hingga era modern, perempuan sering ditempatkan pada posisi subordinat, baik melalui norma sosial, hukum, maupun tafsir keagamaan yang bias. Dalam banyak masyarakat, perbedaan gender bukan hanya menghasilkan pembagian peran, tetapi juga melahirkan hierarki yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang otoritas utama, sementara perempuan dibatasi dalam ruang domestik dan akses publik. Agama, sebagai sistem nilai dan keyakinan yang memengaruhi kehidupan miliaran orang, memiliki peran ganda dalam konteks ini. Di satu sisi, agama diyakini sebagai sumber moralitas, kebijaksanaan, dan keadilan, namun di sisi lain, tafsir keagamaan yang didominasi laki-laki seringkali dijadikan legitimasi bagi praktik diskriminatif. Aturan-aturan yang menyangkut tubuh perempuan, hak waris, kebebasan berekspresi, dan partisipasi sosial kerap dibingkai dalam perspektif religius, sehingga sulit diperdebatkan dalam ruang publik tanpa menimbulkan kontroversi.

    Diskriminasi berbasis gender dan agama tidak hanya bersifat individual, melainkan struktural. Ia terlembaga dalam hukum, politik, dan pendidikan, sehingga menciptakan sistem patriarki yang sulit ditembus. Di banyak negara, termasuk dalam konteks dunia Arab dan Islam, perempuan masih menghadapi tantangan besar untuk memperoleh hak setara dalam pernikahan, pekerjaan, maupun kebebasan berpendapat. Dalam konteks inilah lahir tokoh-tokoh intelektual dan aktivis yang berani mengkritisi ketidakadilan tersebut, salah satunya adalah Nawal El Saadawi. Sebagai dokter, penulis, dan feminis Mesir, ia menempatkan persoalan diskriminasi agama dan gender sebagai pusat pemikirannya. Pandangan El Saadawi tentang feminisme dan agama memberikan kontribusi besar terhadap wacana global mengenai kesetaraan, kebebasan, dan hak asasi manusia.  Nawal El Saadawi (1931–2021) adalah seorang dokter, penulis, feminis, sekaligus aktivis asal Mesir yang dikenal luas karena pandangannya yang tajam dalam mengkritik sistem patriarki, agama, dan negara otoritarian. Lahir di Kafr Tahla, sebuah desa kecil di Mesir, ia tumbuh dalam lingkungan sosial yang sarat dengan tradisi konservatif dan diskriminatif terhadap perempuan. Pengalaman pribadinya, baik sebagai anak perempuan yang menjalani praktik female genital mutilation (FGM), maupun sebagai dokter yang menyaksikan langsung penderitaan perempuan akibat tradisi dan sistem hukum yang tidak adil, membentuk komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.  Sebagai penulis, El Saadawi menuangkan pengalaman dan gagasannya ke dalam karya-karya yang banyak menimbulkan kontroversi. Buku Women and Sex (1972) misalnya, mengkritik keras praktik sosial dan religius yang membatasi perempuan, sehingga membuatnya dipecat dari Kementerian Kesehatan Mesir.  Dengan lebih dari 50 karya tulis terdiri dari novel, esai, dan autobiografi, ia menjadi salah satu intelektual feminis paling berpengaruh di dunia Arab dan internasional.

    Pandangan tentang Feminisme

    Bagi El Saadawi, feminisme tidak sekadar perjuangan kesetaraan gender, tetapi perlawanan struktural terhadap patriarki yang dilembagakan dalam budaya, agama, dan politik negara. Ia menolak feminisme arus utama Barat yang menurutnya cenderung mengabaikan konteks kolonialisme dan imperialisme yang memperparah kondisi perempuan di dunia ketiga. Baginya, feminisme sejati harus bersifat universal namun berpijak pada realitas lokal.  El Saadawi menekankan bahwa tubuh perempuan adalah pusat penindasan, di mana kontrol terhadap tubuh menjadi mekanisme utama patriarki. Praktik FGM, pernikahan paksa, aturan berpakaian yang ketat, hingga pembatasan hak reproduksi menjadi bukti bagaimana perempuan kehilangan kedaulatan atas tubuhnya. Oleh karena itu, feminisme baginya adalah perjuangan pembebasan tubuh dan jiwa perempuan dari semua bentuk dominasi.

