counter create hit
ArticleAviationFlightPSAPI

Enggan Berkolaborasi, Salah Satu Penyebab Hancurnya Bisnis Penerbangan

Pada hari Rabu 24 November 2021 dilaksanakan webinar kerjasama CSE & HM Aviation dengan tema “Apakah Airline Flag Carrier Indonesia Diperlukan?”. Dihadiri oleh narasumber antara lain, Susi Pudjiastuti (Mantan Menteri Perikanan dan Perikanan RI 2014-2019), Faisol Riza (Ketua komisi VI DPR RI), Hasan M. Soedjono (Komisaris Citilink). Webinar tersebut dilaksanakan dengan tujuan mencari solusi bersama tentang masalah Garuda dan Airport yang terbengkalai. Webinar itu dihadiri 160 orang peserta, yang dimulai pada pukul 10.00-12.30.

Garuda Indonesia tengah mengahadapi masalah yang serius, tetapi dari perspektif mana hal itulah yang harus ditinjau. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memaparkan dalam pertemuan dalam jaringan yang diselenggarakan oleh perusahaan konsultan penerbangan CSE Aviation dan HM Aviation, sepatutnya negara Indonesia memiliki sebuah maskapai flag carrier, akan lebih membanggakan jika Garuda tetap ada. Saya yakin Garuda bisa bertahan dengan catatan memiliki manajemen perusahaan yang baik. Restrukturisasi internal Garuda tidak cukup, tetapi Pemerintah harus turun tangan. Kita harus duduk bersama menangani ini, bukan hanya Garuda yang ditangani, tetapi juga bagaimana menangani bandara bandara yang terbengkalai, ujar Susi. 

Untuk kita ketahui bahwa salah satu penyebab bangkrutnya bisnis penerbangan ialah karena para stakeholder penerbangan tidak duduk sama-sama untuk membicarakan secara dalam akar permasalahan yang ada. Susi juga berpendapat bahwa maskapai penerbangan pembawa bendera seperti Garuda Indonesia tidak boleh dicampur dalam urusan politik. Pemilik dari Susi Air ini juga menyayangkan mengapa banyak bandara yang dirancang untuk penerbangan perintis tetapi dibuat menjadi bandara besar, sehingga biaya operasionalnya pun menjadi meningkat. Akibatnya sejak 2020 Susi Air mengurangi 50% dari rute, akibat banyak bandara yang direvitalisasi menjadi lebih mahal biaya operasionalnya, Susi Air tidak mampu. Pesawat kami itu kecil, hanya mengangkut 12 penumpang, tidak mungkin tiket pesawat kami naikkan menjadi Rp 2,500,000, karena biaya tiket penerbangan perintis Medan(KNO) menuju Siborong-borong hanya Rp 350,000. Pesawat kami tidak perlu landasan pacu sepanjang 3 kilomoter untuk lepas landas, tambah Susi.

Kendati demikian maskapai penerbangan itu bisnisnya kecil sekali, jika untungnya besar pun akan mendapatkan untung yang kecil. Dapat dikatakan maskapai penerbangan itu high risk investment. Di dunia hanya 10 airline yang profitable, hal ini disampaikan oleh pakar penerbangan Hasan Soedjono yang pernah menjabat sebagai Komisaris PT Garuda Indonesia, Direktur Utama Sempati Air, dan saat ini Komisaris Citilink. Hasan juga menyampaikan bahwa Amerika Serikat sejak bangkrutnya maskapai flag carrier mereka Pan Am tidak mengakui adanya maskapai flag carrier di negaranya. Padahal di Amerika Serikat sejarah dimulainya penerbangan, Wright bersaudara mengudara pada 17 Desember 1903 di daerah berbukit pasir Kitty Hawk, North Carolina.

Melihat kondisi ini, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Reza menyampaikan bahwa sebelumnya ia di lain pihak kita minta jajaran direksi PT Garuda Indonesia (Persero) untuk negosiasi dengan lessor, kreditur, dan pihak internal Garuda itu sendiri termasuk Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Serikat Karyawan Garuda (SEKARGA) untuk mencari jalan efisiensi agar kebutuhan tiap bulan dapat diatasi. Namun Faisol merasa sedikit kecewa dengan jalan keluar yang diberikan, karena proses negosiasi dengan SEKARGA dan APG tidak cukup memberikan hasil menggembirakan karena belanja pegawai masih dinilai tinggi. Atas kerugian yang dihadapi Garuda, Pemerintah memberikan dana talangan 7 triliun kepada Garuda, ini bersifat pinjaman. Sehingga jika dalam waktu 3 tahun tidak dapat diganti, maka itu akan dikonversi menjadi nilai saham milik Pemerintah Indonesia. 

Tenaga Ahli Muda Penerbangan, Rachmat Kartakusuma yang sekaligus menjadi moderator dalam acara menyampaikan bahwa untuk mengembangkan bisnis penerbangan di Indonesia saat ini adalah bisa dengan cara mengembangkan pesawat amfibi, karena tidak perlu membangun bandara besar, cukup dengan perairan tenang pesawat bisa mendarat di sana. Namun hal yang disampaikan Rachmat Kartakusuma, namun Susi Pudjiastuti memberi pandangan, di mana Susi mengatakan bahwa bisnis pesawat amfibi bukanlah hal yang tepat, ia mengatakan naik pesawat amfibi itu cukup menegangkan. Susi pernah terbang dengan pesawat amfibi sebagai penumpang, dan ketika mendarat cukup merasakan guncangan yang dahsyat, oleh karena itu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini berpendapat jika ia diberi kesempatan untuk naik pesawat amfibi lagi, ia tidak bersedia. Di kesempatan yang sama Rachmat Kartakusuma menyampaikan bahwa Kementerian Perhubungan telah menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Bandara Perairan, dan Faisol Reza menyampaikan sampai saat ini DPR RI belum menerima RPP tersebut. 

Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini Pemerintah Indonesia membangun holding aviasi dan pariwisata dengan dibentuknya PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero), hal ini tentu untuk mendukung Pemerintah dalam mengembangkan pariwisata melalui penerbangan. Namun hal ini disayangkan oleh pengamat penerbangan Samudra Sukardi, ia menyampaikan bahwa seharusnya airlines itu dimasukkan dalam tour and travel. Seperti Angkasa Pura sekarang fokusnya sudah kepada real estate bukan penerbangannya lagi. 

Jakarta, 24 November 2021

Pusat Studi Air Power Indonesia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button