    Pandangan tentang Agama

    Salah satu gagasan paling kontroversial El Saadawi adalah kritiknya terhadap agama. Ia berpendapat bahwa institusi agama sering digunakan untuk melanggengkan kekuasaan laki-laki, dengan tafsir yang menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. Kritik ini bukan ditujukan pada esensi spiritual agama, melainkan pada struktur institusional dan pemuka agama yang memonopoli tafsir untuk mempertahankan dominasi patriarki.  Bagi El Saadawi, agama seharusnya menjadi sumber kebebasan, bukan penindasan. Namun, kenyataannya, penafsiran yang bias gender justru membatasi kebebasan perempuan dalam waris, perkawinan, dan kehidupan publik. Kritiknya membuat ia dipenjara pada tahun 1981 oleh rezim Anwar Sadat, meskipun kemudian dibebaskan setelah perubahan politik di Mesir. Pengalaman itu ia tuliskan dalam Memoirs from the Women’s Prison (1983).

    Warisan Pemikiran

    Nawal El Saadawi meninggalkan warisan intelektual besar bagi gerakan feminisme global. Ia menegaskan bahwa perjuangan perempuan tidak dapat dipisahkan dari perjuangan melawan kolonialisme, kapitalisme, dan otoritarianisme. Kritiknya terhadap agama dan patriarki membuka wacana baru tentang hubungan antara gender, politik, dan religiositas di dunia Arab.  Meskipun kerap dicap berbahaya dan radikal, El Saadawi menginspirasi banyak generasi muda perempuan untuk melawan struktur sosial yang tidak adil. Ia pernah berkata: *“They said, you are a savage and dangerous woman. I am speaking the truth. And the truth is savage and dangerous.”*⁹ Kalimat ini menggambarkan keberanian sekaligus dedikasinya pada kebenaran, meski harus dibayar dengan pengasingan, penjara, dan ancaman hidup.

    Daftar Pustaka

    • Abu-Lughod, Lila. “Do Muslim Women Really Need Saving?” American Anthropologist 104, no. 3 (2002): 783–790.
    • Badran, Margot. Feminism in Islam: Secular and Religious Convergences. Oxford: Oneworld, 2009.
    • El Saadawi, Nawal. A Daughter of Isis: The Autobiography of Nawal El Saadawi. London: Zed Books, 1999.
    • El Saadawi, Nawal. Memoirs from the Women’s Prison. London: The Women’s Press, 1983.
    • El Saadawi, Nawal. The Hidden Face of Eve: Women in the Arab World. London: Zed Books, 1980.
    • El Saadawi, Nawal. The Nawal El Saadawi Reader. London: Zed Books, 1997.
    • El Saadawi, Nawal. Women at Point Zero. London: Zed Books, 1983.
    • Hafez, Sherine. An Islam of Her Own: Reconsidering Religion and Secularism in Women’s Islamic Movements. New York: NYU Press, 2011.
    • Mernissi, Fatima. Beyond the Veil: Male-Female Dynamics in Modern Muslim Society. Bloomington: Indiana University Press, 1987.

    Jakarta 25 Agustus 2025

    Chappy Hakim

    Disusun dan di rangkum dari berbagai sumber termasuk AI

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleAngkatan Bersenjata Diraja Brunei
    Next Article MacArthur, Morotai, Eisenhower, dan Kegagalan di Negeri Sendiri
    Chappy Hakim

    Related Posts

    Article

    Lampu Merah Tata Kelola Jejaring Penerbangan Nasional

    10/26/2025
    Article

    Mencetak Juara Sepak Bola Berbeda dengan Main Sulap

    10/16/2025
    Article

    Dinamika Penggunaan Nuklir di Ambang Potensi Perang Dunia III

    10/06/2025
    Add A Comment
    Leave A Reply

    This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    Facebook X (Twitter) Instagram Pinterest
    © 2025 Dunia Penerbangan Chappy Hakim. All Rights Reserved. Dev sg.

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.